Fraksi PDIP Cabut Gugatan UU MD3
A
A
A
JAKARTA - Tiga anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP) mencabut gugatannya terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPR dan DPRD (MD3) yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan tersebut dicabut dengan harapan bisa memperlancar lobi yang dilakukan PDIP dan fraksi anggota Koalisi Indonesia Hebat (KIH) terkait pemilihan pimpinan komisi dan alat kelengkapan Dewan (AKD).
Ketiga penggugat itu ialah Dwi Ria Latifa, Junimart Girsang, dan Henry Yosodiningrat. Mereka menggugat Pasal15ayat (2) UU MD3 terkait pemilihan pimpinan DPR. Tadinya mereka menilai berlakunya Pasal 15 ayat (2) merugikan hak konstitusionalnya karena tidak dapat menjadi pihak yang berhak menentukan pimpinan MPR.
Pasalnya, fraksi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) tidak dapat membentuk paket pimpinan karena kekurangan satu fraksi. Pencabutan gugatan ini bukan karena sudah terlambat, tetapi dengan alasan lebih mengutamakan musyawarah mufakat untuk semua permasalahan di DPR di masa mendatang.
Dwi Ria Latifa menyadari apa yang diajukan ke MK bisa saja menjadi polemik baru ketika nantinya diputuskan MK. ”Dulu kan memang pengajuan gugatan untuk itu (pemilihan pimpinan MPR), tapi dengan berbagai pertimbangan akhirnya kami putuskan untuk mencabut permohonan,” ujarnya seusai persidangan di MK kemarin.
Kendati pencabutan gugatan itu tidak akan berpengaruh terhadap jalannya lobi terkait pemilihan pimpinan alat kelengkapan DPR, namun dia yakin langkah tersebut justru akan membuka jalan dilakukannya musyawarah terbaik atas tarik-menarik antara KIH dengan Koalisi Merah Putih (KMP) di DPR saat ini. Bukan hanya untuk alat kelengkapan DPR, untuk ke depan fraksinya juga berharap semua persoalan mengenai tata tertib bisa diselesaikan dengan jalan musyawarah mufakat.
Dengan dicabutnya gugatan tersebut, MK menyatakan yang bersangkutan tidak bisa mengajukan kembali pengujian norma Pasal 15 ayat (2) UU MD3 di kemudian hari. Hanya, Dwi Ria Latifa dkk tetap bisa mengajukan permohonan jika batu uji dan alasan yang digunakan berbeda. ”Prinsipnya MK menyerahkan pada pemohon. Kami akan tetap mengeluarkan ketetapan yang akan dibacakan secara resmi dalam sidang,” ucap Ketua Majelis Patrialis Akbar dalam sidang.
Nurul adriyana
Gugatan tersebut dicabut dengan harapan bisa memperlancar lobi yang dilakukan PDIP dan fraksi anggota Koalisi Indonesia Hebat (KIH) terkait pemilihan pimpinan komisi dan alat kelengkapan Dewan (AKD).
Ketiga penggugat itu ialah Dwi Ria Latifa, Junimart Girsang, dan Henry Yosodiningrat. Mereka menggugat Pasal15ayat (2) UU MD3 terkait pemilihan pimpinan DPR. Tadinya mereka menilai berlakunya Pasal 15 ayat (2) merugikan hak konstitusionalnya karena tidak dapat menjadi pihak yang berhak menentukan pimpinan MPR.
Pasalnya, fraksi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) tidak dapat membentuk paket pimpinan karena kekurangan satu fraksi. Pencabutan gugatan ini bukan karena sudah terlambat, tetapi dengan alasan lebih mengutamakan musyawarah mufakat untuk semua permasalahan di DPR di masa mendatang.
Dwi Ria Latifa menyadari apa yang diajukan ke MK bisa saja menjadi polemik baru ketika nantinya diputuskan MK. ”Dulu kan memang pengajuan gugatan untuk itu (pemilihan pimpinan MPR), tapi dengan berbagai pertimbangan akhirnya kami putuskan untuk mencabut permohonan,” ujarnya seusai persidangan di MK kemarin.
Kendati pencabutan gugatan itu tidak akan berpengaruh terhadap jalannya lobi terkait pemilihan pimpinan alat kelengkapan DPR, namun dia yakin langkah tersebut justru akan membuka jalan dilakukannya musyawarah terbaik atas tarik-menarik antara KIH dengan Koalisi Merah Putih (KMP) di DPR saat ini. Bukan hanya untuk alat kelengkapan DPR, untuk ke depan fraksinya juga berharap semua persoalan mengenai tata tertib bisa diselesaikan dengan jalan musyawarah mufakat.
Dengan dicabutnya gugatan tersebut, MK menyatakan yang bersangkutan tidak bisa mengajukan kembali pengujian norma Pasal 15 ayat (2) UU MD3 di kemudian hari. Hanya, Dwi Ria Latifa dkk tetap bisa mengajukan permohonan jika batu uji dan alasan yang digunakan berbeda. ”Prinsipnya MK menyerahkan pada pemohon. Kami akan tetap mengeluarkan ketetapan yang akan dibacakan secara resmi dalam sidang,” ucap Ketua Majelis Patrialis Akbar dalam sidang.
Nurul adriyana
(ars)