Punya Kawasan Tanpa Rokok, Indonesia Masih Tahap Belajar
A
A
A
DEPOK - Kawasan Tanpa Rokok (KTR) diharapkan bukan hanya sekadar slogan atau aturan dalam Peraturan Daerah (Perda), tetapi juga harus mulai diimplementasikan di setiap daerah.
Political will ataupun good will dari pemerintah dibutuhkan untuk membuat KTR betul-betul steril (zero) dari rokok, asap rokok, aktifitas merokok, hingga jual beli rokok.
Namun, menurut Dosen dan Pakar Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Wahyu Sulistiadi, KTR di Indonesia masih dalam tahap belajar. Artinya KTR di Indonesia masih belum bebas sepenuhnya dari rokok.
"KTR di Indonesia masih dalam tahap belajar, tidak sepenuhnya 100 persen bebas rokok, ada daerah KTR malah menyediakan tempat khusus merokok, semestinya free zone, coba kalau dikasih tempat khusus merokok itu sistem sirkulasinya diatur enggak," tegasnya usai menerima gelar Doktor di FKM UI, Selasa 12 Agustus 2014.
KTR semestinya diterapkan di tempat berkumpulnya orang banyak dan anak sekolah. Seperti kampus, tempat beribadah, RS, area pendidikan, kantor pemerintahan. Perokok pasif jauh lebih sensitif.
"Kalau mau merokok jangan di tengah berkumpulnya orang, yang enggak merokok lebih sensitif, banyak kasus kanker paru-paru seperti itu, seperti adik saya sudah dua bulan ini dirawat di Dharmais karena mengidap kanker paru-paru karena ia pegawai Kementerian, teman-temannya merokok semua. Usut punya usut karena dalam jangka waktu lama menjadi perokok pasif," paparnya.
Empat kabupten sudah memiliki perda KTR seperti Bogor, Mataram, Palembang, dan lainnya. Diperlukan leadership yang bagus dari pemerintah daerah masing-masing.
"Tantangannya banyak, seperti di Karawang banyak industri rkok itu sendiri, namun wartawannya kuat mempublikasikan soal pajak rokok, di Palembang pun di jalan protokol tak ada iklan rokok, harus berani, KTR belum sepenuhnya terimplementasi," jelasnya.
Terkait gambar seram pada bungkus rokok, menurut Wahyu, ada dampak positifnya hanya pada perokok pemula atau yang akan mencoba-coba merokok. Namun bagi perokok aktif tentu dinggap biasa-biasa saja, sekalipun slogan 'Merokok Dapat Membunuhmu'.
"Tentu ada hasilnya, menurunkan perokok pemula, tetapi prevalensi perokok aktif belum, catatan penting, isu kebijakan perda ini harus dilaksanakan, secara internasional sudah ada FCTC meskipun presiden belum menandatangani, kita berharap presiden baru lebih berani, kita harus peduli pada anak-anak, orang hamil, dan perokok pasif," tegasnya.
Political will ataupun good will dari pemerintah dibutuhkan untuk membuat KTR betul-betul steril (zero) dari rokok, asap rokok, aktifitas merokok, hingga jual beli rokok.
Namun, menurut Dosen dan Pakar Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Wahyu Sulistiadi, KTR di Indonesia masih dalam tahap belajar. Artinya KTR di Indonesia masih belum bebas sepenuhnya dari rokok.
"KTR di Indonesia masih dalam tahap belajar, tidak sepenuhnya 100 persen bebas rokok, ada daerah KTR malah menyediakan tempat khusus merokok, semestinya free zone, coba kalau dikasih tempat khusus merokok itu sistem sirkulasinya diatur enggak," tegasnya usai menerima gelar Doktor di FKM UI, Selasa 12 Agustus 2014.
KTR semestinya diterapkan di tempat berkumpulnya orang banyak dan anak sekolah. Seperti kampus, tempat beribadah, RS, area pendidikan, kantor pemerintahan. Perokok pasif jauh lebih sensitif.
"Kalau mau merokok jangan di tengah berkumpulnya orang, yang enggak merokok lebih sensitif, banyak kasus kanker paru-paru seperti itu, seperti adik saya sudah dua bulan ini dirawat di Dharmais karena mengidap kanker paru-paru karena ia pegawai Kementerian, teman-temannya merokok semua. Usut punya usut karena dalam jangka waktu lama menjadi perokok pasif," paparnya.
Empat kabupten sudah memiliki perda KTR seperti Bogor, Mataram, Palembang, dan lainnya. Diperlukan leadership yang bagus dari pemerintah daerah masing-masing.
"Tantangannya banyak, seperti di Karawang banyak industri rkok itu sendiri, namun wartawannya kuat mempublikasikan soal pajak rokok, di Palembang pun di jalan protokol tak ada iklan rokok, harus berani, KTR belum sepenuhnya terimplementasi," jelasnya.
Terkait gambar seram pada bungkus rokok, menurut Wahyu, ada dampak positifnya hanya pada perokok pemula atau yang akan mencoba-coba merokok. Namun bagi perokok aktif tentu dinggap biasa-biasa saja, sekalipun slogan 'Merokok Dapat Membunuhmu'.
"Tentu ada hasilnya, menurunkan perokok pemula, tetapi prevalensi perokok aktif belum, catatan penting, isu kebijakan perda ini harus dilaksanakan, secara internasional sudah ada FCTC meskipun presiden belum menandatangani, kita berharap presiden baru lebih berani, kita harus peduli pada anak-anak, orang hamil, dan perokok pasif," tegasnya.
(mhd)