Teror di Kanada Tak Terkait ISIS
A
A
A
OTTAWA - Pemerintah Kanada mengklaim serangan mematikan yang terjadi dua kali dalam satu pekan ini tidak ada keterkaitan dengan gerakan ekstremis di Timur Tengah.
Menteri Luar Negeri Kanada John Baird mengungkapkan, Michael Zehaf-Bibeau, 32, pelaku penembakan terhadap tentara di Monumen Peringatan Perang, Ottawa, ibu kota Kanada, tidak masuk dalam orang yang berisiko, meskipun dia merupakan orang radikal.
Penembakan ini menjadi perhatian penting karena jumlah warga Kanada yang berideologi radikal dan berjuang di Suriah dan Irak terus bertambah."Kami tidak memiliki bukti keterkaitan dua serangan yang terjadi di Kanada dengan ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah)," katanya kepada BBC, kemarin,"Kami tidak mendengar dia (Zehaf-Bibeau) berasosiasi dengan ISIS."
Serangan bersenjata mematikan yang dilakukan dua pemuda Kanada dalam satu pekan terakhir ini menjadi bukti pemerintah tidak mampu menghadapi ancaman terorisme di dalam negerinya. Apalagi, polisi juga tidak menemukan bukti adanya keterkaitan dua serangan itu dan skenario terorisme dalam skala luas.
"Sangat sulit untuk mendeteksi berbagai ancaman yang terjadi," kata Komisioner Polisi Kanada (RCMP) Bob Paulson, dikutip AFP."Tidak ada cara untuk mengetahui dimana dan kapan serangan itu terjadi," tambahnya.
Ketidaksiapan Kanada itu karena senama ini Kanada termasuk negara yang aman sebelum terjadinya serangan bersenjata akhir-akhir ini. Ancaman serangan diduga terkait dukungan Kanada terhadap koalisi yang dipimpin Amerika Serikat untuk menumpas ISIS.
Dalam penyelidikan polisi, Zehaf-Bibeau tidak termasuk dalam daftar hitam teroris. Padahal, sebelumnya banyak laporan media menyebutkan dia termasuk dalam radar polisi."Zehaf-Bibeau bukan dari 90 individu yang dipantau oleh otoritas keamanan Kanada," kata Paulson, dikutip BBC. Dia menambahkan, Zehaf-Bibeau hanya pelaku kriminal kecil yang memiliki dua kewarganegaraan, karena ayahnya berasal dari Libya.
Namun, polisi menuding Zehaf-Bibeau memiliki pandangan ekstrem karena dia pernah mengajukan pembuatan paspor untuk pergi ke Suriah. Pengajuan paspor itu mungkin memicu dia melakukan serangan teror."Saya pikir paspornya itu menggambarkan motifnya. Saya tidak tahu apa yang ada di otaknya, tetapi itu (paspor) dapat menjadi pusat apa yang mengendalikannya," kata Paulson.
Kemarin, polisi memperketat penjagaan di berbagai titik di Ottawa. Mereka tidak ingin terjadi lagi aksi terorisme yang tidak terdeteksi dan lambat penanganannya.
Sementara itu, komunitas muslim di Kanada cukup khawatir dengan berbagai serangan yang terjadi dalam pekan ini. Para pemimpin komunitas minoritas muslim juga menegaskan bahwa Islam merupakan agama yang tidak mengajarkan kekerasan. Mereka juga berjanji akan membantu warga muslim yang bermasalah dan memiliki ideologi ekstrem.
Imam Sikander Hasni dari Asosiasi Muslim Kanata, yang bekerja di masjid di Ottawa, mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan polisi untuk mencegah terjadinya aksi terorisme."Kami melihat banyak keluarga dengan anak-anak dan remaja yang mengalami sakit jiwa dan jatuh ke dunia kejahatan," kata Hasni.
Di tempat terpisah, seorang lelaki menyerang dua petugas keamanan dengan menggunakan kapak pada Kamis di New York, Amerika Serikat. Seorang petugas harus dirawat di rumah sakit karena mengalami luka serius. Si penyerang langsung ditembak mati oleh petugas keamanan. Media AS mengidentifikasi penyerang itu bernama Zale Thompson, 32.
Komisioner polisi William Bratton mengatakan, polisi masih mencoba menyelidiki motif penyerangan itu. Namun, dia tidak mengabaikan motif terorisme."Ini baru awalan, kita belum memastikannya," jawab Bratton saat ditanya kemungkinan aksi serangan itu terkait ISIS.
Andika hendra m
SABTU 25 OKTOBER 2014
Menteri Luar Negeri Kanada John Baird mengungkapkan, Michael Zehaf-Bibeau, 32, pelaku penembakan terhadap tentara di Monumen Peringatan Perang, Ottawa, ibu kota Kanada, tidak masuk dalam orang yang berisiko, meskipun dia merupakan orang radikal.
Penembakan ini menjadi perhatian penting karena jumlah warga Kanada yang berideologi radikal dan berjuang di Suriah dan Irak terus bertambah."Kami tidak memiliki bukti keterkaitan dua serangan yang terjadi di Kanada dengan ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah)," katanya kepada BBC, kemarin,"Kami tidak mendengar dia (Zehaf-Bibeau) berasosiasi dengan ISIS."
Serangan bersenjata mematikan yang dilakukan dua pemuda Kanada dalam satu pekan terakhir ini menjadi bukti pemerintah tidak mampu menghadapi ancaman terorisme di dalam negerinya. Apalagi, polisi juga tidak menemukan bukti adanya keterkaitan dua serangan itu dan skenario terorisme dalam skala luas.
"Sangat sulit untuk mendeteksi berbagai ancaman yang terjadi," kata Komisioner Polisi Kanada (RCMP) Bob Paulson, dikutip AFP."Tidak ada cara untuk mengetahui dimana dan kapan serangan itu terjadi," tambahnya.
Ketidaksiapan Kanada itu karena senama ini Kanada termasuk negara yang aman sebelum terjadinya serangan bersenjata akhir-akhir ini. Ancaman serangan diduga terkait dukungan Kanada terhadap koalisi yang dipimpin Amerika Serikat untuk menumpas ISIS.
Dalam penyelidikan polisi, Zehaf-Bibeau tidak termasuk dalam daftar hitam teroris. Padahal, sebelumnya banyak laporan media menyebutkan dia termasuk dalam radar polisi."Zehaf-Bibeau bukan dari 90 individu yang dipantau oleh otoritas keamanan Kanada," kata Paulson, dikutip BBC. Dia menambahkan, Zehaf-Bibeau hanya pelaku kriminal kecil yang memiliki dua kewarganegaraan, karena ayahnya berasal dari Libya.
Namun, polisi menuding Zehaf-Bibeau memiliki pandangan ekstrem karena dia pernah mengajukan pembuatan paspor untuk pergi ke Suriah. Pengajuan paspor itu mungkin memicu dia melakukan serangan teror."Saya pikir paspornya itu menggambarkan motifnya. Saya tidak tahu apa yang ada di otaknya, tetapi itu (paspor) dapat menjadi pusat apa yang mengendalikannya," kata Paulson.
Kemarin, polisi memperketat penjagaan di berbagai titik di Ottawa. Mereka tidak ingin terjadi lagi aksi terorisme yang tidak terdeteksi dan lambat penanganannya.
Sementara itu, komunitas muslim di Kanada cukup khawatir dengan berbagai serangan yang terjadi dalam pekan ini. Para pemimpin komunitas minoritas muslim juga menegaskan bahwa Islam merupakan agama yang tidak mengajarkan kekerasan. Mereka juga berjanji akan membantu warga muslim yang bermasalah dan memiliki ideologi ekstrem.
Imam Sikander Hasni dari Asosiasi Muslim Kanata, yang bekerja di masjid di Ottawa, mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan polisi untuk mencegah terjadinya aksi terorisme."Kami melihat banyak keluarga dengan anak-anak dan remaja yang mengalami sakit jiwa dan jatuh ke dunia kejahatan," kata Hasni.
Di tempat terpisah, seorang lelaki menyerang dua petugas keamanan dengan menggunakan kapak pada Kamis di New York, Amerika Serikat. Seorang petugas harus dirawat di rumah sakit karena mengalami luka serius. Si penyerang langsung ditembak mati oleh petugas keamanan. Media AS mengidentifikasi penyerang itu bernama Zale Thompson, 32.
Komisioner polisi William Bratton mengatakan, polisi masih mencoba menyelidiki motif penyerangan itu. Namun, dia tidak mengabaikan motif terorisme."Ini baru awalan, kita belum memastikannya," jawab Bratton saat ditanya kemungkinan aksi serangan itu terkait ISIS.
Andika hendra m
SABTU 25 OKTOBER 2014
(bbg)