Rektor UMS Digadang-gadang Jadi Menteri Dikti dan Ristek
A
A
A
JAKARTA - Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Prof Bambang Setiaji dinilai tepat menjadi Menteri Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi. Salah satu alasannya, Bambang terbukti sukses dalam memimpin dan mengembangkan UMS.
Misalnya, secara internal dia menyiapkan sumber daya manusia dengan memberi kesempatan kepada para alumni dan dosen untuk belajar sampai ke luar negeri. Sedangkan secara eksternal, Bambang berhasil membangun jaringan kerja sama bahkan dengan universitas di luar negeri seperti di Amerika Serikat, United Kingdom, dan Australia.
"Bahkan saya pernah mendengar saat (Bambang) bersama Dirjen Dikti Pak Djoko Santoso sama-sama ke UK, Pak Djoko kaget. Karena UMS bisa mengirim banyak dosen belajar di UK," ujar Sekretaris PP Muhammadiyah Marpuji Ali melalui rilis yang diterima Sindonews, Selasa (30/9/2014).
Saat dimintai tanggapan atas hasil riset Institute for Transformation Studies (Intrans) yang menempatkan Bambang Setiaji calon terkuat Menteri Dikti dan Ristek? Menurutnya, Bambang bisa melakukan itu karena punya strategi dalam mensiasati keterbatasan yang ada.
Pasalnya, sebagai perguruan tinggi swasta, UMS berbeda dengan perguruan tinggi negeri yang memiliki ketersediaan dana. "Swasta kalau tidak punya strategi, tidak cukup (dana) untuk mengirim dosen ke luar negeri. Padahal, menyiapkan SDM itu sangat penting," jelasnya.
Karena itu, pengalaman yang dimiliki Bambang tersebut sangat tepat untuk menunjang kinerjanya kalau diberi kepercayaan menjadi menteri. Meskipun tanggungjawabnya tidak hanya mengurusi sebuah perguruan tinggi, tapi semua kampus termasuk riset dan teknologi agar bisa lebih maju dari sebelumnya.
"(Memimpin) di (PT) swasta itu lebih teruji. Karena sudah punya pengalaman, jadi akan lebih gesit. Karena di kementerian kan sudah disiapkan segala sesuatunya," tegasnya.
Apalagi, Bambang dan Presiden terpilih Joko Widodo sudah sering bekerja sama. Terutama saat Jokowi masih menjadi Wali Kota Solo. Meski begitu dia akuinya, apa yang disampaikannya itu berdasarkan penilaian subjektif.
"Saya mengenal beliau sejak sama-sama mengembangkan UMS zaman Pak Djazman sebagai Rektor (tahun 1979)," demikian Marpuji yang juga dosen UMS ini.
Misalnya, secara internal dia menyiapkan sumber daya manusia dengan memberi kesempatan kepada para alumni dan dosen untuk belajar sampai ke luar negeri. Sedangkan secara eksternal, Bambang berhasil membangun jaringan kerja sama bahkan dengan universitas di luar negeri seperti di Amerika Serikat, United Kingdom, dan Australia.
"Bahkan saya pernah mendengar saat (Bambang) bersama Dirjen Dikti Pak Djoko Santoso sama-sama ke UK, Pak Djoko kaget. Karena UMS bisa mengirim banyak dosen belajar di UK," ujar Sekretaris PP Muhammadiyah Marpuji Ali melalui rilis yang diterima Sindonews, Selasa (30/9/2014).
Saat dimintai tanggapan atas hasil riset Institute for Transformation Studies (Intrans) yang menempatkan Bambang Setiaji calon terkuat Menteri Dikti dan Ristek? Menurutnya, Bambang bisa melakukan itu karena punya strategi dalam mensiasati keterbatasan yang ada.
Pasalnya, sebagai perguruan tinggi swasta, UMS berbeda dengan perguruan tinggi negeri yang memiliki ketersediaan dana. "Swasta kalau tidak punya strategi, tidak cukup (dana) untuk mengirim dosen ke luar negeri. Padahal, menyiapkan SDM itu sangat penting," jelasnya.
Karena itu, pengalaman yang dimiliki Bambang tersebut sangat tepat untuk menunjang kinerjanya kalau diberi kepercayaan menjadi menteri. Meskipun tanggungjawabnya tidak hanya mengurusi sebuah perguruan tinggi, tapi semua kampus termasuk riset dan teknologi agar bisa lebih maju dari sebelumnya.
"(Memimpin) di (PT) swasta itu lebih teruji. Karena sudah punya pengalaman, jadi akan lebih gesit. Karena di kementerian kan sudah disiapkan segala sesuatunya," tegasnya.
Apalagi, Bambang dan Presiden terpilih Joko Widodo sudah sering bekerja sama. Terutama saat Jokowi masih menjadi Wali Kota Solo. Meski begitu dia akuinya, apa yang disampaikannya itu berdasarkan penilaian subjektif.
"Saya mengenal beliau sejak sama-sama mengembangkan UMS zaman Pak Djazman sebagai Rektor (tahun 1979)," demikian Marpuji yang juga dosen UMS ini.
(kri)