Pengusaha Tembakkan Pistol ke Kepala
A
A
A
JAKARTA - Tragis. Seorang direktur perusahaan swasta menembakkan pistol ke kepalanya saat berada di sebuah hotel di Jalan Bulungan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (4/11) lalu.
RS diduga bunuh diri dengan senjata api yang masih digenggam di tangan kanannya. “Korban tewas dengan luka tembak di kepala. Ditemukan juga senjata api jenis Baretta 32 berikut selongsong peluru yang tergeletak di karpet,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Heru Pranoto kemarin. Sebelumnya, pihak kepolisian menerima laporan dari pihak hotel bahwa ada salah satu pengunjung yang tewas di kamar 339.
Saat polisi mendatangi lokasi kejadian, korban tewas hanya menggunakan kaos putih dan memakai celana pendek hitam. Berdasarkan keterangan yang dihimpun, dalam satu bulan korban bisa sampai lima kali menginap di hotel tersebut. Korban sudah check-in di kamar tersebut pada Senin (3/11), namun saat waktunya check-out korban tidak kunjung keluar dan akhirnya petugas kebersihan menemukan korban tak bernyawa dengan luka tembak di kepala.
Heru mengatakan, polisi akan meneliti kepemilikan izin senjata api tersebut. Diketahui senjata api itu memang mengantongi izin dan surat-surat lantaran di dalam dompet korban terdapat kartu senjata api berpeluru karet. “Motifnya belum dapat diketahui, kami baru sampai tahap penyelidikan dugaan tewasnya korban,” ujarnya.
Psikolog dari Universitas Pancasila (UP) Charyna Ayu Rizkyanti menilai bunuh diri yang dilakukan direktur perusahaan swasta itu bisa dilatarbelakangi tiga faktor penentu yaitu kognitif, emosi, dan spiritual. “Jika salah satunya terganggu maka mempengaruhi yang lain. Ketiganya harus sejalan,” ujarnya.
Dia menjelaskan, setiap individu memiliki tekanan stres masing-masing. Namun bagaimana individu mengendalikan tekanan tersebut, bergantung pada kemampuan mengendalikan emosinya. Misalnya, seorang yang mengalami masalah tentu tingkat stresnya akan lebih tinggi. Kemudian kondisi itu diterima oleh otak (kognitif). Sebelum membuat keputusan maka individu akan bertanya pada emosinya sendiri.
“Kalau emosi positif maka otak akan menerima perintah untuk tidak bunuh diri. Sebaliknya jika emosi negatif maka keputusannya akan negatif,” katanya. Kepandaian mengelola emosi bisa dimulai dari lingkungan keluarga. Jika sudah bagus maka ketika berada di lingkungan sosial, individu akan mampu menghadapi masalah dengan membuat keputusan positif. “Dan, faktor spiritual juga menjadi berpengaruh,” ucapnya.
Sementara itu, Poiman, 60, nekat mengakhiri hidup dengan gantung diri di rumahnya Jalan Yayasan Nurul Huda No 22, Bantargebang, Kota Bekasi, kemarin. Pria bujangan tanpa keluarga ini diduga gantung diri karena sakit yang dideritanya sejak beberapa tahun lalu tak kunjung sembuh. “Korban ditemukan sudah menggantung di dapur,” kata Amel, 60, warga sekitar. Di Kabupaten Bekasi, seorang wanita ditemukan tewas membusuk di Perumahan Trevista Blok B4, Kebalen, Babelan, Selasa (4/11) malam. Saat ditemukan, Rani Heriyani, 31, hanya mengenakan celana dalam.
Penemuan wanita yang bekerja sebagai karyawan perusahaan swasta tersebut menggemparkan warga sekitar. Pasalnya, korban sempat menghilang beberapa hari ketika keluarganya sedang menunaikan ibadah haji. Dugaan sementara Rani tewas dibunuh. Menurut tetangga korban, Titin, 40, sejak korban menghilang, keadaan rumahnya terkunci dan mobil terparkir di depan rumah.
Korban diketahui belum menikah dan tidak mempunyai masalah dengan siapa pun. Namun karena saat itu warga mencium bau busuk, warga bersama polisi berinisiatif masuk ke rumah korban. Korban pun ditemukan tewas membusuk dan tergeletak di lantai kamarnya hanya memakai celana dalam.
Kasubbag Humas Polresta Bekasi Kabupaten Iptu Makmur mengaku belum bisa memastikan penyebab kematian korban dan menunggu hasil autopsi. “Tapi dugaan sementara ke sana (dibunuh) memang ada,” ucapnya.
Bima setiyadi/ Abdullah m surjaya/ R ratna purnama
RS diduga bunuh diri dengan senjata api yang masih digenggam di tangan kanannya. “Korban tewas dengan luka tembak di kepala. Ditemukan juga senjata api jenis Baretta 32 berikut selongsong peluru yang tergeletak di karpet,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Heru Pranoto kemarin. Sebelumnya, pihak kepolisian menerima laporan dari pihak hotel bahwa ada salah satu pengunjung yang tewas di kamar 339.
Saat polisi mendatangi lokasi kejadian, korban tewas hanya menggunakan kaos putih dan memakai celana pendek hitam. Berdasarkan keterangan yang dihimpun, dalam satu bulan korban bisa sampai lima kali menginap di hotel tersebut. Korban sudah check-in di kamar tersebut pada Senin (3/11), namun saat waktunya check-out korban tidak kunjung keluar dan akhirnya petugas kebersihan menemukan korban tak bernyawa dengan luka tembak di kepala.
Heru mengatakan, polisi akan meneliti kepemilikan izin senjata api tersebut. Diketahui senjata api itu memang mengantongi izin dan surat-surat lantaran di dalam dompet korban terdapat kartu senjata api berpeluru karet. “Motifnya belum dapat diketahui, kami baru sampai tahap penyelidikan dugaan tewasnya korban,” ujarnya.
Psikolog dari Universitas Pancasila (UP) Charyna Ayu Rizkyanti menilai bunuh diri yang dilakukan direktur perusahaan swasta itu bisa dilatarbelakangi tiga faktor penentu yaitu kognitif, emosi, dan spiritual. “Jika salah satunya terganggu maka mempengaruhi yang lain. Ketiganya harus sejalan,” ujarnya.
Dia menjelaskan, setiap individu memiliki tekanan stres masing-masing. Namun bagaimana individu mengendalikan tekanan tersebut, bergantung pada kemampuan mengendalikan emosinya. Misalnya, seorang yang mengalami masalah tentu tingkat stresnya akan lebih tinggi. Kemudian kondisi itu diterima oleh otak (kognitif). Sebelum membuat keputusan maka individu akan bertanya pada emosinya sendiri.
“Kalau emosi positif maka otak akan menerima perintah untuk tidak bunuh diri. Sebaliknya jika emosi negatif maka keputusannya akan negatif,” katanya. Kepandaian mengelola emosi bisa dimulai dari lingkungan keluarga. Jika sudah bagus maka ketika berada di lingkungan sosial, individu akan mampu menghadapi masalah dengan membuat keputusan positif. “Dan, faktor spiritual juga menjadi berpengaruh,” ucapnya.
Sementara itu, Poiman, 60, nekat mengakhiri hidup dengan gantung diri di rumahnya Jalan Yayasan Nurul Huda No 22, Bantargebang, Kota Bekasi, kemarin. Pria bujangan tanpa keluarga ini diduga gantung diri karena sakit yang dideritanya sejak beberapa tahun lalu tak kunjung sembuh. “Korban ditemukan sudah menggantung di dapur,” kata Amel, 60, warga sekitar. Di Kabupaten Bekasi, seorang wanita ditemukan tewas membusuk di Perumahan Trevista Blok B4, Kebalen, Babelan, Selasa (4/11) malam. Saat ditemukan, Rani Heriyani, 31, hanya mengenakan celana dalam.
Penemuan wanita yang bekerja sebagai karyawan perusahaan swasta tersebut menggemparkan warga sekitar. Pasalnya, korban sempat menghilang beberapa hari ketika keluarganya sedang menunaikan ibadah haji. Dugaan sementara Rani tewas dibunuh. Menurut tetangga korban, Titin, 40, sejak korban menghilang, keadaan rumahnya terkunci dan mobil terparkir di depan rumah.
Korban diketahui belum menikah dan tidak mempunyai masalah dengan siapa pun. Namun karena saat itu warga mencium bau busuk, warga bersama polisi berinisiatif masuk ke rumah korban. Korban pun ditemukan tewas membusuk dan tergeletak di lantai kamarnya hanya memakai celana dalam.
Kasubbag Humas Polresta Bekasi Kabupaten Iptu Makmur mengaku belum bisa memastikan penyebab kematian korban dan menunggu hasil autopsi. “Tapi dugaan sementara ke sana (dibunuh) memang ada,” ucapnya.
Bima setiyadi/ Abdullah m surjaya/ R ratna purnama
(ars)