Saksi Ahli Kritik Persidangan Anas
A
A
A
JAKARTA - Saksi ahli yang dihadirkan terdakwa Anas Urbaningrum mengkritik bahwa pengadilan tidak sekedar hanya menyatakan orang terdakwa bersalah.
"Tidak boleh pengadilan dijalankan kalau semata-mata untuk menyatakan orang bersalah, namanya bukan pengadilan," kata Pakar Hukum Pidana Chairul Huda saat bersaksi di pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/9/2014).
Pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) ini mengatakan, jika pengadilan sudah banyak memiliki bukti seorang terdakwa bersalah, harus dicari lagi, apakah masih ada celah untuk menyatakan terdakwa tersebut tidak bersalah.
Chairul menyebut, jika dalam konsep pembuktian sampai tidak boleh ada keraguan sedikitpun untuk menyatakan orang tersebut bersalah, sebelum memvonis melakukan tindak pidana dan menjatuhkan sanksi pidana.
"Jadi kalau ada 20 saksi, 18 mengatakan bersalah dua mengatakan sebaliknya, hakim harus cari dasar untuk menyatakan (mengapa) dua ini ditolak dan menerima yang 18, tidak boleh kemudian ada 20 saksi, 2 menyatakan bersalah, hakim dengan begitu saja menyingkirkan yang 18 hanya memakai dua yang menyatakan bersalah,"
Kemudian Anas Urbaningrum yang mengenakan baju putih itu bertanya kepada saksi ahli. "Dengan kalimat lain boleh seseorang dinyatakan tidak bersalah di pengadilan?," tanya Anas pelan.
Menurutnya, untuk menyatakan orang bersalah melakukan tindak pidana sekurang-kuranganya harus ditemukan dua alat bukti dan hakim yakin atas kesalahan seorang terdakwa.
"Kalau tidak ada dua alat bukti dan hakim tidak yakin, apa maknanya hakim yakin di sini, tadi tidak ada keraguan. Kalau ada keraguan saja, ada dua alat bukti tapi hakim ada keraguan dia harus membebaskan," kata dia.
"Jadi, apakah pengadilan boleh menyatakan orang tidak bersalah?," tanya Anas lagi.
"Pengadilan diperintahkan menyatakan orang itu tidak bersalah kalau tidak ada dua alat bukti dan hakim tidak yakin kesalahan yang bersangkutan," tukas Chairul Huda.
"Tidak boleh pengadilan dijalankan kalau semata-mata untuk menyatakan orang bersalah, namanya bukan pengadilan," kata Pakar Hukum Pidana Chairul Huda saat bersaksi di pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/9/2014).
Pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) ini mengatakan, jika pengadilan sudah banyak memiliki bukti seorang terdakwa bersalah, harus dicari lagi, apakah masih ada celah untuk menyatakan terdakwa tersebut tidak bersalah.
Chairul menyebut, jika dalam konsep pembuktian sampai tidak boleh ada keraguan sedikitpun untuk menyatakan orang tersebut bersalah, sebelum memvonis melakukan tindak pidana dan menjatuhkan sanksi pidana.
"Jadi kalau ada 20 saksi, 18 mengatakan bersalah dua mengatakan sebaliknya, hakim harus cari dasar untuk menyatakan (mengapa) dua ini ditolak dan menerima yang 18, tidak boleh kemudian ada 20 saksi, 2 menyatakan bersalah, hakim dengan begitu saja menyingkirkan yang 18 hanya memakai dua yang menyatakan bersalah,"
Kemudian Anas Urbaningrum yang mengenakan baju putih itu bertanya kepada saksi ahli. "Dengan kalimat lain boleh seseorang dinyatakan tidak bersalah di pengadilan?," tanya Anas pelan.
Menurutnya, untuk menyatakan orang bersalah melakukan tindak pidana sekurang-kuranganya harus ditemukan dua alat bukti dan hakim yakin atas kesalahan seorang terdakwa.
"Kalau tidak ada dua alat bukti dan hakim tidak yakin, apa maknanya hakim yakin di sini, tadi tidak ada keraguan. Kalau ada keraguan saja, ada dua alat bukti tapi hakim ada keraguan dia harus membebaskan," kata dia.
"Jadi, apakah pengadilan boleh menyatakan orang tidak bersalah?," tanya Anas lagi.
"Pengadilan diperintahkan menyatakan orang itu tidak bersalah kalau tidak ada dua alat bukti dan hakim tidak yakin kesalahan yang bersangkutan," tukas Chairul Huda.
(ysw)