KPK Dalami Alat Bukti Penetapan 3 Pejabat SKK Migas

Senin, 19 Mei 2014 - 01:32 WIB
KPK Dalami Alat Bukti Penetapan 3 Pejabat SKK Migas
KPK Dalami Alat Bukti Penetapan 3 Pejabat SKK Migas
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dua alat bukti yang cukup untuk penetapan tiga pejabat Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), yang memberikan suap kepada mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini, sebagai tersangka.

Tiga penyuap yang dimaksud yakni, mantan Wakil Kepala SKK Migas yang kini menjadi Kepala SKK Migas Johanes Widjonarko, mantan Deputi Pengendalian Bisnis SKK Migas Gerhard Rumesser (kini staf ahli kepala), dan mantan Kepala Divisi Penunjang Operasi SKK Migas Iwan Ratman.

Johanes memberikan suap SGD600.000, Gerhard USD200.000, dan Iwan USD50.000. Uang suap itu diterima Rudi melalui Deviardi alias Ardi. Pemberian suap ketiganya tertuang dalam berkas putusan Rudi dan Ardi.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP menyatakan, kasus Rudi ini tidak akan berhenti hanya sampai kepada yang bersangkutan saja. Karena masih dikembangkan. Pengembang itu dilihat dari mana bukti yang kuat yang sudah didapat penyidik.

Dia mengungkapkan, putusan hakim terhadap Rudi dan Ardi bisa menjadi dasar pengembangan dan dibukanya penyelidikan baru. Meski sampai kemarin KPK belum menetapkan Johanes, Gerhard, dan Iwan sebagai tersangka bukan berarti KPK diam.

Menurut Johan, kalau ada dua alat bukti yang cukup, ketiga orang itu bisa langsung ditersangkakan. "Jadi itu saja. KPK usut perkaranya. Dalam mengusut perkara yang kemudian disimpulkan orang ini terlibat, orang itu terlibat. Dengan apa? Tentu dua alat bukti yang cukup untuk tiga orang itu," kata Johan saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta, Minggu 18 Mei 2014.

Dalam putusan Rudi dan Ardi benar disebutkan Presiden Direktur Parna Raya Group, PT Kaltim Parna Industri Artha Meris Simbolon sebagai pemberi suap USD522.500 dan Ketua Komisi VII DPR Fraksi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana turut kecipratan uang yang diterima Rudi.

Johan menegaskan, kalau ditanya kenapa Artha Meris dan Sutan lebih dulu? Karena sampai kemarin yang ditemukan adalah, dua alat bukti yang firm itu untuk Artha Meris dan Sutan. "Belum tentu berhenti di situ. Nanti bisa saja dikembangkan dari situ. Juga bisa saja berkembang ke tempat lain," bebernya.

Dia membenarkan Gerhard dan Iwan sudah pernah dicegah untuk tidak bepergian ke luar negeri. Dalam catatan KORAN SINDO, mantan Kepala Divisi Penunjang Operasi Iwan Ratman, mantan Kepala Divisi Komersialisasi Minyak Bumi dan Kondensat Agus Sapto Rahardjo Moerdi Hartono, mantan Kadiv Komersial Gas Poppy Ahmad Navis dicegah pada Kamis, 15 Agustus 2013.

Sedangkan mantan Deputi Pengendalian Bisnis SKK Migas Gerhard Marteen Rumesser pada Kamis 13 Februari 2014. Sementara Johanes Widjonarko belum cegah. Menurut Johan, untuk pencegahan Johanes dia belum bisa menyampaikan. "Wah itu harus ditanyakan dulu. Enggak bisa langsung dijawab itu," tuturnya.

Johan menjelaskan, penetapan Sutan dan Artha Meris bukan satu-satunya berdasar pada putusan hakim. Pasalnya dalam proses penyidikan di KPK sebelumnya penyidik juga sudah menemukan bukti-bukti pendukung, data, informasi, dan keterangan tersebut.

Lebih lanjut dia mengatakan, KPK mempersilahkan bila Johanes, Gerhar, dan Iwan membantah sudah memberikan suap kepada Rudi lewat Ardi. Bantahan seperti juga tudingan adalah, bentuk dari pengakuan. KPK tidak mengejar pengakuan, tapi apakah bukti yang ada firm atau tidak.

Karena harus ada bukti pendukungnya untuk membuktikan yang menuduh benar atau yang tertuduh benar. "Jadi yang dicari itu bukti-bukti pendukungnya ada apa enggak. Kalau enggak ada ya tidak bisa seseorang bisa dijadikan tersangka hanya berdasar pengakuan belaka," imbuhnya.

Ke depan, penyidik bisa saja kembali memerika Johanes, Gerhard, dan Iwan. Tetapi itu juga tergantung kebutuhan penyidik. Karena sampai kemarin belum ada jadwal panggilan pemeriksaan ketiganya.

Di sisi lain ujar Johan, KPK juga masih mengembangkan terkiat kasus dugaan suap atau gratifikasi pembahasan APBNP 2013 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang sudah menyeret Sutan. Penyidikan ini masih bisa berkembang. Apalagi pembahasannya melibatkan anggota Komisi VII DPR lainnya dan ESDM.

"Jadi saya kira bisa. Tergantung dari proses pengembangan apakah ada dua bukti yang cukup itu," pungkasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9421 seconds (0.1#10.140)