Pilpres 2014, Media Ikut Tentukan Nasib Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Media merupakan salah satu pilar demokrasi. Maka itu dalam kondisi politik yang kian memanas ini seharusnya menjalankan fungsinya sebagai jurnalisme damai, bukan ikut memanasi dengan menyajikan hasil hitung cepat (quick count) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 secara terus-menerus.
Mantan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Iswandi Syahputra mengatakan, polarisasi media dalam pilpres kali ini sangat jelas terlihat. Keberpihakan media terhadap pasangan calon presiden (capres) masing-masing menjadi ancaman nyata bagi demokrasi di Indonesia.
"Mayoritas dari media mainstream terlihat dengan jelas berpihak pada pasangan nomor 2. Berkolaborasi dengan lembaga survei, tiap hari isi beritanya quick count melulu. Ini pasti ada tujuannya," ujar Iswandi dalam keterangan persnya kepada wartawan, Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Menurutnya, perang saudara di negara ini bisa saja terjadi jika media terus memberitakan sesuai kepentingan pihak pasangan capres masing-masing. Hal ini dikhawatirkan membahayakan nasib bangsa Indonesia ke depan.
Iswandi mencontohkan, negara Yugoslavia tutup usia pada usia 88 tahun, begitu juga Uni Soviet yang besar dan kokoh akhirnya bubar pada usia 74 tahun karena konflik. "Mengerikan sekali jika Indonesia bubar menjelang usia 69 tahun akibat perang saudara dan itu terjadi karena media ikut memanasi situasi," ucapnya.
Mantan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Iswandi Syahputra mengatakan, polarisasi media dalam pilpres kali ini sangat jelas terlihat. Keberpihakan media terhadap pasangan calon presiden (capres) masing-masing menjadi ancaman nyata bagi demokrasi di Indonesia.
"Mayoritas dari media mainstream terlihat dengan jelas berpihak pada pasangan nomor 2. Berkolaborasi dengan lembaga survei, tiap hari isi beritanya quick count melulu. Ini pasti ada tujuannya," ujar Iswandi dalam keterangan persnya kepada wartawan, Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Menurutnya, perang saudara di negara ini bisa saja terjadi jika media terus memberitakan sesuai kepentingan pihak pasangan capres masing-masing. Hal ini dikhawatirkan membahayakan nasib bangsa Indonesia ke depan.
Iswandi mencontohkan, negara Yugoslavia tutup usia pada usia 88 tahun, begitu juga Uni Soviet yang besar dan kokoh akhirnya bubar pada usia 74 tahun karena konflik. "Mengerikan sekali jika Indonesia bubar menjelang usia 69 tahun akibat perang saudara dan itu terjadi karena media ikut memanasi situasi," ucapnya.
(kur)