Prabowo diuntungkan dari turunnya elektabilitas Jokowi
A
A
A
Sindonews.com - Elektabilitas Calon Presiden (Capres) PDIP Joko Widodo mengalami tren menurun dibanding rivalnya Prabowo Subianto. Berdasarkan survei salah satu lembaga survei, tren Jokowi dalam lima bulan terakhir menurun dan Prabowo sebaliknya.
Analis Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Negeri Jember (Unej) Himayan Bayu Patriadi mengatakan, kondisi ini dikarenakan ada pemilih yang belum menentukan pilihan (swing voters).
"Perilaku pemilih saat pemilihan presiden berbeda dengan perilaku pemilih saat pemilu legislatif. Afiliasi ke partai tak berbanding lurus dengan pilihan kepada sosok presiden," kata Bayu, Jumat (16/5/2014).
Banyaknya swing voters ini lantaran peta koalisi parpol masih berubah-ubah. Bahkan, ada beberapa partai yang belum menentukan labuhan politik seperti Partai Golkar, Partai Demokrat dan Partai Hanura.
Mengacu pada Pilpres 2004, kata Bayu, berdasarkan hasil tracking sejumlah lembaga survei, pemilih Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) berasal dari pemilih beragam partai.
"Mereka melihat figur daripada partai, kecuali partai yang memiliki segmen massa kuat seperti Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan," kata doktor ilmu politik dari sebuah perguruan tinggi di Australia ini.
Lantas siapa yang diuntungkan ketika swing voters ini menguat? Dosen Fisipol Unej Jember ini menyebut adalah Prabowo Subianto. Alasannya, Mantan Danjend Koppasus ini tampil sebagai citra presiden alternatif, karena Jokowi selama ini lebih lekat dengan citra presiden PDIP.
Ini berbeda dengan Prabowo yang tak banyak bergantung pada citra Gerindra, karena basis massa pendukung partai berlambang kepala Garuda itu memang belum sekuat dan sefanatik PDIP.
"Meski diuntungkan belum tentu bisa memenangkan. Semua tergantung dari kemampuan Prabowo dan Gerindra untuk memanfaatkan dan mengemas citra itu alternatif," katanya.
Sebagaimana diketahui, elektabilitas Jokowi mengalami fluktuasi cukup signifikan dari 51 persen pada Desember 2013, 39 persen pada Februari 2014, 52 persen pada Maret 2014, dan terakhir 47 persen setelah Pileg 2014. Sementara elektabilitas Prabowo naik cukup stabil, dari 22 persen pada Desember 2013 menjadi 32 persen, setelah Pileg 2014.
Analis Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Negeri Jember (Unej) Himayan Bayu Patriadi mengatakan, kondisi ini dikarenakan ada pemilih yang belum menentukan pilihan (swing voters).
"Perilaku pemilih saat pemilihan presiden berbeda dengan perilaku pemilih saat pemilu legislatif. Afiliasi ke partai tak berbanding lurus dengan pilihan kepada sosok presiden," kata Bayu, Jumat (16/5/2014).
Banyaknya swing voters ini lantaran peta koalisi parpol masih berubah-ubah. Bahkan, ada beberapa partai yang belum menentukan labuhan politik seperti Partai Golkar, Partai Demokrat dan Partai Hanura.
Mengacu pada Pilpres 2004, kata Bayu, berdasarkan hasil tracking sejumlah lembaga survei, pemilih Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) berasal dari pemilih beragam partai.
"Mereka melihat figur daripada partai, kecuali partai yang memiliki segmen massa kuat seperti Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan," kata doktor ilmu politik dari sebuah perguruan tinggi di Australia ini.
Lantas siapa yang diuntungkan ketika swing voters ini menguat? Dosen Fisipol Unej Jember ini menyebut adalah Prabowo Subianto. Alasannya, Mantan Danjend Koppasus ini tampil sebagai citra presiden alternatif, karena Jokowi selama ini lebih lekat dengan citra presiden PDIP.
Ini berbeda dengan Prabowo yang tak banyak bergantung pada citra Gerindra, karena basis massa pendukung partai berlambang kepala Garuda itu memang belum sekuat dan sefanatik PDIP.
"Meski diuntungkan belum tentu bisa memenangkan. Semua tergantung dari kemampuan Prabowo dan Gerindra untuk memanfaatkan dan mengemas citra itu alternatif," katanya.
Sebagaimana diketahui, elektabilitas Jokowi mengalami fluktuasi cukup signifikan dari 51 persen pada Desember 2013, 39 persen pada Februari 2014, 52 persen pada Maret 2014, dan terakhir 47 persen setelah Pileg 2014. Sementara elektabilitas Prabowo naik cukup stabil, dari 22 persen pada Desember 2013 menjadi 32 persen, setelah Pileg 2014.
(kri)