Pakar Hukum: Perjanjian Sifatnya Seperti Undang-Undang

Rabu, 12 November 2014 - 07:09 WIB
Pakar Hukum: Perjanjian...
Pakar Hukum: Perjanjian Sifatnya Seperti Undang-Undang
A A A
JAKARTA - Langkah Mahkamah Agung (MA) yang memutus perkara sengketa kepemilikan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), tanpa menunggu keputusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) terus menuai kritik.

Guru Besar Ilmu Hukum di Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung Prof Asep Warlan Yusuf mengatakan, perjanjian atau kesepakatan yang ditempuh oleh dua pihak dalam perkara perdata sifatnya mengikat seperti undang-undang.

"Kalau dalam perdata, masing-masing pihak yang bersepakat menyelesaikan perkara mereka sendiri. Karena perjanjian adalah undang-undang bagi kedua pihak," ujarnya ketika dihubungi, Rabu (12/11/2014).

Menurutnya, jika PT Berkah Karya Bersama dengan Siti Hardiyanti Rukmana memiliki perjanjian akan menyelesaikan perkara di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), maka hal itu wajib dilakukan.

Ia berpandangan, intitusi hukum lainnya tidak punya hak untuk mencampuri proses hukum dua pihak yang telah bersepakat tersebut.

"Ketika perkara TPI disepakati penyelesaiannya lewat arbitrase, maka harus dihormati. Karena sudah ada perjanjian dalam sebuah dokumen yang mengikat beberapa pihak. Itu harus dahulukan. Sekali lagi, karena perjanjian merupakan undang-undang bagi kedua pihak," jelasnya.

Perlu diketahui, sengketa perkara para pihak ini masih dalam proses penyelesaian di Pengadilan BANI. Proses penyelesaian sengketa di BANI sesuai dengan kesepakatan para pihak dalam perjanjian investasi, bahwa jika ada sengketa di antara para pihak terkait perjanjian investasi, maka harus dan hanya bisa diperiksa oleh Arbitrase.

Namun, MA dengan Ketua Majelis Hakim Dr M Saleh, dan Hakim anggota Hamdi dan Prof Dr Abdul Manan, memutus perkara sengketa PT Berkah Karya Bersama dengan Siti Hardiyanti Rukmana, dengan menolak peninjauan kembali (PK) PT Berkah atas kepemilikan TPI belum lama ini.

Ketika ingin dikonfirmasi tentang putusan tersebut, MA menyatakan hakim tidak boleh mengomentari hukum. “Hakim agung memang tidak boleh mengomentari putusannya, soalnya dalam kode etik hakim pun melarang itu,” ungkap Kepala Bagian Humas MA Budi Sudiyanto di Jakarta, Selasa 11 November 2014.

Perihal tidak boleh mengomentari putusan pun ditegaskan hakim agung Gayus Lumbuun. Saat dimintai keterangannya terkait kejanggalan perkara TPI, dirinya menyatakan tidak bisa mengomentari putusan tersebut. Ged“Maaf saya tidak bisa mengomentari putusan,” ujar Gayus saat dihubungi.

Sementara itu Ketua majelis PK, M Saleh saat dihubungi tidak memberikan respons sedikit pun.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7485 seconds (0.1#10.140)