Hasil Quick Count Tiga Lembaga Survei Dinilai Janggal
A
A
A
JAKARTA - Pakar Matematika dan Teknologi Informasi, Tras Rustamaji menilai janggal penghitungan cepat atau quick count yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Lingkaran Survei Indonesia (LSI) serta Indikator.
Menurut dia, perhitungan awal quick count SRMC, Indikator dan LSI pada 9 Juli sejak pukul 11.30 WIB sampai dengan 13.05 WIB terlihat wajar, dengan posisi Prabowo Subianto - Hatta Rajasa 52,94% dan Joko Widodo-Jusuf Kalla 47,06% , dengan data masuk sebanyak 13,78%.
Pada saat itu, kata dia, sebenarnya kurva suara sudah mulai stabil. Ketika itu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa unggul sekira 53%, dan Joko Widodo-Jusuf Kalla 47%. "Tiba-tiba pada pukul 13.19 terjadi grafik refresh, dan hasilnya berbalik 180 derajat atau data hasil sulap," ujarnya saat jumpa pers di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Saat terjadi grafik refresh itu, lanjut dia, Jokowi-JK 52,7% atau naik pesat sebesar 5,64%. Sedangkan Prabowo-Hatta 43,3% atau turun drastis sebesar 5,64%. "Padahal data baru yang masuk hanya bertambah 3,87%. Selanjutnya data masuk dan kurva suara terlihat stabil untuk keunggulan Jokowi-JK," ungkapnya.
Dia berpendapat, sebenarnya secara matematis, hal demikian bisa saja terjadi. "Tetapi secara praktiknya tidak mungkin," katanya.
Untuk menghasilkan perubahan drastis itu, kata dia, dari 156 data TPS yang baru masuk dalam 14 menit itu mengharuskan rata-rata per TPS suara untuk Jokowi.
Dia menilai hal itu sangat tidak mungkin didapatkan jika pemasukan data dilakukan secara acak. "Kejanggalan pada quick count SRMC, LSI dan Indikator ini jelas-jelas telah menyalahi kaidah dalam ilmu statistik yang merupakan cabang dari ilmu matematika, maka saya simpulkan terlah terjadi manipulasi hasil quick count Pilpres 2014 oleh SRMC, LSI dan Indikator," tuturnya.
Menurut dia, perhitungan awal quick count SRMC, Indikator dan LSI pada 9 Juli sejak pukul 11.30 WIB sampai dengan 13.05 WIB terlihat wajar, dengan posisi Prabowo Subianto - Hatta Rajasa 52,94% dan Joko Widodo-Jusuf Kalla 47,06% , dengan data masuk sebanyak 13,78%.
Pada saat itu, kata dia, sebenarnya kurva suara sudah mulai stabil. Ketika itu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa unggul sekira 53%, dan Joko Widodo-Jusuf Kalla 47%. "Tiba-tiba pada pukul 13.19 terjadi grafik refresh, dan hasilnya berbalik 180 derajat atau data hasil sulap," ujarnya saat jumpa pers di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Saat terjadi grafik refresh itu, lanjut dia, Jokowi-JK 52,7% atau naik pesat sebesar 5,64%. Sedangkan Prabowo-Hatta 43,3% atau turun drastis sebesar 5,64%. "Padahal data baru yang masuk hanya bertambah 3,87%. Selanjutnya data masuk dan kurva suara terlihat stabil untuk keunggulan Jokowi-JK," ungkapnya.
Dia berpendapat, sebenarnya secara matematis, hal demikian bisa saja terjadi. "Tetapi secara praktiknya tidak mungkin," katanya.
Untuk menghasilkan perubahan drastis itu, kata dia, dari 156 data TPS yang baru masuk dalam 14 menit itu mengharuskan rata-rata per TPS suara untuk Jokowi.
Dia menilai hal itu sangat tidak mungkin didapatkan jika pemasukan data dilakukan secara acak. "Kejanggalan pada quick count SRMC, LSI dan Indikator ini jelas-jelas telah menyalahi kaidah dalam ilmu statistik yang merupakan cabang dari ilmu matematika, maka saya simpulkan terlah terjadi manipulasi hasil quick count Pilpres 2014 oleh SRMC, LSI dan Indikator," tuturnya.
(dam)