Dukungan Pejabat Negara di Tim Capres Picu Kecurangan
A
A
A
JAKARTA - Indonesia Coruption Watch (ICW) mengaku dukungan sejumlah pejabat negara dan kepala daerah kepada dua pasang capres dan cawapres, picu kecurangan pada Pilpres 2014.
Sebab, para pejabat negara dan kepala daerah sangat leluasa untuk menggunakan kuasanya dalam memainkan peran, sebagai pendukung sekaligus tim pemenangan bakal calon.
Hal itu dikatakan peneliti ICW, Abdullah Dahlan saat beraudiensi dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). "Kami menyampaikan beberapa hal, terkait dengan potensi pelanggaran yang mungkin terjadi khususnya nuansa politisasi birokrasi dan nuansa penyalahgunaan pilpres ke depan," kata Dahlan, di Gedung Bawaslu, Jakarta, Jumat (6/6/2014).
Bagaimana tidak, sebab, dukungan para pejabat negara dan kepala daerah terblok di dua pasangan capres dan cawapres. Meskipun, dukungan itu terbilang kurang seimbang. Namun, dukungan itu berperan dari tingkat pusat hingga daerah.
Dia melanjutkan, di sini, kata Dahlan, dibutuhkan peran kuat Bawaslu dan masyarakat untuk mengawal keberadaan pejabat negara dan kepala daerah yang bertugas menjadi tim pemenangan capres dan cawapres.
"Presiden SBY harus lebih tegas agar kementrian pusat menyatakan kenetralan, dan diharapkan bisa memberhentikan para menteri yang sudah masuk struktur pemenangan capres," ujarnya.
Dari unsur pembiayaan politik, tambah Dahlan, jika pejabat negara setingkat menteri dan Gubernur atau Walikota/Bupati tidak terawasi dengan ketat, maka dimungkinkan pembiayaan tim pemenangan dengan mudah diambil dari fasilitas yang dimiliki masing-masing pejabat negara dan kepala daerah.
"Bawaslu harus mematikan sudah resmi mereka suda mendapatkan hak cuti. Jangan sampai kebijakan dan birokrasi daerah dijadikan instrumen pemenangan," tegasnya.
Sebab, para pejabat negara dan kepala daerah sangat leluasa untuk menggunakan kuasanya dalam memainkan peran, sebagai pendukung sekaligus tim pemenangan bakal calon.
Hal itu dikatakan peneliti ICW, Abdullah Dahlan saat beraudiensi dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). "Kami menyampaikan beberapa hal, terkait dengan potensi pelanggaran yang mungkin terjadi khususnya nuansa politisasi birokrasi dan nuansa penyalahgunaan pilpres ke depan," kata Dahlan, di Gedung Bawaslu, Jakarta, Jumat (6/6/2014).
Bagaimana tidak, sebab, dukungan para pejabat negara dan kepala daerah terblok di dua pasangan capres dan cawapres. Meskipun, dukungan itu terbilang kurang seimbang. Namun, dukungan itu berperan dari tingkat pusat hingga daerah.
Dia melanjutkan, di sini, kata Dahlan, dibutuhkan peran kuat Bawaslu dan masyarakat untuk mengawal keberadaan pejabat negara dan kepala daerah yang bertugas menjadi tim pemenangan capres dan cawapres.
"Presiden SBY harus lebih tegas agar kementrian pusat menyatakan kenetralan, dan diharapkan bisa memberhentikan para menteri yang sudah masuk struktur pemenangan capres," ujarnya.
Dari unsur pembiayaan politik, tambah Dahlan, jika pejabat negara setingkat menteri dan Gubernur atau Walikota/Bupati tidak terawasi dengan ketat, maka dimungkinkan pembiayaan tim pemenangan dengan mudah diambil dari fasilitas yang dimiliki masing-masing pejabat negara dan kepala daerah.
"Bawaslu harus mematikan sudah resmi mereka suda mendapatkan hak cuti. Jangan sampai kebijakan dan birokrasi daerah dijadikan instrumen pemenangan," tegasnya.
(maf)