Kampanye Negatif Yes, Propaganda Hitam No
A
A
A
JAKARTA - Mendekati Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, isu dan kabar negatif terkait dua calon presiden dan calon wakil presiden semakin berseliweran, terutama di media sosial.
Isunya pun beragam, mulai dari yang mempersoalkan masa lalu calon presiden (capres), sampai yang menyerempet ke aktivitas agama. Isu negatif tentang capres pun semakin masif.
Menyikapi fenomena tersebut, Pengamat Media dari Universitas Islam Negeri (UIN) Yogyakarta, Iswandi Syahputra mengatakan harus dibedakan antara propaganda hitam (black propaganda) dan kampanye negatif atau negative campaign.
Dia menjelaskan, propaganda hitam adalah perbuatan menyebar isu tanpa berlandaskan fakta dan bukti, atau bisa dikatakan fitnah. "Ini dilarang karena membunuh karakter seseorang. Kabar yang tidak jelas sumbernya dan tidak bisa diverifikasi," ujar Iswandi kepada Sindonews, Rabu 29 Mei 2014 malam.
Berbeda dengan propaganda hitam, kata dia, kampanye negatif memiliki arti upaya untuk menyampaikan sisi negatif seseorang, ada faktanya, sumbernya jelas dan bisa diverifikasi.
Iswandi menilai kampanye negatif justru bermanfaat bagi masyarakat menjelang pemilu untuk mengetahui latar belakang capres. "Kampanye negatif bisa membongkar keburukan dan kelemahan calon pemimpinnya agar tidak seperti membeli kucing dalam karung. Itulah demokrasi," katanya.
Mengamati isu terkait capres yang bertebaran di media sosial, Iswandi menilai saat ini cenderung lebih banyak propaganda hitam dibandingkan kampanye negatif.
Menurut dia, perlu ada kesamaan pandang di antara dua kubu capres untuk menghindari propaganda hitam. Sebab perbuatan tersebut sangat merugikan.
Sebaliknya Iswandi tidak mempermasalahkan jika kedua kubu capres melakukan kampanye negatif. Sebab melalui kampanye negatif, muncul jawaban dari capres terkait suatu hal yang pada akhirnya menjadi informasi bagi masyarakat.
"Sebaiknya para capres melakukan negative campaign karena itu akan memberikan pencerahan bagi publik," katanya.
Kendati demikian, dia mengakui sebagian masyarakat senang dengan isu dari pihak yang melakukan propaganda hitam. "Sebab masyarakat senang dengan isu," tandasnya.
Selain tidak setuju propaganda hitam, Iswandi juga menolak berbagai upaya menjelek-jelekan capres yang menunjuk fisik. Misalnya memberikan penilaian atas wajah dan tubuh seseorang.
Isunya pun beragam, mulai dari yang mempersoalkan masa lalu calon presiden (capres), sampai yang menyerempet ke aktivitas agama. Isu negatif tentang capres pun semakin masif.
Menyikapi fenomena tersebut, Pengamat Media dari Universitas Islam Negeri (UIN) Yogyakarta, Iswandi Syahputra mengatakan harus dibedakan antara propaganda hitam (black propaganda) dan kampanye negatif atau negative campaign.
Dia menjelaskan, propaganda hitam adalah perbuatan menyebar isu tanpa berlandaskan fakta dan bukti, atau bisa dikatakan fitnah. "Ini dilarang karena membunuh karakter seseorang. Kabar yang tidak jelas sumbernya dan tidak bisa diverifikasi," ujar Iswandi kepada Sindonews, Rabu 29 Mei 2014 malam.
Berbeda dengan propaganda hitam, kata dia, kampanye negatif memiliki arti upaya untuk menyampaikan sisi negatif seseorang, ada faktanya, sumbernya jelas dan bisa diverifikasi.
Iswandi menilai kampanye negatif justru bermanfaat bagi masyarakat menjelang pemilu untuk mengetahui latar belakang capres. "Kampanye negatif bisa membongkar keburukan dan kelemahan calon pemimpinnya agar tidak seperti membeli kucing dalam karung. Itulah demokrasi," katanya.
Mengamati isu terkait capres yang bertebaran di media sosial, Iswandi menilai saat ini cenderung lebih banyak propaganda hitam dibandingkan kampanye negatif.
Menurut dia, perlu ada kesamaan pandang di antara dua kubu capres untuk menghindari propaganda hitam. Sebab perbuatan tersebut sangat merugikan.
Sebaliknya Iswandi tidak mempermasalahkan jika kedua kubu capres melakukan kampanye negatif. Sebab melalui kampanye negatif, muncul jawaban dari capres terkait suatu hal yang pada akhirnya menjadi informasi bagi masyarakat.
"Sebaiknya para capres melakukan negative campaign karena itu akan memberikan pencerahan bagi publik," katanya.
Kendati demikian, dia mengakui sebagian masyarakat senang dengan isu dari pihak yang melakukan propaganda hitam. "Sebab masyarakat senang dengan isu," tandasnya.
Selain tidak setuju propaganda hitam, Iswandi juga menolak berbagai upaya menjelek-jelekan capres yang menunjuk fisik. Misalnya memberikan penilaian atas wajah dan tubuh seseorang.
(dam)