Jelang Pilpres, Pangdam III/Siliwangi Kumpulkan Ribuan Babinsa
A
A
A
CIREBON - Jelang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 9 Juli 2014, Pangdam III/Siliwangi Mayjen TNI Dedi Kusnadi Thamim mengumpulkan ribuan anggota militer dan PNS jajaran Korem 063/Sunan Gunung Jati (SGJ), kemarin. Sedikitnya, 2.400 Bintara Pembina Desa (babinsa) maupun PNS hadir dalam apel besar dan pengarahan Pangdam III/Siliwangi itu.
Mereka dikumpulkan di aula salah satu hotel yang berlokasi di Jalan Brigjen Dharsono, Kabupaten Cirebon, Selasa (17/6/2014). Dalam kesempatan itu, Pangdam menekankan netralitas TNI dan PNS. Memang, tak sedikit anggota militer dan PNS yang rupanya belum memahami batas-batas netralitas dimaksud.
Misal, ketika salah satu prajurit belum dapat memastikan istrinya turut dalam pemungutan suara. Sersan Satu Dedi M, nama babinsa tersebut, menyebut sang istri tak juga dapat memilih mengingat statusnya istri prajurit seperti hal dirinya sebagai anggota militer.
Begitu pula ketika prajurit lainnya menyebut untuk membolehkan aset tanah milik anggota militer digunakan sebagai lokasi kampanye pasangan capres tertentu. Ada pula prajurit lain yang menyebut untuk tetap menerima uang yang diangsurkan seseorang, apabila terjadi serangan fajar jelang pemilihan.
"Kalau uang yang diserahkan itu mengarah pada salah satu capres, kami tolak. Tapi kalau sekadar memberi, saya terima dan jika meragukan tujuannya saya sodaqohkan," ungkap Kopral Kepala Jamal, salah satu babinsa, yang kemudian mengundang tawa hadirin.
Di luar itu, tak sedikit pertanyaan lain yang muncul terkait peran anggota militer dalam pilpres, baik sebelum maupun setelah pemungutan suara. Pangdam pun mengingatkan, anggota militer memang harus netral. Namun istri dan anggota keluarga lainnya yang bukan berstatus TNI tetap berhak memilih. "Istri prajurit punya hak suara, jadi dia boleh memilih. Boleh pula jadi panitia pemilu, tapi sebisa mungkin berikan tugas itu pada orang lain dan dia tak boleh ikut kampanye," jelas dia.
Meski netral, tambah dia, anggota militer tetap harus mengingatkan masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya dan tak golput. Bahkan, jika ada warga yang belum mendapat kartu panggilan untuk memilih, babinsa terkait harus mengoordinasikan dengan panitia pemilu di tingkat desa masing-masing.
Sementara, terkait pemanfaatan lahan milik prajurit untuk kepentingan pemilu, dia menegaskan larangan penggunaannya untuk kampanye. Sementara, jika digunakan sebagai lokasi tempat pemungutan suara (TPS), hal itu diperbolehkan.
"Kalau sampai ada yang memberi uang, tanya dulu keperluannya apa. Kalau ragu-ragu karena khawatir membuat orang itu tersinggung, sodaqohkan," kata dia seraya menyetujui argumen Kopral Jamal terkait kemungkinan serangan fajar.
Babinsa pun diwajibkan mencatat hasil pencoblosan dan situasinya dengan meminta data ke pemerintah desa. Pangdam pun meminta kewaspadaan setiap danrem, dandim, serta danyon segera mengorganisir satuan-satuan di bawahnya. "Jangan kendor bina masyarakat, tapi tetap harus netral," cetus dia.
Mereka dikumpulkan di aula salah satu hotel yang berlokasi di Jalan Brigjen Dharsono, Kabupaten Cirebon, Selasa (17/6/2014). Dalam kesempatan itu, Pangdam menekankan netralitas TNI dan PNS. Memang, tak sedikit anggota militer dan PNS yang rupanya belum memahami batas-batas netralitas dimaksud.
Misal, ketika salah satu prajurit belum dapat memastikan istrinya turut dalam pemungutan suara. Sersan Satu Dedi M, nama babinsa tersebut, menyebut sang istri tak juga dapat memilih mengingat statusnya istri prajurit seperti hal dirinya sebagai anggota militer.
Begitu pula ketika prajurit lainnya menyebut untuk membolehkan aset tanah milik anggota militer digunakan sebagai lokasi kampanye pasangan capres tertentu. Ada pula prajurit lain yang menyebut untuk tetap menerima uang yang diangsurkan seseorang, apabila terjadi serangan fajar jelang pemilihan.
"Kalau uang yang diserahkan itu mengarah pada salah satu capres, kami tolak. Tapi kalau sekadar memberi, saya terima dan jika meragukan tujuannya saya sodaqohkan," ungkap Kopral Kepala Jamal, salah satu babinsa, yang kemudian mengundang tawa hadirin.
Di luar itu, tak sedikit pertanyaan lain yang muncul terkait peran anggota militer dalam pilpres, baik sebelum maupun setelah pemungutan suara. Pangdam pun mengingatkan, anggota militer memang harus netral. Namun istri dan anggota keluarga lainnya yang bukan berstatus TNI tetap berhak memilih. "Istri prajurit punya hak suara, jadi dia boleh memilih. Boleh pula jadi panitia pemilu, tapi sebisa mungkin berikan tugas itu pada orang lain dan dia tak boleh ikut kampanye," jelas dia.
Meski netral, tambah dia, anggota militer tetap harus mengingatkan masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya dan tak golput. Bahkan, jika ada warga yang belum mendapat kartu panggilan untuk memilih, babinsa terkait harus mengoordinasikan dengan panitia pemilu di tingkat desa masing-masing.
Sementara, terkait pemanfaatan lahan milik prajurit untuk kepentingan pemilu, dia menegaskan larangan penggunaannya untuk kampanye. Sementara, jika digunakan sebagai lokasi tempat pemungutan suara (TPS), hal itu diperbolehkan.
"Kalau sampai ada yang memberi uang, tanya dulu keperluannya apa. Kalau ragu-ragu karena khawatir membuat orang itu tersinggung, sodaqohkan," kata dia seraya menyetujui argumen Kopral Jamal terkait kemungkinan serangan fajar.
Babinsa pun diwajibkan mencatat hasil pencoblosan dan situasinya dengan meminta data ke pemerintah desa. Pangdam pun meminta kewaspadaan setiap danrem, dandim, serta danyon segera mengorganisir satuan-satuan di bawahnya. "Jangan kendor bina masyarakat, tapi tetap harus netral," cetus dia.
(zik)