Meski Banyak Godaan, Golkar Konsisten Oposisi
A
A
A
JAKARTA - Setelah pengumuman hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, di mana pasangan Jokowi-JK sebagai presiden terpilih versi Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Partai Golkar tetap memilih untuk menjadi oposisi. Meskipun, ada beberapa kader partai yang hendak berpindah ke Jokowi-JK demi ambisi pribadi.
"Ya saya tetap berharap tidak pada posisi ada di birokrasi pemerintahan Pak Jokowi-JK. Jadi di luar saja," kata Ketua DPP Partai Golkar, Agun Gunanjar Sudarsa kepada wartawan usai acara Dialog MPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (14/8/2014).
Agun mengatakan, dirinya ingin agar Partai Golkar hanya menjadi penyeimbang kekuasan. Karena, dia lebih memilih konsistensi Partai Golkar yang pernah digagas pada zaman Akbar Tandjung, sebagai gagasan membangun sisitem kekuasaan negara yang efektif karena, ada eksekutif dan legislatif.
"Jadi mau Pak Agung Laksono, Pak Airlangga, Wahyudin, atau mungkin yang terakhir Pak Hajriyanto yang menyarankan Golkar untuk jadi koalisi," jelas Ketua Komisi II DPR itu.
Menurut Agun, tidak ada perkembangan yang signifikan dari pemilu ke pemilu terhadap suara Golkar, bahkan suara Golkar cenderung kecil.
Menurutnya, itu mungkin karena Golkar berdiri sebagai partai yang tertekan, sebagai partai yang tidak leluasa karena menjadi bemper pemerintahan terus menerus.
"Dengan pemilu kemarin Pak JK (Jusuf Kalla) kalah, saya berharap Golkar menjadi partai yang mandiri. Tapi nyatanya masuk setgab lagi, karena kita harus mendukung pemerintahan, karena kita tidak punya pengalaman jadi partai oposisi, dan kemudian jadi bemper lagi," terang Agun.
Oleh karena itu, lanjutnya, sudah saatnya Golkar untuk mengutamakan partai dan jangan mengutamakan orang lain. Jadi kalau soal Munas dipercepat itu tidak terlalu penting karena itu hal teknis.
Tapi baginya, akankah Munas dipercepat atau tidak, dirinya ingin Golkar tetap pada posisi tidak menjadi bemper pemerintahan.
"Tapi kalau tiba-tiba kita ngedukung di sini di pilpres dukung Prabowo-Hatta, tiba-tiba sudah kalah, lalu mendukung pemerintahan pihak lawan," tegasnya.
Oleh karena itu, dia mengingatkan kepada para senior yang pada suka memperjualbelikan dan memerdagangkan partai untuk kepentingan pribadi. Dia mengimbau agar semua sadar diri dan jangan terlalu mengedepankan ambisi.
"Karena saya senior juga, sebagai seorang senior saya juga ingin menasihati senior-senior yang lain. Mari kita bersatu di rumah Partai Golkar, dengan konsisten apa yang sudah kita lakukan, di merah putih," tutupnya.
Partai Golkar tetap memilih untuk menjadi oposisi. Meskipun, ada beberapa kader partai yang hendak berpindah ke Jokowi-JK demi ambisi pribadi.
"Ya saya tetap berharap tidak pada posisi ada di birokrasi pemerintahan Pak Jokowi-JK. Jadi di luar saja," kata Ketua DPP Partai Golkar, Agun Gunanjar Sudarsa kepada wartawan usai acara Dialog MPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (14/8/2014).
Agun mengatakan, dirinya ingin agar Partai Golkar hanya menjadi penyeimbang kekuasan. Karena, dia lebih memilih konsistensi Partai Golkar yang pernah digagas pada zaman Akbar Tandjung, sebagai gagasan membangun sisitem kekuasaan negara yang efektif karena, ada eksekutif dan legislatif.
"Jadi mau Pak Agung Laksono, Pak Airlangga, Wahyudin, atau mungkin yang terakhir Pak Hajriyanto yang menyarankan Golkar untuk jadi koalisi," jelas Ketua Komisi II DPR itu.
Menurut Agun, tidak ada perkembangan yang signifikan dari pemilu ke pemilu terhadap suara Golkar, bahkan suara Golkar cenderung kecil.
Menurutnya, itu mungkin karena Golkar berdiri sebagai partai yang tertekan, sebagai partai yang tidak leluasa karena menjadi bemper pemerintahan terus menerus.
"Dengan pemilu kemarin Pak JK (Jusuf Kalla) kalah, saya berharap Golkar menjadi partai yang mandiri. Tapi nyatanya masuk setgab lagi, karena kita harus mendukung pemerintahan, karena kita tidak punya pengalaman jadi partai oposisi, dan kemudian jadi bemper lagi," terang Agun.
Oleh karena itu, lanjutnya, sudah saatnya Golkar untuk mengutamakan partai dan jangan mengutamakan orang lain. Jadi kalau soal Munas dipercepat itu tidak terlalu penting karena itu hal teknis.
Tapi baginya, akankah Munas dipercepat atau tidak, dirinya ingin Golkar tetap pada posisi tidak menjadi bemper pemerintahan.
"Tapi kalau tiba-tiba kita ngedukung di sini di pilpres dukung Prabowo-Hatta, tiba-tiba sudah kalah, lalu mendukung pemerintahan pihak lawan," tegasnya.
Oleh karena itu, dia mengingatkan kepada para senior yang pada suka memperjualbelikan dan memerdagangkan partai untuk kepentingan pribadi. Dia mengimbau agar semua sadar diri dan jangan terlalu mengedepankan ambisi.
"Karena saya senior juga, sebagai seorang senior saya juga ingin menasihati senior-senior yang lain. Mari kita bersatu di rumah Partai Golkar, dengan konsisten apa yang sudah kita lakukan, di merah putih," tutupnya.
(maf)