KPU Disarankan Gandeng Satu Lembaga Hitung Cepat
A
A
A
JAKARTA - Keterlibatan lembaga survei dalam hasil penghitungan cepat (quick count) dinilai seharusnya menjadi modal kecerdasan politik masyarakat. Namun, hasil berbeda hitung cepat justru membuat masyarakat menjadi bingung mencerna pesan politik.
"Quick count saat ini yang terlihat hanya menghasilkan potensi berbagai kecurigaan. Saya kaget ada yang exit poll jam 11 siang itu sudah keluar. Ini jelas akan menciptakan saling kecurigaan psikologi," ujar Dosen Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI), Dewi Haroen saat diskusi bertajuk Meluruskan Quick Count di Gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Dewi mengapresiasi niat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang meminta media televisi menghentikan penayangan hitung cepat.
Menurutnya, dengan menghentikan penayangan hitung cepat akan mengurangi ketegangan kedua kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
"Oleh karena itu agar hasil quick count tidak menjadi perdebatan, maka ke depan mungkin hanya ada satu saja lembaga quick count dan itu di bawah kendali langsung KPU," ungkapnya.
Dewi menambahkan, dengan kehadiran satu lembaga survei yang dikontrol penuh oleh KPU setidaknya mampu menekan penggiringan opini yang beragam belakangan ini.
"Kalau sekarang yang di atas itu mungkin mereka akan saling memberi ucapan selamat, tapi yang di bawah ini yang justru akan mudah terjadi gesekan," tutupnya.
"Quick count saat ini yang terlihat hanya menghasilkan potensi berbagai kecurigaan. Saya kaget ada yang exit poll jam 11 siang itu sudah keluar. Ini jelas akan menciptakan saling kecurigaan psikologi," ujar Dosen Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI), Dewi Haroen saat diskusi bertajuk Meluruskan Quick Count di Gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Dewi mengapresiasi niat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang meminta media televisi menghentikan penayangan hitung cepat.
Menurutnya, dengan menghentikan penayangan hitung cepat akan mengurangi ketegangan kedua kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
"Oleh karena itu agar hasil quick count tidak menjadi perdebatan, maka ke depan mungkin hanya ada satu saja lembaga quick count dan itu di bawah kendali langsung KPU," ungkapnya.
Dewi menambahkan, dengan kehadiran satu lembaga survei yang dikontrol penuh oleh KPU setidaknya mampu menekan penggiringan opini yang beragam belakangan ini.
"Kalau sekarang yang di atas itu mungkin mereka akan saling memberi ucapan selamat, tapi yang di bawah ini yang justru akan mudah terjadi gesekan," tutupnya.
(kri)