Dipecat, Ketua KPU Batam Tidak Diberitahu
A
A
A
BATAM - Mantan Ketua KPU Batam Muhammad Syahdan mengaku tidak mengetahui hasil putusan sidang DKPP yang telah memecat dirinya. Dia mengaku masih berkonsentrasi pada sidang pidana yang tengah dijalaninya.
"Saya belum dapat infonya, karena konsentrasi di sidang dulu," kata Syahdan, ditemui sebelum sidang dengan agenda putusan sela, di Pengadilan Negeri Batam, Selasa (10/6/2014).
Menurut Syahdan, dirinya harus melihat risalah atas putusan pemecatan, sebelum akhirnya menerima atau menolak pemecatan tersebut. "Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu bukan inkrah, ada tahapan-tahapan yang akan dilalui," tuturnya.
Meskipun pemecatan atas dirinya telah dilakukan, namun Syahdan mengaku dirinya tidak bersalah. Dalam sidang DKPP di Tanjungpinang, dirinya disebut telah melakukan pemufakatan jahat.
"Artinya dalam hal ini tidak hanya saya sendiri, ada yang lain. Tapi kenapa saya saja? Ini kan lucu putusannya. Hal ini sudah kami beberkan juga di DKPP. Kita belum tahu kesalahan-kesalahan kita. Karena ada tiga yang teradu, artinya yang mendapatkan sanksi semua," bebernya.
Lebih jauh, dia mengaku menerima lapang dada pemecatan itu. Menurutnya, hal tersebut adalah risiko sebuah jabatan. Dia juga mengaku tidak menyesal telah menjadi Ketua KPU Batam.
"Ini risiko sebuah jabatan dan saya tidak pernah menyesal menjadi Ketua KPU Batam, karena itu pilihan hidup. Itu resiko pilihan saya. Saya juga akan menerima kemungkinan terburuk dan mengikuti semua proses hukumnya. Kalau tidak, saya sudah kabur dong," ungkapnya.
Kendati begitu, dia mengaku tidak terima atas tuduhan yang dijatuhkan kepada dirinya. "Ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan fakta. Ricky tidak pernah melihat dan mendengar langsung rapat pleno. Itu kesalahan penginputan. Siapa yang mengubah DB1? Kami tidak pernah mengubah," jelasnya.
Ketika terjadi perbedaan data dan angka, lanjut Syahdan, harusnya diperbaiki di KPU Provinsi.
"Waktu penutupan rapat pleno, saya sudah sampaikan untuk mengisi form DB2. Dan kenapa saya cepat menutup rapat, karena tidak mungkin semua instruksi harus saya dengarkan. Sedangkan kerja saya sudah terlambat. Gampang saja, isi DB2, ajukan ke MK, dan itu yang saya lakukan," kata Syahdan.
Sementara itu, terkait isu suap yang santer beredar, Syahdan membantah hal tersebut. "Fakta suapnya mana? Saya pernah dapat laporan dari jaksa. Kalau memang saya menerima, kenapa jaksa tidak tangkap saya?" ungkapnya.
Dia melanjutkan, jumlah suap Rp17 miliar, tinggal Rp5 miliar dan belum dia terima. "Bisa kaya mendadak saya kalau benar seperti itu. Tapi silakan cek rekening saya. Itu isunya, tapi faktanya dalam dakwaan saya cuma mekanisme saja kan," pungkasnya.
"Saya belum dapat infonya, karena konsentrasi di sidang dulu," kata Syahdan, ditemui sebelum sidang dengan agenda putusan sela, di Pengadilan Negeri Batam, Selasa (10/6/2014).
Menurut Syahdan, dirinya harus melihat risalah atas putusan pemecatan, sebelum akhirnya menerima atau menolak pemecatan tersebut. "Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu bukan inkrah, ada tahapan-tahapan yang akan dilalui," tuturnya.
Meskipun pemecatan atas dirinya telah dilakukan, namun Syahdan mengaku dirinya tidak bersalah. Dalam sidang DKPP di Tanjungpinang, dirinya disebut telah melakukan pemufakatan jahat.
"Artinya dalam hal ini tidak hanya saya sendiri, ada yang lain. Tapi kenapa saya saja? Ini kan lucu putusannya. Hal ini sudah kami beberkan juga di DKPP. Kita belum tahu kesalahan-kesalahan kita. Karena ada tiga yang teradu, artinya yang mendapatkan sanksi semua," bebernya.
Lebih jauh, dia mengaku menerima lapang dada pemecatan itu. Menurutnya, hal tersebut adalah risiko sebuah jabatan. Dia juga mengaku tidak menyesal telah menjadi Ketua KPU Batam.
"Ini risiko sebuah jabatan dan saya tidak pernah menyesal menjadi Ketua KPU Batam, karena itu pilihan hidup. Itu resiko pilihan saya. Saya juga akan menerima kemungkinan terburuk dan mengikuti semua proses hukumnya. Kalau tidak, saya sudah kabur dong," ungkapnya.
Kendati begitu, dia mengaku tidak terima atas tuduhan yang dijatuhkan kepada dirinya. "Ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan fakta. Ricky tidak pernah melihat dan mendengar langsung rapat pleno. Itu kesalahan penginputan. Siapa yang mengubah DB1? Kami tidak pernah mengubah," jelasnya.
Ketika terjadi perbedaan data dan angka, lanjut Syahdan, harusnya diperbaiki di KPU Provinsi.
"Waktu penutupan rapat pleno, saya sudah sampaikan untuk mengisi form DB2. Dan kenapa saya cepat menutup rapat, karena tidak mungkin semua instruksi harus saya dengarkan. Sedangkan kerja saya sudah terlambat. Gampang saja, isi DB2, ajukan ke MK, dan itu yang saya lakukan," kata Syahdan.
Sementara itu, terkait isu suap yang santer beredar, Syahdan membantah hal tersebut. "Fakta suapnya mana? Saya pernah dapat laporan dari jaksa. Kalau memang saya menerima, kenapa jaksa tidak tangkap saya?" ungkapnya.
Dia melanjutkan, jumlah suap Rp17 miliar, tinggal Rp5 miliar dan belum dia terima. "Bisa kaya mendadak saya kalau benar seperti itu. Tapi silakan cek rekening saya. Itu isunya, tapi faktanya dalam dakwaan saya cuma mekanisme saja kan," pungkasnya.
(san)