Bupati Bogor Dituntut 7,5 Tahun Penjara
A
A
A
BANDUNG - Bupati Bogor nonaktif Rachmat Yasin menyatakan keberatan atas tuntutan 7 tahun dan 6 bulan penjara yang dijatuhkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus dugaan suap tukar-menukar kawasan hutan PT Bukit Jonggol Asri sebesar Rp4,5 miliar.
Tuntutan itu dibacakan JPU dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jawa Barat, kemarin. Anggota JPU Lie Putra Setiawan menyatakan, terdakwa Rachmat Yasin dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 12 (a) UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001.
“Sebagaimana dalam dakwaan pertama, menuntut terdakwa selama tujuh tahun dan enam bulan dikurangi tahanan, dan denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan,” ujar Lie di hadapan majelis hakim. Menurut dia, terdakwa sebagai kepala daerah telah terbukti dan mengakui bersalah melanggar hukum melakukan tukar-menukar kawasan hutan seluas 2.700 hektare di Bogor.
Perbuatan terdakwa, kata Lie, nyata dan sadar dilakukan serta sudah mengetahui bertentangan dengan hukum sebagai penyelenggara negara. Selain itu, JPU juga menuntut agar majelis hakim mencabut hak terdakwa untuk dipilih menjadi pejabat publik selama tiga tahun ke depan. Dalam pembacaan tuntutan itu, JPU tetap mempertimbangkan hal-hal memberatkan dan meringankan.
Untuk halhal yang memberatkan, terdakwa sebagai penyelenggara negara telah menciderai pemerintahan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sehingga tidak mencontohkan yang baik buat masyarakat. Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa mengakui telah menerima Rp3 miliar dari kasus suap tukar-menukar lahan hutan itu, belum pernah dihukum, dan selama dua periode menjadi bupati Bogor telah menerima berbagai penghargaan.
Dalam uraiannya, tim JPU memaparkan bahwa terdakwa terbukti melakukan sejumlah pertemuan termasuk dengan Kwee Cahyadi Kumala terkait bantuan untuk segera menerbitkan surat rekomendasi soal tukar-menukar kawasan hutan.
“Terdakwa menginsyafi telah menghendaki pemberian uang sebelum adanya penerbitan surat rekomendasi. Pemberian uang tersebut membuat terdakwa mempercepat penerbitan surat rekomendasi yang diajukan PT BJA,” tutur JPU.
Perbuatan Rachmat Yasin, menurut JPU, telah memenuhi unsur menerima hadiah bukan hanyajanji. TermasukuangRp1,5 miliar terakhir yang merupakan sisa uang yang akan diberikan oleh Franciscus Xaverius Yohan Yap dari Rp5 miliar yang dijanjikan.
“Meski secara fisik terdakwa tidak menerima, terdakwa telah menyuruh M Zairin (kepala Dinas Kehutanan dan Pertanian Kabupaten Bogor) untuk menerima dan mengambil uang tersebut untuk selanjutnya dibagibagikan untuk Zairin, sekda, dan lainnya. Perintah terdakwa tersebut merupakan bentuk memiliki kekuasaan atas uang tersebut,” tutur JPU.
Niat dan perbuatan untuk menerbitkan surat rekomendasi karena adanya imbalan dari PT BJA telah tampak dengan nyata, dengan diterimanya Rp1 miliar pada Februari dan Rp 2 miliar pada Maret 2014. “Penyerahan uang dengan keluarnya surat rekomendasi yang berdekatan waktunya menunjukkan adanya perbuatan yang berkelanjutan,” ungkap JPU.
Terdakwa menyampaikan pada M Zairin sebagai kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor untuk memproses surat rekomendasi, termasuk mencari argumentasi supaya bisa menerbitkan izin meskipun sudah ada izin lainnya di lahan tersebut. Selanjutnya, sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Barita Lumban Gaol itu mempersilakan kepada terdakwa dan penasihat hukumnya untuk mengajukan pleidoi (nota pembelaan) pada agenda sidang pekan depan.
Seusai sidang, Rachmat Yasin mengaku keberatan atas tuntutan yang dianggapnya terlalu tinggi ini. Rachmat Yasin menyatakan, dirinya telah mengakui perbuatan dan telah mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan. “Karena itu, saya akan sampaikan nanti keberatan-keberatan ini dalam pleidoi pribadi dan pleidoi pengacara saya,” tandasnya.
Sebelumnya, KPK berhasil menangkap tangan Rachmat Yasin bersama 10 orang pada Rabu (7/5). Rachmat Yasin ditangkap karena diduga terlibat kasus suap tukar-menukar kawasan hutan PT Bukit Jonggol Asri di Kabupaten Bogor seluas 2.700 hektare. Dari operasi tangkap tangan (OTT) itu, penyidik KPK berhasil menyita barang bukti berupa uang Rp1,5 miliar yang terdiri dari pecahan Rp50.000 dan Rp100.000.
Setelah melalui pemeriksaan, pagi harinya atau Kamis (8/5), KPK menetapkan tiga tersangka kasus ini. Mereka adalah Rachmat Yasin, M Zairin, dan Franciscus Xaverius Yohan Yap. Tidak berhenti di situ, pada 30 September 2014, KPK menetapkan status tersangka dan menahan Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri (BJA) Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng.
Dia ditetapkan tersangka pemberi suap Rp4,5 miliar kepada Rachmat Yasin dan M Zairin. Suap ini diberikan Swie Teng melalui perantara Franciscus Xaverius Yohan Yap.
Iwa ahmad sugriwa
Tuntutan itu dibacakan JPU dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jawa Barat, kemarin. Anggota JPU Lie Putra Setiawan menyatakan, terdakwa Rachmat Yasin dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 12 (a) UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001.
“Sebagaimana dalam dakwaan pertama, menuntut terdakwa selama tujuh tahun dan enam bulan dikurangi tahanan, dan denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan,” ujar Lie di hadapan majelis hakim. Menurut dia, terdakwa sebagai kepala daerah telah terbukti dan mengakui bersalah melanggar hukum melakukan tukar-menukar kawasan hutan seluas 2.700 hektare di Bogor.
Perbuatan terdakwa, kata Lie, nyata dan sadar dilakukan serta sudah mengetahui bertentangan dengan hukum sebagai penyelenggara negara. Selain itu, JPU juga menuntut agar majelis hakim mencabut hak terdakwa untuk dipilih menjadi pejabat publik selama tiga tahun ke depan. Dalam pembacaan tuntutan itu, JPU tetap mempertimbangkan hal-hal memberatkan dan meringankan.
Untuk halhal yang memberatkan, terdakwa sebagai penyelenggara negara telah menciderai pemerintahan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sehingga tidak mencontohkan yang baik buat masyarakat. Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa mengakui telah menerima Rp3 miliar dari kasus suap tukar-menukar lahan hutan itu, belum pernah dihukum, dan selama dua periode menjadi bupati Bogor telah menerima berbagai penghargaan.
Dalam uraiannya, tim JPU memaparkan bahwa terdakwa terbukti melakukan sejumlah pertemuan termasuk dengan Kwee Cahyadi Kumala terkait bantuan untuk segera menerbitkan surat rekomendasi soal tukar-menukar kawasan hutan.
“Terdakwa menginsyafi telah menghendaki pemberian uang sebelum adanya penerbitan surat rekomendasi. Pemberian uang tersebut membuat terdakwa mempercepat penerbitan surat rekomendasi yang diajukan PT BJA,” tutur JPU.
Perbuatan Rachmat Yasin, menurut JPU, telah memenuhi unsur menerima hadiah bukan hanyajanji. TermasukuangRp1,5 miliar terakhir yang merupakan sisa uang yang akan diberikan oleh Franciscus Xaverius Yohan Yap dari Rp5 miliar yang dijanjikan.
“Meski secara fisik terdakwa tidak menerima, terdakwa telah menyuruh M Zairin (kepala Dinas Kehutanan dan Pertanian Kabupaten Bogor) untuk menerima dan mengambil uang tersebut untuk selanjutnya dibagibagikan untuk Zairin, sekda, dan lainnya. Perintah terdakwa tersebut merupakan bentuk memiliki kekuasaan atas uang tersebut,” tutur JPU.
Niat dan perbuatan untuk menerbitkan surat rekomendasi karena adanya imbalan dari PT BJA telah tampak dengan nyata, dengan diterimanya Rp1 miliar pada Februari dan Rp 2 miliar pada Maret 2014. “Penyerahan uang dengan keluarnya surat rekomendasi yang berdekatan waktunya menunjukkan adanya perbuatan yang berkelanjutan,” ungkap JPU.
Terdakwa menyampaikan pada M Zairin sebagai kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor untuk memproses surat rekomendasi, termasuk mencari argumentasi supaya bisa menerbitkan izin meskipun sudah ada izin lainnya di lahan tersebut. Selanjutnya, sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Barita Lumban Gaol itu mempersilakan kepada terdakwa dan penasihat hukumnya untuk mengajukan pleidoi (nota pembelaan) pada agenda sidang pekan depan.
Seusai sidang, Rachmat Yasin mengaku keberatan atas tuntutan yang dianggapnya terlalu tinggi ini. Rachmat Yasin menyatakan, dirinya telah mengakui perbuatan dan telah mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan. “Karena itu, saya akan sampaikan nanti keberatan-keberatan ini dalam pleidoi pribadi dan pleidoi pengacara saya,” tandasnya.
Sebelumnya, KPK berhasil menangkap tangan Rachmat Yasin bersama 10 orang pada Rabu (7/5). Rachmat Yasin ditangkap karena diduga terlibat kasus suap tukar-menukar kawasan hutan PT Bukit Jonggol Asri di Kabupaten Bogor seluas 2.700 hektare. Dari operasi tangkap tangan (OTT) itu, penyidik KPK berhasil menyita barang bukti berupa uang Rp1,5 miliar yang terdiri dari pecahan Rp50.000 dan Rp100.000.
Setelah melalui pemeriksaan, pagi harinya atau Kamis (8/5), KPK menetapkan tiga tersangka kasus ini. Mereka adalah Rachmat Yasin, M Zairin, dan Franciscus Xaverius Yohan Yap. Tidak berhenti di situ, pada 30 September 2014, KPK menetapkan status tersangka dan menahan Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri (BJA) Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng.
Dia ditetapkan tersangka pemberi suap Rp4,5 miliar kepada Rachmat Yasin dan M Zairin. Suap ini diberikan Swie Teng melalui perantara Franciscus Xaverius Yohan Yap.
Iwa ahmad sugriwa
(bbg)