Abaikan DPR, Sikap Menteri Tak Etis

Rabu, 12 November 2014 - 13:34 WIB
Abaikan DPR, Sikap Menteri...
Abaikan DPR, Sikap Menteri Tak Etis
A A A
JAKARTA - Dualisme di parlemen akibat dibentuknya DPR tandingan oleh Koalisi Indonesia Hebat (KIH) ikut memengaruhi kementerian pada Kabinet Kerja.

Sejumlah kementerian dan lembaga yang dijadwalkan melakukan rapat kerja dengan DPR pada dua hari terakhir tidak memenuhi undangan DPR. Pada Senin(10/11), KomisiIX DPR sedianya menggelar rapat kerja (raker) dengan Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek. Raker pertama dengan menteri Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu akhirnya dijadwal ulang.

Sementara itu, rencana rapat Komisi III dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) kemarin juga batal karena Menkumham Yasonna H Laoly meminta penundaan dengan alasan ada agenda internal. “Beliau minta ditunda karena ada kunjungan internal,” ungkap Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin kemarin.

Alasan absennya menteri dan pimpinan lembaga ini diduga karena merespons perselisihan KIH dan Koalisi Merah Putih (KMP). Meski kedua kubu sudah mencapai titik temu, sejauh ini belum ada pembubaran terhadap DPR tandingan bentukan KIH. Pakar komunikasi politik dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Iswandi Syahputra menilai sikap para menteri ini layak dipertanyakan.

Menurut dia, absennya menteri tersebut menunjukkan dua hal penting dalam dinamika politik. Pertama, tidak adanya sikap keteladanan dan kenegarawanan menteri sebagai pejabat publik. Kedua, ini menunjukkan adanya hierarki yang jelas antara sikap menteri dengan sikap Presiden Jokowi.

Apalagi, kata dia, Presiden Jokowi pernah menyampaikan pandangan bahwa dia belum bisa menjelaskan soal kartu sakti karena DPR terpecah. “Jadi ketidakhadiran menteri ini bagian sikap sistematis bahwa Presiden tidak menjadikan lembaga DPR sebagai partner untuk diajak samasama membangun negara,” ujarnya kemarin.

Menurutnya, meskipun dilanda perpecahan, semestinya pemerintah melihat DPR yang sah sebagai pihak yang harus diajak bekerjasama.“DPR itusah dilantik MA. Jadi semestinya pemerintah tidak usah campuri urusan domestik DPR. Biarkan DPR selesaikan internalnya. Kalau seperti ini, bisa dikatakan pemerintah tidak mengakui DPR yang dilantik dan diambil sumpahnya oleh MA. Ini jelas tidak sehat,” ujarnya.

Pandangan berbeda disampaikan analis politik dari CSIS Arya Fernandes kemarin. Menurutnya, sikap menteri yang menolak hadir dalam rapat dengan mitra kerjanya di DPR dinilai sebagai sikap main aman para menteri. Adanya dualisme pimpinan DPR, termasuk alat kelengkapan Dewan (AKD), membuat menteri berada pada posisi dilematis.

“Saya kira para menteri mencari posisi aman dengan menunggu islah antara kubu KMP dan KIH. Para menteri itu secara psikologis juga menjaga perasaan kubu KIH,” ujarnya. Menurut Arya, dilema bagi para menteri adalah bila mereka menghadiri rapat DPR terutama dengan komisi atau alat kelengkapan lainnya.

Sebab tentu secara tidak langsung dan secara politik mengakui keabsahan alat kelengkapan yang telah terbentuk. “Ini memang dilema bagi para menteri. Saya kira jalan tengahnya adalah sebaiknya menteri menunggu dulu islah di DPR yang dilakukan dalam minggu ini, karena kalau menteri tetap datang ke DPR, di kemudian hari berpotensi dipermasalahkan KIH,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi IX Dede Yusuf mengatakan pihaknya pada Senin lalu mengundang Menkes karena ingin melakukan konsolidasi. Komisi IX, kata dia, sudah melayangkan surat undangan kepada Kemenkes. Rencana awal, raker akan membahas road map kesehatan nasional untuk jangka lima tahun, termasuk mengenai program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Anggota Komisi I DPR Meutya Hafid meminta agar menteri yang tergabung di dalam Kabinet Kerja Jokowi-JK untuk menghadiri setiap raker maupun rapat dengar pendapat (RDP) dengan DPR, khususnya di Komisi I. Dia menyadari konflik dualisme yang melanda parlemen belakangan menjadi alasan menteri untuk enggan menghadiri pertemuan dengan komisi.

“Artinya kalau sudah islah (KMP dengan KIH), tidak ada alasan lagi menteri tidak hadir,” kata Meutya, Senin (10/11). Dirinya mengatakan, sejauh ini Komisi I tidak memiliki masalah komunikasi dengan pihak kementerian. “Artinya,

Komisi I berharap di pemanggilan tersebut menteri Jokowi sudah bisa menghadiri pertemuan dan tidak seperti kementerian lain yang menolak untuk hadir,” ujarnya. Lanjut dia, Komisi I akan mulai memanggil menteri yang menjadi mitra kerja mereka pada 17 November 2014.

“Yang pertama Menhan (Menteri Pertahanan) didampingi Panglima TNI dan para kepala staf. Kemudian secara berurutan Menlu (Menteri Luar Negeri), Menkominfo (Menteri Komunikasi dan Informasi),” ujarnya. Untuk diketahui, DPR sudah menjadwalkan kegiatan dengan mitra kerja masingmasing komisi.

Berdasarkan jadwal acara yang dikeluarkan Bagian Pemberitaan dan Penerbitan DPR RI di Jakarta, semua komisi sudah menjadwalkan rapat dengar pendapat umum (RDPU), RDP, dan raker dengan mitra kerja masing-masing dari pemerintahan. Rabu (12/11), Komisi III RDP dengan Kepala Badan Nasional Narkotika (BNN), Komisi VI RDP dengan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (BPKS) Sabang serta Kepala Badan Pengusahaan Batam.

Selain itu, Komisi IX dijadwalkan RDP dengan BPJS Kesehatan dan Komisi XI raker dengan Menteri Keuangan. Sementara itu, Kamis (13/11), Komisi VI raker dengan Menteri Koperasi dan UKM RI serta Komisi IX RDP dengan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Sementara itu, sebelumnya Menkumham Yasonna H Laoly mengatakan, dia tidak menghadiri rapat di DPR karena menghargai KIH yang menjadi bagian partainya.

Rahmat sahid/Kiswondari/ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5941 seconds (0.1#10.140)