Menggaet Pasar Anak Muda

Senin, 10 November 2014 - 10:57 WIB
Menggaet Pasar Anak...
Menggaet Pasar Anak Muda
A A A
Jumlah anak muda yang sangat besar di Indonesia menjadi peluang tersendiri bagi dunia bisnis.

Berbagai produk bisnis akan bisa menggaet mereka menjadi pelanggan asalkan sesuai dengan minat dan kebiasaan mereka. Kebiasaan anak-anak remaja nongkrong misalnya, belakangan mulai dibidik sebagian pelaku usaha dengan mendirikan kafe atau convenience store yang menyediakan tempat duduk bersantai.

Salah satu toko konvensional yang berhasil memanfaatkan budaya nongkrong sebagai peluang bisnis adalah 7-Eleven (Sevel). Hampir setiap malam “toko kelontong” yang berdiri di jalan strategis Jakarta ini dipadati anak muda.

Mereka berdatangan, baik yang masih usia pelajar, mahasiswa, maupun pekerja kantor. Di antara mereka ada yang asyik berbincang satu sama lain, ada juga yang mendengarkan musik melalui iPod, dan sebagian lagi nyaman berselancar di dunia maya melalui laptop masingmasing. 7-Eleven memang sengaja memberikan fasilitas akses internet gratis agar anak-anak muda semakin betah menghabiskan waktu di tempat ini.

Kehadiran 7-Eleven di Indonesia terbilang unik karena berbeda dengan 7-Eleven lainnya di berbagai negara. Jika minimarket berlogo angka tujuh disini di desain seperti kafe, maka di negara-negara lain lebih mirip toko kelontong biasa. Tak heran bila The New York Times pada Mei 2012 silam pernah menyebut bahwa Sevel berhasil menemukan ceruk pasarnya setelah mengadaptasi kebiasaan masyarakat Indonesia yang suka nongkrong.

Bahkan The New York Times menyebut, strategi Sevel yang menyajikan makanan siap saji, tempat duduk yang nyaman, ruangan ber-AC, dan fasilitas internet gratis sukses menarik konsumen anak muda di kota yang kurang akan ruang rekreasi dan geram akibat kemacetan lalu lintas. Konsep yang memanfaatkan budaya nongkrong ini menjadi pilihan orang untuk menghilangkan stres sambil menunggu macet terurai.

Jika pada 10 tahun lalu banyak anak muda berkumpul di warung-warung pinggiran jalan sambil bergosip, kini setelah pertumbuhan ekonomi nasional yang terus tumbuh positif, pada akhirnya mendorong mereka untuk mencari tempat nongkrong alternatif yang lebih layak. Perbincangan mereka pun bergeser dari sekadar bergosip, berganti mendiskusikan buku-buku baru, pekerjaan, hobi, hingga problem pemerintahan.

Diprediksi, sebanyak 65% pelanggan yang berkunjung ke Sevel adalah anakanak muda yang berusia di bawah 30 tahun. Dalam sebuah kesempatan KORAN SINDO sempat berbincang-bincang dengan President Director of PT Modern Putraindonesia Henri Honoris. Dia menjelaskan, untuk menggaet pasar kaum muda, 7-Eleven memfasilitasi mereka dengan akses internet gratis dan membuka grup melalui sosial media.

“Nongkrong saja tidak cukup, tapi kita mengerti kebiasaan anak muda yang selalu terkoneksi dengan dunia maya. Karena itu, kita memfasilitasi mereka dengan akses internet gratis dan juga kita menawarkan berbagai produk baru lewat grup di sosial media,” kata Henri saat itu. Saat ini Sevel diperkirakan memiliki lebih dari 57.000 pengikut di Twitter dan 44.000 lebih penggemar Facebook .

Karena tidak pernah tutup, memungkinkan anak-anak muda untuk berkumpul dan berselancar di internet sampai larut malam. Guru besar ilmu manajemen Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali menyebutkan, Sevel yang digagas Henri Honoris berhasil menangkap insight nongkrong dalam bentuk outlet yang cocok dengan kondisi Indonesia. Sevel juga sukses menggaet pasar muda dengan tidak membunuh bisnis serupa yang sudah ada.

Selain itu, Sevel telah menunjukkan kesuksesannya dengan mampu hidup berdampingan secara damai dengan pasar-pasar tradisional. Sevel memasukkan tradisi nongkrong dalam outlet-outlet- nya. Meski sebelumnya anak-anak muda Indonesia sudah biasa belanja di mal dan fasilitas yang lebih higienis, nongkrong di pusat-pusat perbelanjaan dinilai masih mahal.

Padahal, mereka butuh kopi yang harga secangkirnya di bawah Rp10.000, nasi goreng di bawah Rp20.000, juga ada hotdog dan softdrink . Tentu saja, Sevel juga menjadi tempat yang nyaman untuk membaca, ngobrol bersama, sambil memanfaatkan free wifi . Rhenald mengatakan, seiring dengan jumlah kelas menengah yang tumbuh besar, sektor bisnis yang memanfaatkan budaya nongkrong sebagai peluang usaha masih akan prospektif.

Apalagi outlet-outlet tersebut berdiri di pusat-pusat perkotaan, tentu kehadiran mereka akan menarik kelompok muda untuk sekadar menghabiskan waktu meski hanya dengan secangkir kopi.

Nafi muthohirin
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0869 seconds (0.1#10.140)