Penerapan E-Voting Tidak Masalah Asal Rahasia Terjamin
A
A
A
JAKARTA - Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2014, rencana pelaksanaan pilkada menggunakan sistem e-Voting menuai pro dan kontra.
Masalah itu muncul terutama berkaitan dengan kesiapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta para penyelenggara pemilu di daerah dalam menggunakan pemilihan secara elektronik atau e-Voting.
Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, meski dalam Pasal 85 ayat 1 Perppu menyatakan, pelaksanaan pilkada bisa dilakukan dengan memberi tanda satu kali pada surat suara, atau memberi suara melalui peralatan pemilihan suara secara elektronik, tetapi pelaksanaan pilkada harus menjamin kerahasiaan pemilu.
"Penggunaan e-Voting harus dipastikan tidak melanggar asas pemilu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil," ngkap Titi saat diskusi bertajuk 'Menyoal e-Voting: Fakta dan Pengalaman Pemilu, di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (7/11/2014).
Menurut Titi, penggunaan e-Voting dimaksudkan agar tidak menambah persoalan baru dalam pemilu.
Sebab, dari pengamatan Perludem, adanya e-voting harus mampu menjadi solusi untuk persoalan seperti, pemilih yang besar, surat suara yang sangat mahal, distribusi surat suara yang sangat masif, serta tuntutan meminimalisasi tertukarnya surat suara.
Dia menambahkan, penggunaan e-voting bisa mengurangi tindakan manipulasi dan kecurangan saat pemilihan dan penghitungan suara dilakukan.
"Kesalahan cetak dan tertukarnya surat suara antardaerah pemilihan, serta kesalahan teknis dalam penentuan standar suara sah," ungkapnya.
Dia meminta KPU pusat dan KPU daerah serius mengurus pemutakhiran daftar pemilih terlebih dahulu sebelum memutuskan menggunakan e-Voting.
Hal tersebut, salah satunya menyangkut standardisasi hukum atau regulasi yang mengatur soal penggunaan e-Voting tersebut.
"Apakah jika terjadi tindak pidana itu merupakan bagian dari cyber crime ataukah bagian dari tindak pidana pemilu," tuturnya.
Masalah itu muncul terutama berkaitan dengan kesiapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta para penyelenggara pemilu di daerah dalam menggunakan pemilihan secara elektronik atau e-Voting.
Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, meski dalam Pasal 85 ayat 1 Perppu menyatakan, pelaksanaan pilkada bisa dilakukan dengan memberi tanda satu kali pada surat suara, atau memberi suara melalui peralatan pemilihan suara secara elektronik, tetapi pelaksanaan pilkada harus menjamin kerahasiaan pemilu.
"Penggunaan e-Voting harus dipastikan tidak melanggar asas pemilu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil," ngkap Titi saat diskusi bertajuk 'Menyoal e-Voting: Fakta dan Pengalaman Pemilu, di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (7/11/2014).
Menurut Titi, penggunaan e-Voting dimaksudkan agar tidak menambah persoalan baru dalam pemilu.
Sebab, dari pengamatan Perludem, adanya e-voting harus mampu menjadi solusi untuk persoalan seperti, pemilih yang besar, surat suara yang sangat mahal, distribusi surat suara yang sangat masif, serta tuntutan meminimalisasi tertukarnya surat suara.
Dia menambahkan, penggunaan e-voting bisa mengurangi tindakan manipulasi dan kecurangan saat pemilihan dan penghitungan suara dilakukan.
"Kesalahan cetak dan tertukarnya surat suara antardaerah pemilihan, serta kesalahan teknis dalam penentuan standar suara sah," ungkapnya.
Dia meminta KPU pusat dan KPU daerah serius mengurus pemutakhiran daftar pemilih terlebih dahulu sebelum memutuskan menggunakan e-Voting.
Hal tersebut, salah satunya menyangkut standardisasi hukum atau regulasi yang mengatur soal penggunaan e-Voting tersebut.
"Apakah jika terjadi tindak pidana itu merupakan bagian dari cyber crime ataukah bagian dari tindak pidana pemilu," tuturnya.
(dam)