Lima Menteri Jokowi Abaikan KPK Soal LHKPN
A
A
A
JAKARTA - Lima menteri Kabinet Kerja pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) tercatat mengabaikan KPK dalam hal penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Hal ini terlihat dari LHKPN yang dilansir KPK dalam situs Anti Corruption Clearing House (ACCH). Lembaran LHKPN mereka diakses SINDO, hingga Senin 27 Oktober 2014 malam.
Pertama, Dwisuryo Indroyono Soesilo, pertama dan terakhir kali melaporkan LHKPN 12 Juni 2001. Saat itu Indroyono melaporkan dalam kapasitas sebagai Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan.
Tercatat, dia memiliki total harta sebesar Rp1.008.533.640 dan USD14.476. Sementara waktu menjabat sebagai Sekretaris Menkokesra 2008 hingga 2011, Indroyono tidak melaporkan. Kini dia menduduki kursi Menko Bidang Kemaritiman Kabinet Kerja.
Kedua, Tjahjo Kumolo pertama dan terakhir kali melaporkan LHKPN 15 Mei 2001 selaku anggota DPR. Lembaran LHKPN-nya hanya tiga lembar. Harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan sebesar Rp87,119 juta. Total keseluruhan hartanya tercatat 511.571.313.
Laporannya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP ini tercatat disahkan 19 Juli 2001. Padahal pria kelahiran Surakarta, Jawa Tengah, 1 Desember 1957 ini pernah menjadi anggota DPR dua periode, 2005-2009 dan 2009-2014. Kini Tjahjo menjabat Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Ketiga, Arief Yahya. Dia melaporkan LHKPN dua kali. Pertama 26 September 2006 dan terakhir 17 Agustuts 2010 selaku Direktur Enterprise and Wholeshale PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. Dalam laporan terakhir, harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan senilai Rp10,137 miliar.
Total kekayaannya Rp24,780 miliar jauh dari total pelaporan 2006 sebesar Rp7,199 miliar tanpa uang dollar Amerika Serikat. Saat menempati kursi CEO PT Telekomunikasi Indonesia sejak 11 Mei 2012 menggantikan posisi Rinaldi Firmansyah, Arief tak memperbaharui laporannya ke KPK. Arief kini Menteri Pariwisata dalam Kabinet Kerja.
Sementara dari situs ACCH KPK, nama Marwan Jafar tidak tercantum. Artinya selama menjabat sebagai anggota selama dua periode 2004-2009 dan 2009-2014, pria yang kini menjabat Menteri Desa dan PDT ini tidak pernah melaporkan LHKPN ke KPK.
Rekan separtai Marwan di DPP PKB, Muhammad Hanif Dhakiri juga tidak tidak ada LHKPN-nya. Tiga aksen nama mulai dari "Muhammad Hanif Dhakiri", "Muhammad Hanif", dan "Hanif Dhakiri' bahkan tidak ditemukan lembaran LHKPN anggota DPR RI periode 2009-2014 ini. Dari puluhan nama "Hanif" tidak ada satu kata kunci untuk nama dan LHKPN Muhammad Hanif Dhakiri.
Di sisi lain, ada dua yang bisa dibilang "paling taat" melaporkan LHKPN ke KPK, Ignasius Jonan dan Yasonna Hamonangan Laoly. Ignasius Jonan tercatat melaporkan LHKPN tiga kali. Terakhir tercatat 5 April 2012.
Harta tidak bergerak miliknya berupa enam aset tanah dan bangunan dengan total Rp14.123.645.000 naik dari pelaporan 5 Juni 2009 sebesar Rp9.486.654.000. Total harta keseluruhan Jonan dalam 5 April 2012 (disahkan 14 Januari 2013) sebesar Rp23.567.626.289. Saat melaporkan, tertulis dia menjabat sebagai Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Yasonna Hamonangan Laoly melaporkan LHKPN-nya dua kali. 22 September 2003 dan terakhir 1 Oktober 2009. Dari laporan terakhir tersebut, Yasonna tercatat sebagai anggota DPR 2009-2014. Per 1 Oktober 2009, dia tercantum memiliki aset berupa 12 item tanah dan bangunan senilai Rp2.295.552.000. Total keseluruhan hartanya sebesar Rp6.614.312.134.
Hal ini terlihat dari LHKPN yang dilansir KPK dalam situs Anti Corruption Clearing House (ACCH). Lembaran LHKPN mereka diakses SINDO, hingga Senin 27 Oktober 2014 malam.
Pertama, Dwisuryo Indroyono Soesilo, pertama dan terakhir kali melaporkan LHKPN 12 Juni 2001. Saat itu Indroyono melaporkan dalam kapasitas sebagai Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan.
Tercatat, dia memiliki total harta sebesar Rp1.008.533.640 dan USD14.476. Sementara waktu menjabat sebagai Sekretaris Menkokesra 2008 hingga 2011, Indroyono tidak melaporkan. Kini dia menduduki kursi Menko Bidang Kemaritiman Kabinet Kerja.
Kedua, Tjahjo Kumolo pertama dan terakhir kali melaporkan LHKPN 15 Mei 2001 selaku anggota DPR. Lembaran LHKPN-nya hanya tiga lembar. Harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan sebesar Rp87,119 juta. Total keseluruhan hartanya tercatat 511.571.313.
Laporannya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP ini tercatat disahkan 19 Juli 2001. Padahal pria kelahiran Surakarta, Jawa Tengah, 1 Desember 1957 ini pernah menjadi anggota DPR dua periode, 2005-2009 dan 2009-2014. Kini Tjahjo menjabat Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Ketiga, Arief Yahya. Dia melaporkan LHKPN dua kali. Pertama 26 September 2006 dan terakhir 17 Agustuts 2010 selaku Direktur Enterprise and Wholeshale PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. Dalam laporan terakhir, harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan senilai Rp10,137 miliar.
Total kekayaannya Rp24,780 miliar jauh dari total pelaporan 2006 sebesar Rp7,199 miliar tanpa uang dollar Amerika Serikat. Saat menempati kursi CEO PT Telekomunikasi Indonesia sejak 11 Mei 2012 menggantikan posisi Rinaldi Firmansyah, Arief tak memperbaharui laporannya ke KPK. Arief kini Menteri Pariwisata dalam Kabinet Kerja.
Sementara dari situs ACCH KPK, nama Marwan Jafar tidak tercantum. Artinya selama menjabat sebagai anggota selama dua periode 2004-2009 dan 2009-2014, pria yang kini menjabat Menteri Desa dan PDT ini tidak pernah melaporkan LHKPN ke KPK.
Rekan separtai Marwan di DPP PKB, Muhammad Hanif Dhakiri juga tidak tidak ada LHKPN-nya. Tiga aksen nama mulai dari "Muhammad Hanif Dhakiri", "Muhammad Hanif", dan "Hanif Dhakiri' bahkan tidak ditemukan lembaran LHKPN anggota DPR RI periode 2009-2014 ini. Dari puluhan nama "Hanif" tidak ada satu kata kunci untuk nama dan LHKPN Muhammad Hanif Dhakiri.
Di sisi lain, ada dua yang bisa dibilang "paling taat" melaporkan LHKPN ke KPK, Ignasius Jonan dan Yasonna Hamonangan Laoly. Ignasius Jonan tercatat melaporkan LHKPN tiga kali. Terakhir tercatat 5 April 2012.
Harta tidak bergerak miliknya berupa enam aset tanah dan bangunan dengan total Rp14.123.645.000 naik dari pelaporan 5 Juni 2009 sebesar Rp9.486.654.000. Total harta keseluruhan Jonan dalam 5 April 2012 (disahkan 14 Januari 2013) sebesar Rp23.567.626.289. Saat melaporkan, tertulis dia menjabat sebagai Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Yasonna Hamonangan Laoly melaporkan LHKPN-nya dua kali. 22 September 2003 dan terakhir 1 Oktober 2009. Dari laporan terakhir tersebut, Yasonna tercatat sebagai anggota DPR 2009-2014. Per 1 Oktober 2009, dia tercantum memiliki aset berupa 12 item tanah dan bangunan senilai Rp2.295.552.000. Total keseluruhan hartanya sebesar Rp6.614.312.134.
(kri)