Nongkrong Jadi Bisnis

Senin, 10 November 2014 - 10:53 WIB
Nongkrong Jadi Bisnis
Nongkrong Jadi Bisnis
A A A
Konsumsi anak muda mempunyai pengaruh yang cukup signifikan pada produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Jumlah yang besar dengan konsumerisme yang tinggi menjadikan mereka sebagai target pasar yang menjanjikan. Tak heran kini banyak jenis usaha yang disesuaikan dengan selera anak muda.

Kajian McKinsey yang berjudul “The Evolving Indonesian Consumer” yang diterbitkan beberapa waktu lalu menyebutkan, 40% pertumbuhan ASEAN pada 2030 akan dipengaruhi Indonesia. Faktor pendorong pertumbuhan terpenting adalah populasi anak muda yang berusia 30-an tahun yang akan mencapai 60%.

Urbanisasi yang berjalan cepat memicu kenaikan pendapatan dan kemampuan konsumsi. Konsumsi merupakan penyokong terbesar PDB Indonesia, sekitar 57%. Angka ini lebih tinggi dibanding sejumlah negara seperti China, Malaysia, dan Thailand yang banyak dipicu ekspor. Menurut catatan McKinsey, saat ini Indonesia menempati peringkat 16 negara yang mempunyai perekonomian terbesar di dunia. Indonesia memengaruhi 33% ekonomi ASEAN. Kini 53% penduduk Indonesia tinggal di perkotaan.

Ritel modern pun tumbuh sangat cepat. Pertumbuhan pasar modern ini terlihat pada sektor convenience store , yaitu sebuah toko yang tidak hanya melayani pembelian, namun juga menyediakan tempat menikmati barang yang mereka beli, khususnya makanan dan minuman. Artinya, konsumen, khususnya anak muda, bisa langsung menikmati barang yang mereka beli tanpa harus dibawa pulang ke rumah.

Saat ini, berdasarkan kajian McKinsey, jumlah konsumen convenience store jauh lebih besar dibanding hypermarket dan supermarket di berbagai kelas konsumen. Ritel modern Indonesia diperkirakan akan terus tumbuh kuat selama beberapa tahun ke depan. Pertumbuhan pada 2017 akan lebih besar dua kali lipat dibanding 2010. Pertumbuhan beragam di semua level, baik convenience store, hypermarket, supermarket , department store lainnya.

“Di sektor makanan dan minuman, kami menemukan kelas konsumsi menggunakan lebih banyak saluran,” tulis McKinsey dalam laporan mereka. Menurut pengamat bisnis Prasetiya Mulya Business Scholl (PMBS) Agus W Soehadi, ekonomi Indonesia yang sedang membaik saat ini berefek positif bagi sejumlah sektor bisnis. Kondisi ini juga memunculkan kelas menengah dalam jumlah besar.

Mereka berasal dari kalangan anak-anak muda yang produktif dan memiliki kebiasaan konsumtif. Dalam hal ini pelaku usaha pintar membaca kebiasaan mereka, salah satunya nongkrong . Artinya, pengusaha yang mendirikan usaha karena kebiasaan ini akan mendapat peluang yang sungguh besar. Pasar Santa di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, adalah contoh fenomena budaya nongkrong menjadi peluang bisnis yang menggairahkan.

Namun, lanjut Agus, untuk mengambil peluang ini, seorang pelaku usaha tidak hanya cukup dengan memanfaatkan kebiasaan nongkrong anak muda, tetapi juga harus dipadukan dengan keunikan dan fasilitas lengkap. “Intinya, kafe atau tempat nongkrong yang ingin dibuat tempat bisnis harus memanjakan anak-anak muda, unik, dan berbeda dengan yang lain,” ungkap Agus kepada KORAN SINDO kemarin.

Sebuah kafe bisa dijadikan tempat nongkrong(hangout ) anak-anakmudajika fasilitasnya menarik, seperti tersedia free wifi, diiringi penampilan band, dan yang paling penting tempatnya bersih dan harga terjangkau.

Malah, dalam beberapa tahun terakhir tidak sedikit tempat nongkrong dijadikan media untuk kumpul bareng dalam suatu acara seperti nonton bareng pertandingan sepak bola. Layanan itu juga merupakan salah satu strategi bisnis yang memanfaatkan budaya nongkrong .

Nafi muthohirin/ Ishlahuddin
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5956 seconds (0.1#10.140)