Saksi Ahli Masuk Objek Perlindungan

Jum'at, 31 Oktober 2014 - 14:37 WIB
Saksi Ahli Masuk Objek Perlindungan
Saksi Ahli Masuk Objek Perlindungan
A A A
JAKARTA - Objek saksi dan korban yang berhak mendapat pelayanan perlindungan termasuk perlindungan terhadap keluarganya dalam proses peradilan pidana diperluas.

Hal ini untuk mendorong proses penegakan hukum yang selama ini masih terhalang oleh kurangnya kesaksian di pengadilan akibat ancaman terhadap saksi. Penguatan ini ditegaskan dalam UU 31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. UU ini merupakan revisi dari UU 13/2006. Keberadaan aturan ini penting dalam mengatasi kejahatan terorganisasi.

Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan, aparat penegak hukum dalam mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana sering mengalami kesulitan karena tidak dapat menghadirkan saksi dan atau korban disebabkan ancaman fisik maupun psikis dari pihak tertentu terhadap saksi dan atau korban.

”Undang-undang ini menugaskan dan memberikan LPSK wewenang untuk memberikan perlindungan dan bantuan kepada saksi dan korban dalam rangka proses peradilan pidana,” kata Semendawai di Jakarta kemarin. Semendawai menyebut, objek perlindungan dalam UU yang baru telah diperluas menjadi enam objek. Yakni, perlindungan bagi saksi, korban, pelapor, justice collaborator (saksi pelaku), saksi ahli, dan seseorang yang dimintai keterangan karena memiliki informasi meski dia tidak mendengar, tidak melihat, atau tidak mengetahui peristiwa secara langsung.

Dari enam objek itu salah satu yang baru adalah perlindungan kepada saksi ahli. ”Saksi ahli banyak dimintai keterangan. Bahkan keterangan dari ahli ini menentukan apakah kasus dilanjutkan atau tidak,” paparnya. Sayangnya, untuk mendapatkan kesaksian dari seorang ahli juga tidak gampang. Mereka ternyata juga mendapat tekanan, ancaman, sehingga perlu dilindungi. ”Di mahkamah internasional pun sudah diatur perlindungannya,” ujarnya.

Semendawai menuturkan, status korban yang berhak dilindungi juga terjadi perluasan. Jika sebelumnya terfokus pada korban hak asasi manusia (HAM) berat saja, sekarang merambah pada korban terorisme, pelecehan seksual, dan human trafficking. ”Mereka berhak dibantu secara medis dan psikologis. Ada juga berhak mendapat pelayanan psikososial,” ungkapnya. Pelayanan psikososial ini di antaranya bantuan bagi korban yang kesulitan memenuhi kebutuhan pokok. Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi menambahkan, perlindungan terhadap saksi dan korban di banyak negara diapresiasi karena bisa mengatasi kejahatan terorganisasi yang semakin marak di masyarakat.

Bahkan dalam banyak kasus, perlindungan dan reward diberikan kepada saksi pelaku yang telah melakukan kejahatan besar misalnya gangster, demi mengungkap kejahatan yang lebih besar. Anggota Dewan Pers Imam Wahyudi mengatakan, media harus lebih bijaksana dalam pemberitaan sehingga dari berita yang dibuat tidak menimbulkan ancaman kepada saksi dan korban.

Fefy dwi haryanto
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4259 seconds (0.1#10.140)