Dinkes dilaporkan potong dana kapitasi 50 persen

Kamis, 01 Mei 2014 - 17:39 WIB
Dinkes dilaporkan potong dana kapitasi 50 persen
Dinkes dilaporkan potong dana kapitasi 50 persen
A A A
Sindonews.com - Indonesia Hospital dan Clinic Watch (INHOTCH) menemukan keluhan dari sejumlah Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) adanya pemotongan dana kapitasi oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) sebesar 50 persen dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Hal ini sangat merugikan tenaga medis dan pasien.

Direktur Eksekutif INHOTCH Fikri Suadu mengatakan, dari laporan para dokter daerah dikeluhkan dana JKN mengalami pemotongan. Seharusnya dana tersebut penuh tanpa ada pemotongan dari Dinkes.

Selain 50 persen, lanjutnya, dipotong juga sebesar 1 persen untuk biaya administrasi Dinkes dan pemotongan minimal 10 persen untuk biaya operasional kepala Puskesmas. "Berarti otomatis dana yang sampai di Puskesmas antara 39-44 persen yang diterima," tandasnya saat dihubungi SINDO, Kamis (1/5/2014).

Selain itu, menurut dia, para dokter dan tenaga medis juga belum mendapatkan insentif jasa medik dari bulan Januari. Hal ini mengakibatkan terganggunya operasional fasilitas kesehatan (faskes), karenanya selain untuk membayar tenaga medis dana tersebut juga untuk penunjangan keperluan obat dan alat kesehatan.

Permasalahan alur distribusi, berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2014 tentang BPJS, penyaluran alur distribusi dana JKN tersebut hanya melewati Dinkes, walaupun faskes tersebut belum BLUD. Bukan untuk dipotong, tetapi harus dibayarkan secara penuh.

"Ini bertentangan dengan pernyataan yang diberikan Kemenkes dan BPJS kesehatan, walaupun 90 persen faskes banyak yang surplus namun banyak tenaga medis dan pasien yang sengsara karena harus ada biaya yang dikeluarkan," paparnya.

Fikri mengatakan, dalam perjalanan sistem kesehatan ini mengalami banyak kendala dilapangan. Ia meminta kebijakan regulasi harus dibenahi. Dalam hal ini sesuai UU Nomor 24/2011 BPJS dan UU Nomor 40/2004 tentang SJSN.

Penyalahan distribusi kapitasi ini tidak membawa manfaat baik tenaga medis dan pasien. Bahkan seperti di daerah seperti Jambi dan Lampung dilaporkan dana kapitasi yang seharusnya diberikan untuk faskes, malah 'dibagi-bagi' oleh pemda setempat.

Walaupun saat ini regulasi terkait Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 32/2014 sudah diterbitkan, tetapi kenyataanya belum dapat diimplementasikan dengan baik. Karena selama ini kebijakan tersebut diserahkan kepada daerah melalui Peraturan daerah (Perda) atau Peraturan walikota (Perwakot).

Ini menunjukkan, tambahnya, BPJS kesehatan terlalu dipaksakan, karena seharusnya Pepres tersebut sudah siap sebelum pelaksanaan. "Ini akibatnya kalau regulasi terlambat, jika sudah ada teriakan di bawah barulah dipersiapkan," keluhnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7315 seconds (0.1#10.140)