Selami Laut lewat Ponsel
A
A
A
BUKAN hanya akses lanskap daratan dan luar angkasa yang dapat diakses melalui teknologi canggih. Kini, sejumlah peneliti dari Universitas Queensland, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan beberapa universitas di Indonesia juga memberikan kemudahan untuk mengakses keindahan biota laut dengan ponsel.
Proyek bernama Catlin Seaview Survey yang bekerja sama dengan Google Mapsini dapat dilihat dan dinavigasikan melalui situs global reefrecord.org. Tujuannya ingin memfasilitasi masyarakat agar dapat melihat ekosistem laut di seluruh dunia, tanpa harus melakukan penyelaman secara langsung. Tentunya, hal ini akan membantu banyak pihak, seperti mahasiswa ilmu kelautan, masyarakat lokal di daerah pesisir, dan siapa pun yang tertarik dengan laut.
Tim Catlin juga melakukan pengambilan gambar di dalam laut dan mengunggahnya di laman yang sama. Hebatnya lagi, setiap gambar dilengkapi dengan lokasi GPS yang akurat supaya dapat melihat perubahan terumbu karang pada masa depan. Khusus di Indonesia, baru-baru ini telah dilakukan pengambilan gambar di Sulawesi Utara dan Kepulauan Karimun Jawa dengan penyelaman sebanyak 65 kali.
Daerah tersebut dipilih karena terumbu karang kini perlahan menjadi tumbuhan langka di perairan dunia, ìMungkin pada pertengahan abad ini, daerah seperti Karimun Jawa menjadi satu-satunya daerah yang memiliki terumbu karang,î jelas Prof Ove Hough-Guldberg, selaku Kepala Ilmuwan Universitas Queensland.
Hal ini juga dikonfirmasi dari data tim Catlin bahwa dalam tiga dasawarsa terakhir, perairan dunia telah kehilangan 40% terumbu karang. Karena itu, unggahan gambar tersebut berguna sebagai pesan untuk masyarakat Indonesia agar menjaga terumbu karangnya. Kemudahan mengakses ini juga dapat digunakan sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat di pesisir.
Hal itu agar mereka menghargai indahnya alam bawah laut, tempat selama ini kehidupan masyarakatnya bergantung pada laut. Jika tidak ada yang peduli dengan pemantauan biota laut, maka bukan hanya ekosistemnya yang rusak, iklim secara global juga akan terkena dampaknya.
Demi memenuhi keperluan kelengkapan gambar, tim Catlin menggunakan kamera yang dirancang sendiri, yaitu kamera SVII yang dilengkapi satelit untuk pemetaan atmosfer dan permukaan bumi. Namun, SVII baru dirancang sebanyak empat unit. ìKarena total biaya pembuatan dan pengembangan kamera yang mencapai USD320.000, “Maka kami butuh waktu untuk dapat survei ke banyak tempat, sekalipun proses penyelesaian gambar dapat dilakukan dalam hitungan hari,” papar Prof Benjamin Neal, Ketua Tim Peneliti Catlin Seaview.
Setelah menyelesaikan survei di kawasan Great Barrier Reef dan Karibia, saat ini Catlin Seaview Survey sedang memusatkan perhatian terhadap Segitiga Terumbu Karang di kawasan Asia Tenggara. Diperkirakan dalam waktu dekat, perairan Maluku dan Raja Ampat akan menjadi lokasi selanjutnya. Nah, selain sebagai referensi pemerintah dunia untuk mengambil langkah yang tepat pada masa depan terkait biota laut, anak muda pun tetap dapat punya peran dari penelitian skala dunia ini.
Selain bisa belajar banyak tentang biota laut, kita juga bisa membantu mengedukasi para pelaut di wilayah pesisir, dan yang paling mudah adalah dengan mengurangi polusi berkendaraan agar laut Indonesia tetap sehat.
RABIA EDRA ALMIRA
Proyek bernama Catlin Seaview Survey yang bekerja sama dengan Google Mapsini dapat dilihat dan dinavigasikan melalui situs global reefrecord.org. Tujuannya ingin memfasilitasi masyarakat agar dapat melihat ekosistem laut di seluruh dunia, tanpa harus melakukan penyelaman secara langsung. Tentunya, hal ini akan membantu banyak pihak, seperti mahasiswa ilmu kelautan, masyarakat lokal di daerah pesisir, dan siapa pun yang tertarik dengan laut.
Tim Catlin juga melakukan pengambilan gambar di dalam laut dan mengunggahnya di laman yang sama. Hebatnya lagi, setiap gambar dilengkapi dengan lokasi GPS yang akurat supaya dapat melihat perubahan terumbu karang pada masa depan. Khusus di Indonesia, baru-baru ini telah dilakukan pengambilan gambar di Sulawesi Utara dan Kepulauan Karimun Jawa dengan penyelaman sebanyak 65 kali.
Daerah tersebut dipilih karena terumbu karang kini perlahan menjadi tumbuhan langka di perairan dunia, ìMungkin pada pertengahan abad ini, daerah seperti Karimun Jawa menjadi satu-satunya daerah yang memiliki terumbu karang,î jelas Prof Ove Hough-Guldberg, selaku Kepala Ilmuwan Universitas Queensland.
Hal ini juga dikonfirmasi dari data tim Catlin bahwa dalam tiga dasawarsa terakhir, perairan dunia telah kehilangan 40% terumbu karang. Karena itu, unggahan gambar tersebut berguna sebagai pesan untuk masyarakat Indonesia agar menjaga terumbu karangnya. Kemudahan mengakses ini juga dapat digunakan sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat di pesisir.
Hal itu agar mereka menghargai indahnya alam bawah laut, tempat selama ini kehidupan masyarakatnya bergantung pada laut. Jika tidak ada yang peduli dengan pemantauan biota laut, maka bukan hanya ekosistemnya yang rusak, iklim secara global juga akan terkena dampaknya.
Demi memenuhi keperluan kelengkapan gambar, tim Catlin menggunakan kamera yang dirancang sendiri, yaitu kamera SVII yang dilengkapi satelit untuk pemetaan atmosfer dan permukaan bumi. Namun, SVII baru dirancang sebanyak empat unit. ìKarena total biaya pembuatan dan pengembangan kamera yang mencapai USD320.000, “Maka kami butuh waktu untuk dapat survei ke banyak tempat, sekalipun proses penyelesaian gambar dapat dilakukan dalam hitungan hari,” papar Prof Benjamin Neal, Ketua Tim Peneliti Catlin Seaview.
Setelah menyelesaikan survei di kawasan Great Barrier Reef dan Karibia, saat ini Catlin Seaview Survey sedang memusatkan perhatian terhadap Segitiga Terumbu Karang di kawasan Asia Tenggara. Diperkirakan dalam waktu dekat, perairan Maluku dan Raja Ampat akan menjadi lokasi selanjutnya. Nah, selain sebagai referensi pemerintah dunia untuk mengambil langkah yang tepat pada masa depan terkait biota laut, anak muda pun tetap dapat punya peran dari penelitian skala dunia ini.
Selain bisa belajar banyak tentang biota laut, kita juga bisa membantu mengedukasi para pelaut di wilayah pesisir, dan yang paling mudah adalah dengan mengurangi polusi berkendaraan agar laut Indonesia tetap sehat.
RABIA EDRA ALMIRA
(bbg)