Tim Transisi Jokowi Bisa Jadi Sekadar Formalitas
A
A
A
JAKARTA - Calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) telah membentuk tim transisi pemerintahan.
Selain untuk berkomunikasi dengan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, salah satu tugas tim ini memberikan masukan terkait komposisi kabinet.
Pengamat politik dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf menilai tim tersebut sebagai sebuah formalisasi dari komitmen politik Jokowi tentang pemerintahan nontransaksional atau koalisi tanpa syarat.
Bagi dia, sebenarnya pembentukan tim itu sebagai sesuatu yang bagus. Namun dalam perjalanan nantinya akan menemui banyak kendala ketika berhadapan dengan para partai politik pengusungnya.
Dia menilai, bukan tidak mungkin tim itu nantinya hanya menjadi sesuatu yang hanya bersifat formalitas. "Sebab dalam politik ujungnya adalah kompromi politik," tutur Asep kepada Sindonews, Jakarta (9/8/2014).
Asep memprediksi Jokowi akan menghadapi dilema dalam merealisasikan komitmen koalisi tanpa syarat. Sebab bukan tidak mungkin kelak muncul gejolak politik di internal koalisi terkait beberapa hal.
Apalagi, kata dia, sudah muncul kabar ada anggota koalisi pendukung Jokowi-JK terkait pelibatan dalam tim transisi. "Jokowi akan terjebak pada janji awalnya tentang koalisi tanpa syarat," tandas Asep.
Asep juga mempertanyakan alasan Jokowi yang terkesan terburu-buruh membentuk tim ini sebelum ada keputusan final tentang capres terpilih.
Menurut dia, seharusnya Jokowi-JK menahan diri menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK). "Semestinya Jokowi menahan diri dengan menghormati proses yang sedang berlangsung di MK," ujarnya.
Seperti diketahui, tim transisi Jokowi -JK diketuai oleh mantan Menteri Prindustrian dan Perdagangan Rini M Soemarno. Dalam menjalankan tugasnya, tim dibantu oleh empat staf deputi, yakni Andi Widjajanto, Hasto Kristiyanto, Akbar Faizal, Anies Baswedan. Tim ini berkantor di rumah transisi di Jalan Situbondo, Nomor 10, Menteng, Jakarta Pusat.
Selain untuk berkomunikasi dengan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, salah satu tugas tim ini memberikan masukan terkait komposisi kabinet.
Pengamat politik dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf menilai tim tersebut sebagai sebuah formalisasi dari komitmen politik Jokowi tentang pemerintahan nontransaksional atau koalisi tanpa syarat.
Bagi dia, sebenarnya pembentukan tim itu sebagai sesuatu yang bagus. Namun dalam perjalanan nantinya akan menemui banyak kendala ketika berhadapan dengan para partai politik pengusungnya.
Dia menilai, bukan tidak mungkin tim itu nantinya hanya menjadi sesuatu yang hanya bersifat formalitas. "Sebab dalam politik ujungnya adalah kompromi politik," tutur Asep kepada Sindonews, Jakarta (9/8/2014).
Asep memprediksi Jokowi akan menghadapi dilema dalam merealisasikan komitmen koalisi tanpa syarat. Sebab bukan tidak mungkin kelak muncul gejolak politik di internal koalisi terkait beberapa hal.
Apalagi, kata dia, sudah muncul kabar ada anggota koalisi pendukung Jokowi-JK terkait pelibatan dalam tim transisi. "Jokowi akan terjebak pada janji awalnya tentang koalisi tanpa syarat," tandas Asep.
Asep juga mempertanyakan alasan Jokowi yang terkesan terburu-buruh membentuk tim ini sebelum ada keputusan final tentang capres terpilih.
Menurut dia, seharusnya Jokowi-JK menahan diri menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK). "Semestinya Jokowi menahan diri dengan menghormati proses yang sedang berlangsung di MK," ujarnya.
Seperti diketahui, tim transisi Jokowi -JK diketuai oleh mantan Menteri Prindustrian dan Perdagangan Rini M Soemarno. Dalam menjalankan tugasnya, tim dibantu oleh empat staf deputi, yakni Andi Widjajanto, Hasto Kristiyanto, Akbar Faizal, Anies Baswedan. Tim ini berkantor di rumah transisi di Jalan Situbondo, Nomor 10, Menteng, Jakarta Pusat.
(dam)