Ai Dewi, Pendobrak Adat Suku Pedalaman
A
A
A
JAKARTA - Kegiatan Ai Dewi berawal dari tulisan di sebuah tabloid milik temannya. Saat itu, pada tahun 1992, ia membawa artikel berjudul “Suku Badui haus pendidikan".
Saat itu, wanita kelahiran Cianjur 2 September 1972 ini seorang guru honorer di Nurul Falah 2 (setara SD) Rangkas Bitung. Tanpa berpikir panjang keesokan harinya ia langsung tergerak untuk mengabdikan diri, memberikan pendidikan bagi generasi penerus yang tinggal di Desa Cicakal, Banten.
Tradisi serta adat yang menganggap pendidikan masih tabu menjadi tantangan tersendiri bagi wanita lulusan Aliyah Pandeglang dalam mengenalkan pendidikan kepada masyarakat di sana. Pengusiran atas keberadaannya tak sekali dua kali dihadapi.
Kehadirannya dianggap membawa dampak buruk bagi kelestarian adat. Namun dengan semangat pengabdian, dia pantang menyerah tak henti melakukan sosialisasi dan pendekatan persuasif kepada kepala suku setempat.
Sejak 1992, Dewi secara sukarela menjadi guru keliling di 60 kampung dengan menempuh perjalan puluhan kilometer, ditambah kondisi alam yang sangat terjal, menuju pemukiman suku Badui.
Baginya meski tak dibayar dia sudah membulatkan tekad demi kemajuan pendidikan anak-anak di Desa Cicakal. Seiring waktu berjalan, 2006, usaha Dewi membuahkan hasil.
Dengan bantuan pihak swasta yang dinaungi Kementerian Agama, dia membangun sekolah MI (setara SD) dan MTS (setara SMP) di Desa Cicakal. Sejak 1992 itulah, baru Ai Dewi mendapat honor mengajar MI sebesar Rp400.000 dan MTS Rp150.000 dari bantuan dana BOS.
Saat itu, wanita kelahiran Cianjur 2 September 1972 ini seorang guru honorer di Nurul Falah 2 (setara SD) Rangkas Bitung. Tanpa berpikir panjang keesokan harinya ia langsung tergerak untuk mengabdikan diri, memberikan pendidikan bagi generasi penerus yang tinggal di Desa Cicakal, Banten.
Tradisi serta adat yang menganggap pendidikan masih tabu menjadi tantangan tersendiri bagi wanita lulusan Aliyah Pandeglang dalam mengenalkan pendidikan kepada masyarakat di sana. Pengusiran atas keberadaannya tak sekali dua kali dihadapi.
Kehadirannya dianggap membawa dampak buruk bagi kelestarian adat. Namun dengan semangat pengabdian, dia pantang menyerah tak henti melakukan sosialisasi dan pendekatan persuasif kepada kepala suku setempat.
Sejak 1992, Dewi secara sukarela menjadi guru keliling di 60 kampung dengan menempuh perjalan puluhan kilometer, ditambah kondisi alam yang sangat terjal, menuju pemukiman suku Badui.
Baginya meski tak dibayar dia sudah membulatkan tekad demi kemajuan pendidikan anak-anak di Desa Cicakal. Seiring waktu berjalan, 2006, usaha Dewi membuahkan hasil.
Dengan bantuan pihak swasta yang dinaungi Kementerian Agama, dia membangun sekolah MI (setara SD) dan MTS (setara SMP) di Desa Cicakal. Sejak 1992 itulah, baru Ai Dewi mendapat honor mengajar MI sebesar Rp400.000 dan MTS Rp150.000 dari bantuan dana BOS.
(kri)