Diangkat Penasihat TNI, Tahir: Tidak Ada Conflict of Interest!
A
A
A
JAKARTA - Penobatan Executive Chairman Bank Mayapada, Dato' Sri Tahir sebagai Penasihat Bidang Kesejahtraan Prajurit Panglima TNI pada 18 September lalu menuai kritik.
Pasalnya penobatan itu melanggar UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI; satu satunya sumber anggaran tentara Indonesia
adalah APBN.
Bos Mayapada ini mengatakan pengangkatan dirinya bukan ujuk-ujuk. "Saya berteman dengan TNI sejak lama dan tempat tinggal prajurit itu sulit," ujarnya kepada SINDO Weekly (SINDO Weekly edisi 30 Tahun III, 25 September-1 Oktober 2014).
Sebagai penasihat, orang terkaya nomor 12 di Indonesia versi Majalah Forbes ini ingin membangun 1.000 rumah bagi prajurit TNI.
Namun bantuan tersebut dianggap bukan "hadiah sinterklas" alias gratis. Terkait itu, Tahir mengatakan tidak ada conflict of interest atau demi pengamanan bisnisnya.
Berikut penuturan Dato' Sri Tahir kepada SINDO Weekly.
Pengangkatan Anda sebagai Penasihat TNI dinilai kontroversial?
Bila ada yang mengatakan demikian, mereka perlu informasi tentang hubungan saya dengan TNI. Pengangkatan itu tidak ujuk-ujuk. Mungkin Pak Moeldoko melihat dari rekam jejak sebelumnya.
Saya membantu beasiswa anak-anak tentara zaman Pak George Toisutta (mantan KSAD)
hingga sekarang. Sekarang bangun rumah sakit kecil di Kopassus Cijantung. Pemikiran saya sebagai pengusaha untuk berusaha dengan baik, aman, dan damai di Indonesia karena jasa
besar TNI.
Sejak kapan dekat dengan TNI?
Saya berteman dengan TNI sejak lama. Dari dulu mainnya dengan teman-teman tentara.
Lalu saya melihat tempat tinggal prajurit itu sulit. Terlebih jika memasuki masa
pensiun. Mereka harus keluar dari rumah dinas. Paling menyedihkan bila mereka
sudah pensiun. Atas dasar itu, saya ingin membantu mereka.
Sebagai Penasihat TNI, gagasan apa yang Anda berikan?
Saya punya gagasan membangun 1.000 rumah bagi prajurit TNI Angkatan Darat, Angkatan
Laut, dan Angkatan Udara. Untuk pembangiannya, saya serahkan kepada
Panglima TNI.
Awalnya, pihak TNI akan mencarikan tanah seluas 20 ha. Namun, mencari land banking
seluas itu tidak mudah, apalagi di Jakarta. Karena itu, saya mencarikan tanah
di daerah Maja, Kabupaten Lebak, Banten. Maja ini disiapkan jadi kota satelit
Jakarta. Sudah ada double track kereta di sana. Saya akan bangun rumah knock down
yang materialnya dari China. Enam bulan bisa selesai. Bila Tuhan izinkan, enam bulan lagi rumah itu saya serahkan. Setelah itu, saya akan bangun rumah untuk prajurit TNI di setiap provinsi, antara
200-400 unit.
Berapa dananya?
Itu dari Tahir Foundation tetapi bukan itu intinya. Niat saya sederhana, ingin meringankan beban prajurit.
Bukankah rumah dinas TNI sudah ada anggaran dari negara?
Memang ada anggaran negara tapi tidak mencukupi. Karena itu, partisipasi swasta untuk TNI sangat dibutuhkan. Asal arahnya jelas dan motivasinya murni.
Saran lain, mungkin pengadaan alutsista?
Alutsista, he...he...he. Saya tidak ada kompetensi dan tidak ada niat ikut urusan internal TNI. Saya bukan pengusaha yang mampu mengerjakan itu. Saya kenal Pak Moeldoko secara pribadi dan tidak ada conflict of interest. Saya bukan pengusaha yang jual senjata, juga bukan rekanan Kodam. Tidak akan pernah masuk ke sana. Saya jamin.
Bagaimana dengan pengamanan bisnis?
Bank Mayapada memang dijaga aparat, termasuk jasa mengawal pengiriman uang. Itu sesuai prosedur. Namun, TNI itu profesional, tidak untuk menjaga-jaga karena pamrih.
Saya tidak perlu penjagaan. Saya membantu karena saya orang Indonesia, cari nafkah di sini dan memperoleh hasil baik. Karena itu, saya punya komitmen membantu Indonesia, termasuk TNI.
Menjadi orang kaya itu prasarana hidup tetapi berguna bagi keluarga, lingkungan, bangsa, dan dunia adalah tujuan hidup. Itu falsafah saya.
Pasalnya penobatan itu melanggar UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI; satu satunya sumber anggaran tentara Indonesia
adalah APBN.
Bos Mayapada ini mengatakan pengangkatan dirinya bukan ujuk-ujuk. "Saya berteman dengan TNI sejak lama dan tempat tinggal prajurit itu sulit," ujarnya kepada SINDO Weekly (SINDO Weekly edisi 30 Tahun III, 25 September-1 Oktober 2014).
Sebagai penasihat, orang terkaya nomor 12 di Indonesia versi Majalah Forbes ini ingin membangun 1.000 rumah bagi prajurit TNI.
Namun bantuan tersebut dianggap bukan "hadiah sinterklas" alias gratis. Terkait itu, Tahir mengatakan tidak ada conflict of interest atau demi pengamanan bisnisnya.
Berikut penuturan Dato' Sri Tahir kepada SINDO Weekly.
Pengangkatan Anda sebagai Penasihat TNI dinilai kontroversial?
Bila ada yang mengatakan demikian, mereka perlu informasi tentang hubungan saya dengan TNI. Pengangkatan itu tidak ujuk-ujuk. Mungkin Pak Moeldoko melihat dari rekam jejak sebelumnya.
Saya membantu beasiswa anak-anak tentara zaman Pak George Toisutta (mantan KSAD)
hingga sekarang. Sekarang bangun rumah sakit kecil di Kopassus Cijantung. Pemikiran saya sebagai pengusaha untuk berusaha dengan baik, aman, dan damai di Indonesia karena jasa
besar TNI.
Sejak kapan dekat dengan TNI?
Saya berteman dengan TNI sejak lama. Dari dulu mainnya dengan teman-teman tentara.
Lalu saya melihat tempat tinggal prajurit itu sulit. Terlebih jika memasuki masa
pensiun. Mereka harus keluar dari rumah dinas. Paling menyedihkan bila mereka
sudah pensiun. Atas dasar itu, saya ingin membantu mereka.
Sebagai Penasihat TNI, gagasan apa yang Anda berikan?
Saya punya gagasan membangun 1.000 rumah bagi prajurit TNI Angkatan Darat, Angkatan
Laut, dan Angkatan Udara. Untuk pembangiannya, saya serahkan kepada
Panglima TNI.
Awalnya, pihak TNI akan mencarikan tanah seluas 20 ha. Namun, mencari land banking
seluas itu tidak mudah, apalagi di Jakarta. Karena itu, saya mencarikan tanah
di daerah Maja, Kabupaten Lebak, Banten. Maja ini disiapkan jadi kota satelit
Jakarta. Sudah ada double track kereta di sana. Saya akan bangun rumah knock down
yang materialnya dari China. Enam bulan bisa selesai. Bila Tuhan izinkan, enam bulan lagi rumah itu saya serahkan. Setelah itu, saya akan bangun rumah untuk prajurit TNI di setiap provinsi, antara
200-400 unit.
Berapa dananya?
Itu dari Tahir Foundation tetapi bukan itu intinya. Niat saya sederhana, ingin meringankan beban prajurit.
Bukankah rumah dinas TNI sudah ada anggaran dari negara?
Memang ada anggaran negara tapi tidak mencukupi. Karena itu, partisipasi swasta untuk TNI sangat dibutuhkan. Asal arahnya jelas dan motivasinya murni.
Saran lain, mungkin pengadaan alutsista?
Alutsista, he...he...he. Saya tidak ada kompetensi dan tidak ada niat ikut urusan internal TNI. Saya bukan pengusaha yang mampu mengerjakan itu. Saya kenal Pak Moeldoko secara pribadi dan tidak ada conflict of interest. Saya bukan pengusaha yang jual senjata, juga bukan rekanan Kodam. Tidak akan pernah masuk ke sana. Saya jamin.
Bagaimana dengan pengamanan bisnis?
Bank Mayapada memang dijaga aparat, termasuk jasa mengawal pengiriman uang. Itu sesuai prosedur. Namun, TNI itu profesional, tidak untuk menjaga-jaga karena pamrih.
Saya tidak perlu penjagaan. Saya membantu karena saya orang Indonesia, cari nafkah di sini dan memperoleh hasil baik. Karena itu, saya punya komitmen membantu Indonesia, termasuk TNI.
Menjadi orang kaya itu prasarana hidup tetapi berguna bagi keluarga, lingkungan, bangsa, dan dunia adalah tujuan hidup. Itu falsafah saya.
(dam)