Menkes Akan 'Dekati' IDI Terkait PP Aborsi
A
A
A
JAKARTA - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta pemerintah merevisi isi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Bahwa perempuan hamil akibat pemerkosaan untuk boleh diaborsi.
Menanggapi hal itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi menduga, IDI belum memahami sepenuhnya terkait PP tersebut, sehingga perlu penjelasan lebih detail.
"Mereka (IDI) belum baca ya barangkali. Tapi nanti memang kami akan undang, supaya menjelaskan," kata dia di DPR, Jakarta, Jumat (15/8/2014).
Nafsiah mengungkapkan, penyusunan sudah dilakukan sejak tahun 2009 dalam pembahasannya melibatkan banyak pihak termasuk Majlis Ulama Indonesia (MUI), sebenarnya, kata dia tidak ada yang perlu direvisi.
Dalam undang-undang maupun PP, sambungnya aborsi tetap dilarang kecuali untuk dua hal itu yakni kedaruratan medis dan pemerkosaan.
Tidak hanya IDI, PP tertang aborsi ini juga sempat dikritik oleh pihak kepolisian. Namun, Nafsiah tetap berkeyakinan lantaran belum paham sepenuhnya.
"Saya tidak percaya. IDI pasti belum baca, saya tidak percaya IDI begitu. Kalau polisi, tadi saya bicara dengan Kapolri," tukasnya.
PP tentang Reproduksi Kesehatan merupakan pelaksanaan dari UU 36/2009 tentang Kesehatan. PP 61/2014 yang ditandatangani pada 21 Juli 2014 itu mengatur masalah aborsi bagi perempuan hamil yang diindikasikan memiliki kedaruratan medis dan atau hamil akibat perkosaan sesuai UU 36/2009 pasal 75 ayat 1.
Menanggapi hal itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi menduga, IDI belum memahami sepenuhnya terkait PP tersebut, sehingga perlu penjelasan lebih detail.
"Mereka (IDI) belum baca ya barangkali. Tapi nanti memang kami akan undang, supaya menjelaskan," kata dia di DPR, Jakarta, Jumat (15/8/2014).
Nafsiah mengungkapkan, penyusunan sudah dilakukan sejak tahun 2009 dalam pembahasannya melibatkan banyak pihak termasuk Majlis Ulama Indonesia (MUI), sebenarnya, kata dia tidak ada yang perlu direvisi.
Dalam undang-undang maupun PP, sambungnya aborsi tetap dilarang kecuali untuk dua hal itu yakni kedaruratan medis dan pemerkosaan.
Tidak hanya IDI, PP tertang aborsi ini juga sempat dikritik oleh pihak kepolisian. Namun, Nafsiah tetap berkeyakinan lantaran belum paham sepenuhnya.
"Saya tidak percaya. IDI pasti belum baca, saya tidak percaya IDI begitu. Kalau polisi, tadi saya bicara dengan Kapolri," tukasnya.
PP tentang Reproduksi Kesehatan merupakan pelaksanaan dari UU 36/2009 tentang Kesehatan. PP 61/2014 yang ditandatangani pada 21 Juli 2014 itu mengatur masalah aborsi bagi perempuan hamil yang diindikasikan memiliki kedaruratan medis dan atau hamil akibat perkosaan sesuai UU 36/2009 pasal 75 ayat 1.
(maf)