Jokowi Jangan Tiru Kegagalan Komunikasi PDI-P
A
A
A
JAKARTA - Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) disarankan untuk tidak meniru kegagalan komunikasi politik yang dilakukan PDI-P.
Sebagai pimpinan eksekutif, Jokowi harus proaktif dalam membangun komunikasi politik dengan legislative. Pasalnya, selama ini PDI-P dinilai telah gagal dalam menjalin komunikasi di parlemen.
“Kondisi ironis yang dialami PDIP akibat kegagalannya membangun koalisi mayoritas di parlemen, membuat terbentuklah kekuatan oposisi di parlemen yang berhadapan dengan kekuatan di pemerintahan. Pemerintahan jadi terbelah," kata Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Burhanuddin Muhtadi di Gedung Joang 45, Jakarta, Minggu (19/10/2014).
Burhanuddin mengatakan, sungguh ironis bagi PDI-P dalam situasi politik saat ini karena, sebagai partai pemenang Pileg dan Pilpres, PDI-P gagal total untuk meraih posisi pimpinan DPR dan MPR.
Terlebih, PDI-P juga gagal dalam pengesahan sejumlah Undang-undang dan paraturan turunannya yakni, UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), Tata Tertib (Tatib) DPR, dan UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
“Inilah kali pertama pemerintahan pasca reformasi mengalami divided government (pemerintahan yang terbelah). Sebelumnya belum pernah ada presiden yang didukung kekuatan politik yang terlalu kurus dan minimalis di parlemen,” jelas Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (Indikator) itu.
Dengan kondisi yang demikian, sambungnya, pemerintah bisa kesulitan dalam mengatur ritme kerja karena, faktanya kekuatan parlemen dikuasai oleh oposisi yakni Koalisi Merah Putih (KMP).
Sehingga, Jokowi sebagai presiden terpilih, harus mampu menjalin komunikasi politik dengan KMP dan DPD. Serta, menentukan dan mengikat komitmen dengan beberapa anggota KMP yang bisa diajak bergabung dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
Sebagai pimpinan eksekutif, Jokowi harus proaktif dalam membangun komunikasi politik dengan legislative. Pasalnya, selama ini PDI-P dinilai telah gagal dalam menjalin komunikasi di parlemen.
“Kondisi ironis yang dialami PDIP akibat kegagalannya membangun koalisi mayoritas di parlemen, membuat terbentuklah kekuatan oposisi di parlemen yang berhadapan dengan kekuatan di pemerintahan. Pemerintahan jadi terbelah," kata Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Burhanuddin Muhtadi di Gedung Joang 45, Jakarta, Minggu (19/10/2014).
Burhanuddin mengatakan, sungguh ironis bagi PDI-P dalam situasi politik saat ini karena, sebagai partai pemenang Pileg dan Pilpres, PDI-P gagal total untuk meraih posisi pimpinan DPR dan MPR.
Terlebih, PDI-P juga gagal dalam pengesahan sejumlah Undang-undang dan paraturan turunannya yakni, UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), Tata Tertib (Tatib) DPR, dan UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
“Inilah kali pertama pemerintahan pasca reformasi mengalami divided government (pemerintahan yang terbelah). Sebelumnya belum pernah ada presiden yang didukung kekuatan politik yang terlalu kurus dan minimalis di parlemen,” jelas Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (Indikator) itu.
Dengan kondisi yang demikian, sambungnya, pemerintah bisa kesulitan dalam mengatur ritme kerja karena, faktanya kekuatan parlemen dikuasai oleh oposisi yakni Koalisi Merah Putih (KMP).
Sehingga, Jokowi sebagai presiden terpilih, harus mampu menjalin komunikasi politik dengan KMP dan DPD. Serta, menentukan dan mengikat komitmen dengan beberapa anggota KMP yang bisa diajak bergabung dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
(ysw)