Daerah Abaikan Hasil Pemetaan UN

Kamis, 22 Mei 2014 - 17:33 WIB
Daerah Abaikan Hasil...
Daerah Abaikan Hasil Pemetaan UN
A A A
JAKARTA - Pemerintah pusat menyesalkan sikap pemerintah daerah yang tidak memperhatikan hasil pemetaan Ujian Nasional (UN). Dampaknya mutu pendidikan di daerah pun masih rendah.

Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) Bidang Pendidikan Musliar Kasim mengatakan, pemetaan hasil UN diberikan ke semua provinsi dan kabupaten kota dalam bentuk CD. Data yang disajkan per sekolah mulai dari nilai UN hingga jumlah siswanya.

Pemberian CD pemetaan itu diberikan supaya pemerintah daerah memahami seperti apa indeks kompetensi daerahnya. Sayangnya pemerintah daerah mengabaikan hasil tersebut.

“Tidak dipelajari. Bahkan tidak dibuka (hasil pemetaan itu),” katanya pada penandatangan Percepatan Pembangunan Melalui Pendidikan yang digelar Putera Sampoerna Foundation dan Gerakan Indonesia Berkibar di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Kamis (22/5/2014).

Musliar melanjutkan, padahal dari data konkret yang diberikan Kemendikbud itu maka pemerintah daerah akan lebih mudah melakukan intervensi. Data ini diberikan, ujarnya, karena pemerintah pusat tidak akan sanggup melakukan pembenahan sendirian.

Kemendikbud menekankan, masalah pendidikan di masing-masing daerah adalah tanggung jawab pemerintah daerah itu sendiri. Meski demikian dari hasil pemetaan itu Kemendikbud memberikan bantuan berupa rehabilitasi sekolah dan diklat guru. Musliar menyebutkan, block grant peningkatan UN ke sekolah-sekolah dikucurkan Rp50 juta per sekolah.

Berdasarkan data, Aceh menempati posisi pertama dengan jumlah ketidaklulusan UN mencapai 785 siswa, Sumatera Utara (514), Sulawesi Tenggara (490), NTB (460), NTT (448), Sulawesi Tengah (433), Sulawesi Selatan (394), Sumatera Selatan (384), Kalimantan Tengah (342), Maluku (299), Papua (284), Kalimantan Barat (264), Kalimantan Selatan (258) dan Jambi (239).

Ketua Gerakan Indonesia Berkibar M Farhan menjelaskan, Indeks Pendidikan Untuk Semua yang dilansir United Nations Development Program (UNDP) pada maret 2013 menunjukkan Indonesia menduduki peringkat ke 64 dari 120 negara yang disurvei. Memang ada kenaikan dari 2011 dimana Indonesia ketika itu berada di peringkat 69 dari 127 negara.

Meski demikian akses serta mutu pendidikan yang rendah menjadi penyebab indeks pendidikan di Indonesia masih tertinggal. “Untuk membangun bangsa yang unggul dan mampu bersaing di era globalisasi peningkatan kualitas pendidikan mutlak diperlukan. Hal ini tentu butuh kerja sama pemerintah pusat, daerah, swasta dan komunitas,” tuturnya.

Oleh karena itu, jelasnya, pihaknya memfasilitasi 12 pemerintah daerah dan 11 korporasi dan BUMN untuk sepakat mempercepat pembangunan melalui pendidikan.

12 pemerintah daerah yang ikut mendukung gerakan percepatan pembangunan ini ialah Pemprov Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Papua Barat, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, NTB, Pemkab Bangka Tengah, Muara Enim, Kotawaringin Timur, Bontang dan Bogor. Sedangkan 11 korporasi yang ikut menandatangani salah satunya Alfamart dan Alfamidi.

Dia menjelaskan, sejak diresmikan 28 Oktober 2012 lalu ada 11 pemerintah daerah yang mendukung gerakan ini. 39 institusi telah bergabung sebagai mitra yang menyediakan dana CSR guna membantu perbaikan kualitas pendidikan.

Ada tujuh institusi yang tergabung sebagai fasilitator yang menawarkan program perbaikan kualitas pendidikan dan pemberi pengaruh yang berperan meningkatkan pemahaman tentang pentingnya pendidikan melalui penyebaran informasi di berbagai medium komunikasi.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0733 seconds (0.1#10.140)