DPR Tandingan Wujud Haus Kekuasaan

Minggu, 02 November 2014 - 12:47 WIB
DPR Tandingan Wujud...
DPR Tandingan Wujud Haus Kekuasaan
A A A
JAKARTA - Pembentukan DPR tandingan yang dilakukan Koalisi Indonesia hebat (KIH) merupakan wujud haus kekuasaan. Banyaknya kader KIH yang tidak terakomodasi dalam komposisi eksekutif mendorong mereka mengerahkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan di legislatif.

”Mereka ini (KIH) butuh yang namanya eksistensi karena di eksekutif gagal, kursi menteri sedikit, makanya mereka mencoba mencari di legislatif, eh kok ya gagal juga,” ucap pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio saat menjadi pembicara diskusi Polemik Sindo Trijaya, ”Polemik Ribut DPR”, di Warung Daun Cikini, Jakarta, kemarin.

Hendri mengatakan pernyataannya ini juga diperkuat dengan ucapan politikus KIH Effendi Simbolon yang menyebut pihaknya tidak ingin kehilangan posisinya di Gedung Dewan. Hal itu tentu membuktikan bahwa KIH tidak ingin kehilangan jabatan dan kekuasaan dilegislatif.” Bahasa gamblangnya mengejar kekuasaan. Bayangkan mereka partai pemenang pemilu (PDIP), tapi hanya memperoleh 4 kursi saja di kementerian,” jelasnya.

Hendri mengatakan kekeliruan KIH membentuk DPR tandingan juga akan berpengaruh pada pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Dengan adanya dualisme di DPR, tugas legislasi, pengawasan, dan penganggaran akan terhambat.

Jika menginginkan ketegangan berakhir, dibutuhkan pembicaraan lanjutan antarkedua pihak meski selama ini pembicaraan selalu kandas karena sikap KIH yang gagal dalam membangun komunikasi politiknya. ”KIH-nya harus legawa, mencari celah saja kira-kira yang bisa dilakukan dari kerja sama dengan KMP supaya mereka dengan nyata juga mendukung pemerintahan Jokowi-JK,” lanjutnya.

Hendri menyarankan ketimbang membuat DPR tandingan, alangkah baiknya jika KIH membuat DPR bayangan (shadow parliament ) yang tugasnya mengawal kinerja legislatif.” Jadikalauadakeputusan yang tidak sesuai dengan pemerintahan Jokowi, mereka bisa memberikan masukan-masukan yang bagus. Tidak berusaha mengambil legitimasi dari yang sudah ada sekarang,” tambahnya.

Politikus PDIP Effendi Simbolon menegaskan posisi DPR sebagai lembaga negara seharusnya tidak boleh didominasi kekuatan tertentu karena parlemen representasi dari rakyat. ”Apa iya sebuah lembaga negara yang terdiri atas 10 partai, 10 fraksi, kok bisa yang mengelola hanya 5, lalu yang lain hanya outsourcing? Ya nggak mungkinlah, kita tidak akan biarkan gerakan seperti itu,” ucap Effendi.

Dia membantah bahwa DPR bentukan KIH adalah tandingan dari DPR pimpinan Setya Novanto. Menurut dia, pihaknya hanya menyampaikan mosi tidak percaya sehingga menginginkan pemimpin yang bisa menjalankan fungsi DPR dengan benar.

Effendi juga yakin apa yang dilakukan ini tidak akan mengganggu jalannya pemerintahan Jokowi-JK. Sebab apa yang dilakukan ini justru baik untuk pemerintah.

Lebih jauh Effendi mengatakan pembagian kader PDIP sudah cukup tepat dan tidak ada indikasi mengejar eksistensi kekuasaan. ”Ada yang di kabinet ada yang di parlemen ada yang di eksekutif, nantinya mungkin di yudikatif. Kan kita membagi habis kekuasaan itu dengan menempatkan kader-kadernya di posisi penyelenggara negara yang ada,” ucapnya.

Sementara itu fraksi-fraksi dari koalisi merah putih (KMP) tetap membuka peluang terjadinya komunikasi lanjutan untuk mengakhiri polemik yang terjadi di DPR. Meskipun cara komunikasi politik sudah sempat dilakukan KMP sebelum dilakukannya pemilihan alat kelengkapan Dewan (AKD), untuk kepentingan rakyat yang luas mereka siap untuk melakukannya kembali. ”Yang namanya politik kan tidak mengenal siang, sore, dan malam. Masalahnya kita mau ngotot-ngototan atau tidak. Kalau KMP terbuka saja,” ucap politikus PKS Mahfudz Siddiq.

Dia juga sudah mendengar langsung komentar dari politikus PDIP Effendi Simbolon yang mengaku tidak mempersoalkan model proporsional atau tidak dalam penentuan AKD. Memang, menurut Mahfudz, seharusnya hal tersebut dinyatakan ketika KIH diminta menyodorkan nama-nama AKD. ”KIH itu kalau mau komunikasi, negosiasi jelas dong, mereka itu kan satufraksi, satusuara, satusikap. Jangan sampai kita negosiasi ini, satu unsur KIH lain justru tidak jelas,” katanya.

Mahfudz juga memastikan tidak menutup kemungkinan terjadinya lobi-lobi politik di antara jajaran elite partai. Hal itu agar persoalan di DPR ini bisa terselesaikan.” Mudah-mudahanini bisa menyelesaikan,” tuturnya.

Harus Musyawarah

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengharapkan tidak ada kepengurusan tandingan di DPR. Karenanya semua pihak yang berseberangan mesti bermusyawarah. Bila pada akhirnya tidak mendapatkan titik temu sampai minggu depan, JK menyatakan tidak menutup kemungkinan eksekutif akan turun tangan. ”Kalau tidak (damai) tentu pemimpin negara harus ikut serta, tapi sementara ini teman-teman berusaha musyawarah dulu,” tegasnya di Jakarta kemarin. Meski sudah ada pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, perlu ada komunikasi yang lebih intensif di tingkat pelaksana.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan, pemerintah tidak akan ikut campur dalam kisruh yang terjadi di DPR. ”Sekarang sedang ada masalah, silakan DPR sendirilah yang menyelesaikannya, nantikami(pemerintah) masuk salah lagi, biarlah mereka menyelesaikan,” ujarnya.

Apalagi mereka berada dalam satu atap di lembaga DPR yang terdapat fraksi dan pimpinan masing-masing. ”Mereka tokoh-tokoh politik hebat, saya kira mereka bisa kalau dirembuk dengan baik, asas musyawarah ” katanya.

Tjahjo menepis anggapan bahwa KIH tidak bisa membangun komunikasi politik atau lobi-lobi di DPR. ”Ya nggak dong, gimana mau lobi wong voting sejak awal kok itu aja. Kita ingin musyawarah, kita ingin proporsional,” ujarnya.

Mantan Sekjen PDIP itu mengaku, kisruh yang terjadi di DPR tidak akan mengganggu kinerja pemerintah. ”Pemerintah jalan terus, nggak masalah. Kita berharap cepat ada musyawarah mufakat. Nggak ada hambatan, kami jalan terus,” ucapnya.

Tjahjo optimistis jika musyawarah yang dikedepankan, akan dihasilkan titik temu antara kedua kubu sehingga tidak ada lagi perbedaan. ”Kita harus optimistis,” sebutnya. Tidak hanya itu, sambung Tjahjo, Presiden Jokowi juga tidak perlu mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mengatasi persoalan itu. ”Saya kira belum dululah, saya kira menunggu dulu sikap DPR menyelesaikan masalah sendiri,” ucapnya.

Dian ramdhani/Sucipto
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8757 seconds (0.1#10.140)