Perlu Evaluasi Sosialisasi BPJS Kesehatan Minim
A
A
A
JAKARTA - Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dinilai masih bermasalah. Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Nasional (UI) Hasbullah Thabrany mengatakan, sosialisasi yang dilakukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan dinilai masih kurang.
Menurut dia, terdapat ancaman bagi pengelola rumah sakit (RS), terkait sistem tarif Indonesia Case Base Groups (Ina CBGs) yang disamapaikan BPJS kesehatan yang masih bervariasi. Menurutnya, sosialisasi tersebut belum seragam, sehingga banyak menimbulkan keluhan.
"Saya masih kasih nilai D untuk sosialisasi yang dilakukan BPJS kesehatan. Sampai sekarang masih banyak komunikasi yang belum efektif ke pasien, dokter dan tenaga kesehatan lainya urusan JKN," kata Hasbullah saat ditemui wartawan, Jakarta, Selasa (27/5/2014).
Hasbullah mengungkapkan, sengan sistem Ina CBGs, belum dapat dirasakan kepuasan yang dirasakan pasien maupun dokter. Maka sosialisasi yang efektif harus dilakukan BPJS kesehatan lebih maksimal.
Selain masalah Ina CBGs, sistem pengambilan obat juga menjadi masalah. Pemerintah harus memberi kebijakan untuk obat kronis diberikan selama satu bulan, baik itu dari RS maupun Puskesmas. "Misalnya untuk penyakit hipertensi dapat diberikan selama sebulan. Itu jenis obat yang harus dikonsumsi," ucapnya.
Sistem pengambilan obat kronis yang juga menjadi masalah, karena tidak harus mengambil obat kronis di apotek milik BUMN. Seharusnya obat tersebut diserahkan kepada klinik-klinik yang memiliki apoteker.
Kebijakan ini membuat keluhan dan masalah di tengah masyarakat. Karena tidak semua apotek milik BUMN dekat Puskesmas. Maka, BPJS kesehatan harus memiliki pola baru dalam pemberian obat dalam era JKN.
"Klinik Puskesmaskan ada apotekernya. BPJS kesehatan tidak boleh memiliki kerjasama dengan BUMN karena BPJS kesehatan adalah milik masyatakat bukan milik BUMN lagi," tegasnya.
Menurut dia, terdapat ancaman bagi pengelola rumah sakit (RS), terkait sistem tarif Indonesia Case Base Groups (Ina CBGs) yang disamapaikan BPJS kesehatan yang masih bervariasi. Menurutnya, sosialisasi tersebut belum seragam, sehingga banyak menimbulkan keluhan.
"Saya masih kasih nilai D untuk sosialisasi yang dilakukan BPJS kesehatan. Sampai sekarang masih banyak komunikasi yang belum efektif ke pasien, dokter dan tenaga kesehatan lainya urusan JKN," kata Hasbullah saat ditemui wartawan, Jakarta, Selasa (27/5/2014).
Hasbullah mengungkapkan, sengan sistem Ina CBGs, belum dapat dirasakan kepuasan yang dirasakan pasien maupun dokter. Maka sosialisasi yang efektif harus dilakukan BPJS kesehatan lebih maksimal.
Selain masalah Ina CBGs, sistem pengambilan obat juga menjadi masalah. Pemerintah harus memberi kebijakan untuk obat kronis diberikan selama satu bulan, baik itu dari RS maupun Puskesmas. "Misalnya untuk penyakit hipertensi dapat diberikan selama sebulan. Itu jenis obat yang harus dikonsumsi," ucapnya.
Sistem pengambilan obat kronis yang juga menjadi masalah, karena tidak harus mengambil obat kronis di apotek milik BUMN. Seharusnya obat tersebut diserahkan kepada klinik-klinik yang memiliki apoteker.
Kebijakan ini membuat keluhan dan masalah di tengah masyarakat. Karena tidak semua apotek milik BUMN dekat Puskesmas. Maka, BPJS kesehatan harus memiliki pola baru dalam pemberian obat dalam era JKN.
"Klinik Puskesmaskan ada apotekernya. BPJS kesehatan tidak boleh memiliki kerjasama dengan BUMN karena BPJS kesehatan adalah milik masyatakat bukan milik BUMN lagi," tegasnya.
(maf)