MOM, Penyelamat Bayi Prematur

Minggu, 09 November 2014 - 11:08 WIB
MOM, Penyelamat Bayi Prematur
MOM, Penyelamat Bayi Prematur
A A A
Lebih dari 1 juta anak meninggal setiap tahun akibat komplikasi kelahiran prematur. Begitulah data yang dilansir Lembaga Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).

Angka tingkat kematian bayi paling tinggi dilaporkan terjadi di sejumlah negara berkembang. Hal ini disebabkan sebagian besar penduduk negara berkembang tidak cukup memiliki akses ke dokter dan tidak mampu membayar penggunaan peralatan perawatan kelahiran bayi prematur.

Namun, sebuah penemuan baru yang dinamakan MOM bisa memberikan harapan hidup untuk bayi-bayi prematur, khususnya yang lahir di daerah pengungsian. Berdasarkan data WHO, setiap tahun diperkirakan 150.000 kelahiran bayi terjadi dalam kamp-kamp pengungsi. Dari jumlah kelahiran tersebut, sedikitnya 27.500 bayi wafat karena kekurangan inkubasi.

MOM adalah, inkubator tiup hasil karya James Robert, 23, yang meraih penghargaan James Dyson Award 2014. James Dyson Foundation setiap tahun memberikan penghargaan untuk desain rekayasa internasional yang inspiratif. Robert adalah mahasiswa yang baru lulus dari Loughborough University, Inggris. Dia menciptakan MOM setelah terinspirasi sebuah film dokumenter program Panorama yang ditayangkan BBC tentang bayi prematur di kampkamp pengungsi di Suriah.

“Banyak anak-anak prematur meninggal karena tekanan perang, kurangnya inkubator dan infrastruktur untuk mendukung mereka. Saya pikir harus ada cara untuk memecahkan masalah itu,” kata Robert, seperti dilansir BBC (6/11). James Dyson pun mengapresiasi hasil karya Robert. Menurutnya, penemuan James memperlihatkan desain engineering yang berdampak pada kehidupan masyarakat.

“Inkubator ini dapat digunakan di negara-negara berkembang dan zona bencana. James telah menciptakan sesuatu yang bisa menyelamatkan ribuan nyawa,” kata Dyson, seperti dilansir Popular Science (6/11). Setidaknya, keberadaan MOM menjawab persoalan kekurangan inkubator yang terjadi di kamp-kamp pengungsi. Maklum, inkubator konvensional yang ada saat ini dibanderol USD45.000 (sekitar Rp547,1 juta) per unit.

Belum lagi bentuknya yang besar, membuat peralatan medis ini sulit dikirimkan ke kamp-kamp pengungsi. Namun, keberadaan MOM dengan bentuk yang kompak dan bisa dilipat mampu mengatasi masalah tersebut. Lembaran plastik tipis yang membentuk ruang utama inkubator relatif murah untuk diproduksi. Inkubator ini dioperasikan secara manual dan dipanaskan secara elektronik. Sensor yang ada bisa memantau kelembaban dan suhu di dalam inkubator untuk menciptakan suasana nyaman bagi bayi.

Inkubator ini dirancang dengan bagian-bagian datar yang mudah dikemas dan dirakit di tempat tujuan. Komponen elektronik MOM dikendalikan komputer Arduino untuk menjaga suhu tetap stabil, mengontrol humiditasi. Sebuah unit fototerapi juga disertakan untuk mengobati bayi dengan penyakit kuning (jaundice). Bahkan, ketika terjadi kasus listrik padam, MOM masih bisa dioperasikan selama 24 jam dengan tenaga listrik dari baterai mobil.

Desain modular dari inkubator ini memungkinkan bagian-bagian yang rusak bisa diganti tanpa mengorbankan seluruh unit. Alat medis ini menggunakan sistem knockdown agar mudah dibongkar pasang dan lembaran plastik disterilkan sehingga MOM tidak sulit diangkut untuk digunakan kembali di tempat lain. Robert yang terpaksa menjual mobilnya untuk membiayai prototipe pertama inkubator ini mengatakan menerima USD45.000 dari James Dyson Award.

Uang tersebut rencananya akan dia gunakan untuk membuat prototipe MOM agar produk akhirnya bisa digunakan di negara berkembang. Robert menambahkan, dengan penghargaan sebesar itu, dia akan melanjutkan proyek ini agar inkubator sesungguhnya bisa beredar di pasar pada 2017. “Penggunaannya tidak perlu dibatasi hanya untuk skenario membantu persoalan kemanusiaan di negara berkembang. Inkubator ini bisa juga digunakan untuk mendukung unit kebidanan atau kelahiran di rumah,” kata Steve Jones, dokter anak di Royal United Hospital, Bath, Inggris.

Pakar neonatal Inggris Dr Martin Ward Platt pun memuji karya Robert ini. Menurut dokter anak yang juga konsultan di Newcastle Royal Victoria Infirmary ini, di wilayah yang miskin sumber daya, udara dingin adalah salah satu pembunuh terbesar bagi bayi yang lahir prematur.

“Keberadaan MOM di kamp pengungsi merupakan solusi fantastis, elegan, dan murah. Meski, fungsinya tidak bisa disamakan dengan inkubator rumah sakit yang dirancang untuk mengatasi bayi prematur yang membutuhkan perawatan intensif selama beberapa minggu atau bahkan berbulanbulan,” paparnya.

Kendati begitu, keberadaan MOM yang bersifat modular di mana bagianbagiannya bisa beradaptasi untuk kebutuhan yang berbeda menjadi penemuan yang memberikan harapan hidup bagi bayi-bayi prematur.

Yani a
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5062 seconds (0.1#10.140)