Putusan MA Soal Kasus TPI Cacat
A
A
A
JAKARTA - Kuasa hukum PT Berkah Karya Bersama, Andi Simangunsong, mengakui putusan Mahkamah Agung terkait kasus kepemilikan TPI cacat hukum. Pasalnya, Mahkamah Agung memutus perkara yang sedang ditangani oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
"Saya menganggap bahwa putusan PK ini cacat, apabila diartikan untuk menentukan mengenai kepmilikan TPI tahun 2005," tukas Andi, seperti dikutip Sindonews dari Okezone, Rabu (12/11/2014).
Sebelumnya, beberapa pihak telah mengatakan putusan peninjauan kembali (PK) tersebut menyalahi kompetensi, dan melanggar Undang-undang Arbitrase No 30 Tahun 1999. Sejatinya, hakim agung tidak berwenang memeriksa perkara yang disepakati diselesaikan di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
"Hakim tidak berwenang memeriksa kesepakatan yang menjadi kewenangan badan arbitrase," kata praktisi hukum Syaiful Bakhri.
Pakar hukum Arbitrase, Humphrey Djemat, menyayangkan adanya putusan tersebut. Seharusnya, jika ada perkara yang sedang ditangani Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) ditolak pengadilan sejak awal.
"Pengadilan harus menolak, Arbitrase lah yang harus memutuskan," ujarnya.
Sementara pemerhati hukum Boyamin Saiman mengatakan, Mahkamah Agung harusnya mempertimbangkan keberadaan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang saat ini sedang menangani perkara itu.
MA tidak boleh terburu-buru menolak peninjauan kembali (PK) perkara tersebut. "Mestinya (MA) hormati BANI," ujarnya.
"Saya menganggap bahwa putusan PK ini cacat, apabila diartikan untuk menentukan mengenai kepmilikan TPI tahun 2005," tukas Andi, seperti dikutip Sindonews dari Okezone, Rabu (12/11/2014).
Sebelumnya, beberapa pihak telah mengatakan putusan peninjauan kembali (PK) tersebut menyalahi kompetensi, dan melanggar Undang-undang Arbitrase No 30 Tahun 1999. Sejatinya, hakim agung tidak berwenang memeriksa perkara yang disepakati diselesaikan di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
"Hakim tidak berwenang memeriksa kesepakatan yang menjadi kewenangan badan arbitrase," kata praktisi hukum Syaiful Bakhri.
Pakar hukum Arbitrase, Humphrey Djemat, menyayangkan adanya putusan tersebut. Seharusnya, jika ada perkara yang sedang ditangani Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) ditolak pengadilan sejak awal.
"Pengadilan harus menolak, Arbitrase lah yang harus memutuskan," ujarnya.
Sementara pemerhati hukum Boyamin Saiman mengatakan, Mahkamah Agung harusnya mempertimbangkan keberadaan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang saat ini sedang menangani perkara itu.
MA tidak boleh terburu-buru menolak peninjauan kembali (PK) perkara tersebut. "Mestinya (MA) hormati BANI," ujarnya.
(hyk)