Penjelasan Tim Advokasi Prabowo-Hatta Soal TSM
A
A
A
JAKARTA - Materi gugatan pihak kuasa hukum pasangan Capres dan Cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mengenai terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) ikut menjadi perhatian Hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Pasalnya, dianggap kurang jelas apa dalil-dalilnya.
Anggota tim advokasi pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Habiburokhman mengatakan, TSM sebetulnya sudah menjadi terminilogi umum dan sangat biasa digunakan dalam persidangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU). Sehingga, pihaknya merasa tidak perlu menjelaskan lebih jauh dalam materi gugatannya.
"Sehingga kita merasa kalau yang sudah jelas, tidak perlu dijelaskan lagi di dalam gugatan ini. Apalagi Majelis Hakim Konstitusi sudah sangat memahami," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Kamis (7/8/2014).
Namun, kata dia, pihaknya akan memenuhi permintaan Hakim Konstitusi menguraikan perdefenisi soal TSM agar semakin jelas dan gamblang. Menurutnya, penggunaan istilah TSM berdasarkan bukti-bukti pelanggaran pemilu yang mereka miliki.
"TSM itu dalam kasus ini paling mudah dibuktikan. Terutama terkait dengan tuntutan PSU (Pemilihan Suara Ulang) secara nasional," ucapnya.
Dijelaskannya, pelanggaran dan kecurangan Pilpres 2014 secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) meliputi beberapa hal. Pertama, mulai dari pencetakan surat suara yang melebihi ketentuan undang-undang.
"Kedua, distribusi surat suara tidak mencukupi ketentuan undang-undang, Yang ketiga, kemudian juga penyalahgunaan DPKTb. Ini terjadi di seluruh provinsi. Ini semua terjadi secara TSM," tandasnya.
Ia menambahkan, pelanggaran dan kecurangan Pilpres 2014 ditambah dengana istilah Terencana. "Mengapa kita sebut Terencana? Karena dilakukan sejak penetapan DPT (Daftar Pemilih Tetap)," tutupnya.
Anggota tim advokasi pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Habiburokhman mengatakan, TSM sebetulnya sudah menjadi terminilogi umum dan sangat biasa digunakan dalam persidangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU). Sehingga, pihaknya merasa tidak perlu menjelaskan lebih jauh dalam materi gugatannya.
"Sehingga kita merasa kalau yang sudah jelas, tidak perlu dijelaskan lagi di dalam gugatan ini. Apalagi Majelis Hakim Konstitusi sudah sangat memahami," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Kamis (7/8/2014).
Namun, kata dia, pihaknya akan memenuhi permintaan Hakim Konstitusi menguraikan perdefenisi soal TSM agar semakin jelas dan gamblang. Menurutnya, penggunaan istilah TSM berdasarkan bukti-bukti pelanggaran pemilu yang mereka miliki.
"TSM itu dalam kasus ini paling mudah dibuktikan. Terutama terkait dengan tuntutan PSU (Pemilihan Suara Ulang) secara nasional," ucapnya.
Dijelaskannya, pelanggaran dan kecurangan Pilpres 2014 secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) meliputi beberapa hal. Pertama, mulai dari pencetakan surat suara yang melebihi ketentuan undang-undang.
"Kedua, distribusi surat suara tidak mencukupi ketentuan undang-undang, Yang ketiga, kemudian juga penyalahgunaan DPKTb. Ini terjadi di seluruh provinsi. Ini semua terjadi secara TSM," tandasnya.
Ia menambahkan, pelanggaran dan kecurangan Pilpres 2014 ditambah dengana istilah Terencana. "Mengapa kita sebut Terencana? Karena dilakukan sejak penetapan DPT (Daftar Pemilih Tetap)," tutupnya.
(kri)