KPK Temukan Banyak Anggota DPR Terlibat APBNP ESDM
Jum'at, 17 Oktober 2014 - 23:58 WIB

KPK Temukan Banyak Anggota DPR Terlibat APBNP ESDM
A
A
A
JAKARTA - KPK menemukan dugaan keterlibatan banyak anggota DPR dalam kasus dugaan suap dan/atau gratifikasi pembahasan APBNP 2013 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Wakil Ketua KPK Zulkarnain menyatakan pembasahan anggaran di DPR selama ini adalah permasalahan yang benar-benar serius. Menurutnya, di dalam perencanaan anggaran setiap kementerian harusnya ada prosedurnya. Termasuk untuk Kementerian ESDM.
Perencanaan harus dibahas di Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) oleh Menteri Bappenas, Menteri Keuangan, dan menteri yang bersangkutan, tidak hanya dengan DPR. Apa yang disangkakan KPK terhadap Sutan Bhatoegana selaku Ketua Komisi VIII DPR jelas karena ada korelasi dengan uang pelicin.
“Harusnya dibahas sesuai prosedur, jangan yang dibahas karena ada uang pelicinnya. (Ingat kan sandi) tutup gendang dengan buka kendang. Bahasanya bermacam-macam,” kata Zulkarnain di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Jumat (17/10/2014).
Dari temuan KPK, pembahasan yang dilakukan di DPR bukanlah hal yang subtansial. Para anggotanya termasuk Komisi VII mencari celah-celah mana yang bisa dinegokan.
Untuk itu, KPK menekankan lobi-lobi anggota dewan harus yang benar dan substansial berdasarkan etika dan ada standar operasional (SOP) yang jelas. Untuk pembahasan APBN dan APBNP ESDM ada banyak anggota Komisi VII DPR diduga terlibat melakukan indikasi penerimaan uang pelicin.
“Ya, kalau yang lalu banyak. Ini bagian yang terungkap, ada saksi-saksinya, ada yang buka mulut. (Tapi) yang diam banyak juga. Masyarakat sudah tahu permainan busuk itu,” jelasnya.
Penyidik akan melihat dalam proses pengembangan dan pendalaman kasus ESDM untuk mengumpulkan bukti-bukti pendukung. Zulkarnain mengakui penyidik sudah menyita bukti tanda terima uang USD140.000 yang diteken mantan staf khusus Sutan, Iriyanto Muhyi.
Tanda bukti itu merupakan uang untuk empat pimpinan Komisi VII, yakni ketua dan wakil ketua sebesar USD7.500, untuk 43 anggota Komisi VII masing-masing USD2.500, dan untuk sekretariatnya sebesar USD2.500.
Pihak-pihak penerima itu boleh mengaku itu bukan uang pelicin. Misalnya mengatakan itu honor kerja saja. “Makanya yang punya peran pro-aktif kita dahulukan. Proses hukum sekarang enggak bisa konvensional, kita harus lebih progresif, (bukti-bukti) harus lebih kuat. Juga harus ada saksi yang bunyi yang mau (ungkap),” tandasnya.
Wakil Ketua KPK Zulkarnain menyatakan pembasahan anggaran di DPR selama ini adalah permasalahan yang benar-benar serius. Menurutnya, di dalam perencanaan anggaran setiap kementerian harusnya ada prosedurnya. Termasuk untuk Kementerian ESDM.
Perencanaan harus dibahas di Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) oleh Menteri Bappenas, Menteri Keuangan, dan menteri yang bersangkutan, tidak hanya dengan DPR. Apa yang disangkakan KPK terhadap Sutan Bhatoegana selaku Ketua Komisi VIII DPR jelas karena ada korelasi dengan uang pelicin.
“Harusnya dibahas sesuai prosedur, jangan yang dibahas karena ada uang pelicinnya. (Ingat kan sandi) tutup gendang dengan buka kendang. Bahasanya bermacam-macam,” kata Zulkarnain di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Jumat (17/10/2014).
Dari temuan KPK, pembahasan yang dilakukan di DPR bukanlah hal yang subtansial. Para anggotanya termasuk Komisi VII mencari celah-celah mana yang bisa dinegokan.
Untuk itu, KPK menekankan lobi-lobi anggota dewan harus yang benar dan substansial berdasarkan etika dan ada standar operasional (SOP) yang jelas. Untuk pembahasan APBN dan APBNP ESDM ada banyak anggota Komisi VII DPR diduga terlibat melakukan indikasi penerimaan uang pelicin.
“Ya, kalau yang lalu banyak. Ini bagian yang terungkap, ada saksi-saksinya, ada yang buka mulut. (Tapi) yang diam banyak juga. Masyarakat sudah tahu permainan busuk itu,” jelasnya.
Penyidik akan melihat dalam proses pengembangan dan pendalaman kasus ESDM untuk mengumpulkan bukti-bukti pendukung. Zulkarnain mengakui penyidik sudah menyita bukti tanda terima uang USD140.000 yang diteken mantan staf khusus Sutan, Iriyanto Muhyi.
Tanda bukti itu merupakan uang untuk empat pimpinan Komisi VII, yakni ketua dan wakil ketua sebesar USD7.500, untuk 43 anggota Komisi VII masing-masing USD2.500, dan untuk sekretariatnya sebesar USD2.500.
Pihak-pihak penerima itu boleh mengaku itu bukan uang pelicin. Misalnya mengatakan itu honor kerja saja. “Makanya yang punya peran pro-aktif kita dahulukan. Proses hukum sekarang enggak bisa konvensional, kita harus lebih progresif, (bukti-bukti) harus lebih kuat. Juga harus ada saksi yang bunyi yang mau (ungkap),” tandasnya.
(kri)