Sengketa TPI, Hakim MA Tak Lihat Persoalan Secara Utuh
A
A
A
JAKARTA - Kuasa Hukum PT Berkah Karya Bersama, Andi F Simangunsong, menanggapi salinan putusan sengketa kepemilikan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang telah diunggah Mahkamah Agung (MA) di situsnya.
Dia mengatakan, Hakim Mahkamah Agung (MA) seharusnya bisa melihat inti permasalahan suatu perkara terkait sengketa yang melibatkan PT Berkah Karya Bersama dengan Siti Hardiyanti Rukmana itu.
Menurutnya, maksud penggugat sebenarnya mempermasalahkan pelaksanaan perjanjian investasi yang telah memilih penyelesaian sengketa di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
"Maka sekalipun gugatan diformulasikan dengan menarik-narik pihak di luar Perjanjian Arbitrase, tetap saja pengadilan harus menyatakan diri tidak berwenang dan menegaskan arbitrase yang berwenang," kata Andi lewat siaran pers kepada Sindonews, Kamis (13/11/2014).
Andi menjelaskan, putusan MA cacat apabila bermaksud memutus sengketa para pihak dengan membatalkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan akta perseroan yang juga mengatur mengenai permodalan sebuah Perusahaan Terbatas (PT).
"Tapi tidak memperhatikan dan tidak mempertimbangkan perjanjian investasi yang menjadi asal muasal timbulnya Hak Atas Saham tersebut," ucap Andi.
"Terlebih lagi apabila saham tersebut sudah tidak lagi dimiliki pihak yang berperkara melainkan milik pihak lain yang tidak ikut digugat (yaitu MNC Tbk), maka putusan tersebut jelas selain cacat, juga tidak dapat dilaksanakan," pungkasnya.
Sebelumnya, polemik seputar penanganan perkara sengketa kepemilikan TPI bermula ketika MA memutus perkara tersebut. MA menolak peninjauan kembali (PK) PT Berkah Karya Bersama.
Sejumlah kalangan menilai putusan itu kurang tepat karena perselisihan antara PT Berkah Karya Bersama dan Siti Hardiyanti Rukmana atau Tutut Soeharto sudah ditangani BANI.
Mereka yang mengadili perkara PK PT Berkah Karya Bersama adalah M Saleh selaku Ketua Majelis Hakim dan Hakim anggota Hamdi serta Abdul Manan.
Dia mengatakan, Hakim Mahkamah Agung (MA) seharusnya bisa melihat inti permasalahan suatu perkara terkait sengketa yang melibatkan PT Berkah Karya Bersama dengan Siti Hardiyanti Rukmana itu.
Menurutnya, maksud penggugat sebenarnya mempermasalahkan pelaksanaan perjanjian investasi yang telah memilih penyelesaian sengketa di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
"Maka sekalipun gugatan diformulasikan dengan menarik-narik pihak di luar Perjanjian Arbitrase, tetap saja pengadilan harus menyatakan diri tidak berwenang dan menegaskan arbitrase yang berwenang," kata Andi lewat siaran pers kepada Sindonews, Kamis (13/11/2014).
Andi menjelaskan, putusan MA cacat apabila bermaksud memutus sengketa para pihak dengan membatalkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan akta perseroan yang juga mengatur mengenai permodalan sebuah Perusahaan Terbatas (PT).
"Tapi tidak memperhatikan dan tidak mempertimbangkan perjanjian investasi yang menjadi asal muasal timbulnya Hak Atas Saham tersebut," ucap Andi.
"Terlebih lagi apabila saham tersebut sudah tidak lagi dimiliki pihak yang berperkara melainkan milik pihak lain yang tidak ikut digugat (yaitu MNC Tbk), maka putusan tersebut jelas selain cacat, juga tidak dapat dilaksanakan," pungkasnya.
Sebelumnya, polemik seputar penanganan perkara sengketa kepemilikan TPI bermula ketika MA memutus perkara tersebut. MA menolak peninjauan kembali (PK) PT Berkah Karya Bersama.
Sejumlah kalangan menilai putusan itu kurang tepat karena perselisihan antara PT Berkah Karya Bersama dan Siti Hardiyanti Rukmana atau Tutut Soeharto sudah ditangani BANI.
Mereka yang mengadili perkara PK PT Berkah Karya Bersama adalah M Saleh selaku Ketua Majelis Hakim dan Hakim anggota Hamdi serta Abdul Manan.
(maf)