DPR Dinilai Lelet Bahas RUU Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Komisi II DPR dinilai lelet dalam membahas Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada).
DPR dinilai lebih banyak membahas sesuatu yang tidak krusial.
"Pembahasan RUU Pilkada lelet sekali karena yang dibahas itu yang tidak krusial," ujar Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Didik Supriyanto dalam diskusi bertajuk Masa Depan RUU Pilkada Serentak di Cafe Deli, Menteng, Jakarta, Kamis (28/8/2014).
Didik mengatakan, pembahasan yang tidak krusial itu seperti perdebatan antara keinginan pemerintah yang berbeda dengan DPR.
Dia mengungkapkan pemerintah menghendaki pemilihan gubernur, wali kota dan bupati dilakukan oleh anggota DPRD.
Sementara, kata dia, DPR menginginkan pemilihan tersebut dilakukan secara demokratis, yakni pemilihan langsung seperti yang terjadi sekarang.
Didik menginginkan, subtansi pembahasan RUU Pilkada lebih mengena jika regulasinya diperjelas.
Dengan begitu, kata dia, pilkada akan mudah diatur jika dihubungkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemilu serentak pada 2019.
"Yang saya usulkan hentikan RUU Pilkada. Karena subtansinya berbeda dengan pemerintahan yang baru nanti," ujarnya.
Dia menilai, tugas pemerintah dan DPR ke depan mengatur lebih jelas kedudukan antar undang-undang kepemiluan yang ada sekarang.
DPR dinilai lebih banyak membahas sesuatu yang tidak krusial.
"Pembahasan RUU Pilkada lelet sekali karena yang dibahas itu yang tidak krusial," ujar Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Didik Supriyanto dalam diskusi bertajuk Masa Depan RUU Pilkada Serentak di Cafe Deli, Menteng, Jakarta, Kamis (28/8/2014).
Didik mengatakan, pembahasan yang tidak krusial itu seperti perdebatan antara keinginan pemerintah yang berbeda dengan DPR.
Dia mengungkapkan pemerintah menghendaki pemilihan gubernur, wali kota dan bupati dilakukan oleh anggota DPRD.
Sementara, kata dia, DPR menginginkan pemilihan tersebut dilakukan secara demokratis, yakni pemilihan langsung seperti yang terjadi sekarang.
Didik menginginkan, subtansi pembahasan RUU Pilkada lebih mengena jika regulasinya diperjelas.
Dengan begitu, kata dia, pilkada akan mudah diatur jika dihubungkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemilu serentak pada 2019.
"Yang saya usulkan hentikan RUU Pilkada. Karena subtansinya berbeda dengan pemerintahan yang baru nanti," ujarnya.
Dia menilai, tugas pemerintah dan DPR ke depan mengatur lebih jelas kedudukan antar undang-undang kepemiluan yang ada sekarang.
(dam)