Ingat Ya, Quick Count Bukan Acuan Capres Menang
A
A
A
JAKARTA - Hasil quick count Pilpres 2014 sejumlah lembaga survei jangan dijadikan acuan untuk kemenangan capres-cawapres.
Pernyataan tersebut merupakan kritik dari kalangan kampus, Presiden Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang juga Koordinator Pusat BEM seluruh Indonesia Diki Saefurohman.
"Kembalikan hasil pilpres pada keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara resmi negara untuk menentukan pemenangnya," ujar Diki di Aula Universitas Negeri Jakarta, Jumat (11/7/2014).
Hal demikian dikatakannya terkait fenomena saling klaim kemenangan oleh kedua kubu pasangan capres dan cawapres saat ini. Saling klaim tersebut dianggap menjadi manuver politik yang berbahaya.
Dirinya berpendapat, keputusan KPU adalah konsensus yang telah disepakati dan diwujudkan dalam bentuk peraturan perundangan.
"Dengan dasar itulah kita harus meyakini, bahwa hanya KPU yang bisa menetapkan hasil Pilpres 9 Juli 2014 kemarin, meskipun hasilnya berbeda dengan quick count," katanya.
Dia menyayangkan pendapat Direktur Eksekutif Indikator Burhanudin Muhtadi yang memastikan real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) salah apabila hasilnya berbeda dengan quick count Indikator maupun lembaga survei yang memenangkan pasangan capres dan cawapres Jokowi-JK.
"Bahasa seperti itu tentunya bisa memicu konflik horizontal di masyarakat. Masa KPU diragukan," ucapnya.
Tak hanya itu, dia pun menolak mafia survei dan penyalahgunaan quick count oleh lembaga-lembaga seperti SMRC, Indikator, LSI, dan lain-lain yang mengklaim hasil surveinya betul.
Pernyataan tersebut merupakan kritik dari kalangan kampus, Presiden Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang juga Koordinator Pusat BEM seluruh Indonesia Diki Saefurohman.
"Kembalikan hasil pilpres pada keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara resmi negara untuk menentukan pemenangnya," ujar Diki di Aula Universitas Negeri Jakarta, Jumat (11/7/2014).
Hal demikian dikatakannya terkait fenomena saling klaim kemenangan oleh kedua kubu pasangan capres dan cawapres saat ini. Saling klaim tersebut dianggap menjadi manuver politik yang berbahaya.
Dirinya berpendapat, keputusan KPU adalah konsensus yang telah disepakati dan diwujudkan dalam bentuk peraturan perundangan.
"Dengan dasar itulah kita harus meyakini, bahwa hanya KPU yang bisa menetapkan hasil Pilpres 9 Juli 2014 kemarin, meskipun hasilnya berbeda dengan quick count," katanya.
Dia menyayangkan pendapat Direktur Eksekutif Indikator Burhanudin Muhtadi yang memastikan real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) salah apabila hasilnya berbeda dengan quick count Indikator maupun lembaga survei yang memenangkan pasangan capres dan cawapres Jokowi-JK.
"Bahasa seperti itu tentunya bisa memicu konflik horizontal di masyarakat. Masa KPU diragukan," ucapnya.
Tak hanya itu, dia pun menolak mafia survei dan penyalahgunaan quick count oleh lembaga-lembaga seperti SMRC, Indikator, LSI, dan lain-lain yang mengklaim hasil surveinya betul.
(hyk)