Jangan Berlebihan Tanggapi Pidato Capres
A
A
A
JAKARTA - Pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk mengaku heran dengan hebohnya tanggapan pidato singkat calon presiden (capres) dalam deklarasi damai pasangan capres pada Selasa (3/6/2014) malam.
Menurut dia, komentar terkait pidato Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi) sudah berlebihan dan menghabiskan energi. Padahal kesadaran umum di masyarakat dalam melihat pemimpin pasti komprehensif, tidak sekadar dilihat dari bagaimana pidatonya. "Terlalu genit membahas pidato berjam-jam," kata Hamdi Muluk, Rabu (4/6/2014).
Hamdi menilai baik yang disampaikan Prabowo maupun Jokowi dalam pidato di acara deklarasi damai sama-sama normatif, dan tidak merefleksikan apapun.
Menurut dia, Prabowo dalam pidatonya memberikan intro soal pemilu sebagai ujung demokrasi, dan bagaimana demokrasi tetap menghadirkan kesejukan, lalu ditutup dengan sikap siap menerima apapun hasilnya.
Begitu juga dengan pidato Jokowi yang menekankan agar demokrasi ini menghadirkan kegembiraan, bukan intimidasi dan ketakutan. Sama seperti Prabowo, Jokowi juga menutup dengan sikap siap menghormati dan menerima kehendak rakyat.
Oleh karena itu, kata dia, jangan menghabiskan energi untuk mengomentari. Hamdi menilai respons kubu Prabowo yang memuji pidato calonnya tidak akan terlalu berpengaruh. Demikian juga penilaian mereka bahwa pidato Jokowi tidak bermutu.
"Kalau intonasi dan gestur ya memang bagus, tetapi rakyat juga akan melihat secara komprehensif mana pemimpin yang hanya pintar berpidato, mana pemimpin yang bekerja," ujarnya.
Dan untuk kubu Jokowi, lanjut dia, juga tidak perlu mengomentari pidato tersebut secara berlebihan. Hamdi meyakinkan bahwa saat ini masyarakat sudah cerdas dalam melihat calon pemimpinnya.
"Masyarakat akan melihat calon pemimpin yang akan dipilih dari semua sudut. Bagaiamna kepribadiannya, keluarganya, yang tidka ada kontroversi di masa lalu, dan apa yang sudah dikerjakan. Jadi tidak hanya yang pintar pidato," katanya.
Menurut dia, komentar terkait pidato Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi) sudah berlebihan dan menghabiskan energi. Padahal kesadaran umum di masyarakat dalam melihat pemimpin pasti komprehensif, tidak sekadar dilihat dari bagaimana pidatonya. "Terlalu genit membahas pidato berjam-jam," kata Hamdi Muluk, Rabu (4/6/2014).
Hamdi menilai baik yang disampaikan Prabowo maupun Jokowi dalam pidato di acara deklarasi damai sama-sama normatif, dan tidak merefleksikan apapun.
Menurut dia, Prabowo dalam pidatonya memberikan intro soal pemilu sebagai ujung demokrasi, dan bagaimana demokrasi tetap menghadirkan kesejukan, lalu ditutup dengan sikap siap menerima apapun hasilnya.
Begitu juga dengan pidato Jokowi yang menekankan agar demokrasi ini menghadirkan kegembiraan, bukan intimidasi dan ketakutan. Sama seperti Prabowo, Jokowi juga menutup dengan sikap siap menghormati dan menerima kehendak rakyat.
Oleh karena itu, kata dia, jangan menghabiskan energi untuk mengomentari. Hamdi menilai respons kubu Prabowo yang memuji pidato calonnya tidak akan terlalu berpengaruh. Demikian juga penilaian mereka bahwa pidato Jokowi tidak bermutu.
"Kalau intonasi dan gestur ya memang bagus, tetapi rakyat juga akan melihat secara komprehensif mana pemimpin yang hanya pintar berpidato, mana pemimpin yang bekerja," ujarnya.
Dan untuk kubu Jokowi, lanjut dia, juga tidak perlu mengomentari pidato tersebut secara berlebihan. Hamdi meyakinkan bahwa saat ini masyarakat sudah cerdas dalam melihat calon pemimpinnya.
"Masyarakat akan melihat calon pemimpin yang akan dipilih dari semua sudut. Bagaiamna kepribadiannya, keluarganya, yang tidka ada kontroversi di masa lalu, dan apa yang sudah dikerjakan. Jadi tidak hanya yang pintar pidato," katanya.
(dam)