Hacker Tobat Membantu Masyarakat

Minggu, 26 Oktober 2014 - 16:45 WIB
Hacker Tobat Membantu...
Hacker Tobat Membantu Masyarakat
A A A
Sudah menjadi kelaziman bahwa dunia teknologi informasi (TI) begitu akrab dengan anak-anak muda. Tidak jarang banyak kalangan muda yang secara serius memperdalam ilmu mereka di bidang ilmu komputer ini. Hal ini pula yang dilakukan pemuda asal Yogyakarta Muhammad Husen Asyhari, 30.

Saking piawainya berselancar di internet, Husen pun menjadi seorang peretas (hacker ) di dunia maya. Tak aneh jika Husen lebih dikenal di dunia underground TI dengan identitas yang disamarkan. Tapi Husen tidak sendiri. Lewat jejaring yang dimilikinya sejak 2009, Husen kerap menyerang sejumlah kepentingan negara-negara yang diberitakan bermasalah dengan Indonesia seperti Malaysia dan Australia.

Kemampuan yang diperoleh secara autodidak melalui komunitas ini terbukti berhasil mengeksploitasi kelemahan sistem komputer atau jaringan komputer yang disasarnya."Saat itu mungkin saya sok nasionalis dan melakukan yang mungkin seharusnya tidak perlu dilakukan," tutur Husen kepada KORAN SINDO, Jumat (24/10).

Namun Husen menyadari kekeliruannya. Menurutnya, banyak cara yang bisa dilakukan untuk menyalurkan jiwa nasionalisme. Keahliannya di bidang teknologi yang diperolehnya secara autodidak bisa disalurkan dengan membuat komunitas yang bisa merangkul banyak orang untuk belajar bersama.

Karena itu pada 2010, bersama sejumlah rekannya, Attur Sahadewa Widjaja, 34, Amrin Hakim, 34, Sukma Wahyu Wardono, 34, dan Gus Tarom, Husen menginisiasi kelahiran Lembaga Pengkajian Teknologi dan Informasi (LPTI) Pelataran Mataram. Salah satu kegiatan yang rutin dilakukan komunitas ini adalah "ngaji" TI. Saat ini ada sekitar 25 orang yang rutin beraktivitas di LPTI untuk "mengaji" bersama. Husen menyebutkan, TI bukan satusatunya pengetahuan yang dipelajari bersama di komunitas mereka. Banyak hal dipelajari komunitas ini. Maklum, sejumlah anggota yang berada di dalam komunitas ini memiliki latar belakang beragam mulai dari biologi, kimia, sosial, bahkan berlatar belakang pondok pesantren.

"Saya dan teman-teman melihat bahwa keahlian di bidang TI bisa dipergunakan untuk banyak manfaat seperti melakukan riset teknologi yang bisa dimaksimalkan untuk pemberdayaan lingkungan dan masyarakat," ujar pria lulusan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) tersebut.

Husen meyakini setiap disiplin ilmu mempunyai keterbatasan, kelemahan, dan titik jenuh sehingga perlu kolaborasi dengan disiplin ilmu lain. Husen menceritakan, riset tentang kandungan karbon dalam batu bara misalnya bahkan dicetuskan anggota yang berlatar belakang pesantren. Menurutnya, salah satu temannya yang mondok di sebuah pesantren mendapatkan informasi dari kitab kuno yang menyebutkan bahwa ada kandungan karbon dalam batu bara.

Husen dan timnya kemudian melakukan riset. Mereka akhirnya menemukan fakta bahwa ada semacam formula dari bakteri yang bisa mengubah limbah berbahaya (B3) batu bara. Mereka berusaha menetralisasi B3 dengan berbagai percobaan. Pihaknya bahkan sampai melakukan riset hingga ke Jepang mengingat ada keterbatasan pengetahuan tentang bagaimana mengolah batu bara yang mempunyai kualitas beragam.

"Batu bara asal Kalimantan umumnya lebih bagus dibandingkan dari Sumatera. Kami melakukan penelitian bagaimana agar semua kualitas batu bara bisa menghasilkan karbon dengan kualitas yang sama," papar Husen.

Sementara itu dalam Divisi Social Engineering misalnya, LPTI Pelataran Mataram fokus pada membangun jejaring sosial dan pemberdayaan melalui kegiatan-kegiatan nonkomersial yang diperuntukkan bagi masyarakat. Beberapa contoh yang bisa dikedepankan adalah macro-micronation, pelatihan pemanfaatan limbah pertanian dan industri etanol.

LPTI melakukan penelitian tentang pemanfaatan jerami padi untuk diolah menjadi etanol. Riset ini diharapkan bisa menjadi salah satu solusi mengatasi krisis energi yang ada saat ini. Riset ini dilakukan di dua tempat di Yogyakarta dengan menggandeng seorang kepala desa dan pemuka agama. Pemberdayaan masyarakat melalui tokoh setempat terbukti efektif menggerakkan masyarakat.

Kini LPTI terus meningkatkan kualitas etanol yang dihasilkan. Husen melihat Indonesia mempunyai potensi besar untuk mengubah jerami menjadi etanol. Menurutnya, di Indonesia setidaknya ada sekitar 11 juta hektare persawahan. Jika semua bisa dimanfaatkan akan sangat berguna untuk ketahanan energi.

Saat ini komunitas LPTI tidak hanya berada di Yogyakarta, tetapi juga di beberapa daerah sekitarnya seperti Klaten, bahkan di Sumatera. Yang menarik, selama ini LPTI bergerak secara mandiri tanpa bantuan dari pemerintah. Mereka memaksimalkan jaringan yang tersebar di sejumlah negara seperti Jepang dan Amerika Serikat (AS).

Husen yakin kreativitas, ide, jaringan bisa membuat sebuah komunitas berkembang dengan baik. Terbukti, LPTI pernah menjadi wakil Asia dalam ajang Macronations-Micronations. Komunitas ini juga pernah diundang Federal Bureau Intelligence (FBI) untuk mempresentasikan hasil temuan mereka dalam ajang World Scientists Gathering di Silicon Valley, AS. LPTI mampu mengkreasi perangkat macromicronations, terutama untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian. Alat ini menangkap informasi dari Satelit Noah mengenai iklim dan cuaca yang bisa dipergunakan petani untuk menentukan tanaman yang cocok sesuai dengan iklim yang akan terjadi.

Islahuddin
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0906 seconds (0.1#10.140)