Kemenangan caleg kini ditentukan banyaknya uang
A
A
A
Sindonews.com - Fenomena kecurangan Pemilu 2014 sungguh mencengangkan. Bukan hanya modus kecurangan pemilu yang makin canggih, tapi esensi pemilu pun telah bergeser. Bahkan, caleg hebat pun dikalahkan oleh uang.
Hal ini diungkapkan oleh Wakil Bendahara Umum (Wabendum) DPP Partai Golkar, Bambang Soesatyo. Dia mengatakan, kondisi demokrasi Indonesia hari ini sangat berbeda dengan demokrasi 1999. Caleg pemenang bukan lagi ditentukan oleh seberapa hebat dirinya dan partai pengusungnya, tapi karena kehebatan uang.
“Sejauh mana partai atau caleg dapat mengeluarkan amplop di situlah dapat meraih suara. Sudah berapa banyak korban ini? Eva Sundari (politikus PDIP) adalah contohnya, karena sebagai incumbent dia percaya diri dan tidak menggunakan uang,” kata Anggota Komisi III DPR itu kepada wartawan di Jakarta, Kamis (24/4/2014) malam.
Sehingga, lanjutnya, partai yang menang dan meraih suara banyak bukan lagi karena mampu menyerap aspirasi rakyat dengan baik. Tapi lebih karena seberapa banyak partai dapat memberikan sesuatu lewat calegnya kepada para pemilih.
“Buktinya, PDIP hebat, tapi justru banyak kekurangan kursi,” jelasnya.
Menurut dia, partai lama dan telah terbukti kiprahnya justru tidak ikut-ikutan menebar amplop. Yang sangat terlihat masif menebar uang tergolong partai dan caleg-caleg baru yang takut kalah berkompetisi sehat dalam pileg.
“Saya menilai, pemilu sekarang belum benar-benar mengambil amanah rakyat,” ujarnya.
Berdasarkan fakta yang ia temui di lapangan, pemilih yang cenderung goyah karena politik uang adalah pemilih pedesaan, yang tingkat ekonominya menengah ke bawah. Dibandingkan dengan pemilih kota, maka pemilih kota lebih rasional.
“Kalau kota enggak gampang goyah. Mereka ambil uangnya tapi tidak pilih orangnya,” pungkasnya.
Hal ini diungkapkan oleh Wakil Bendahara Umum (Wabendum) DPP Partai Golkar, Bambang Soesatyo. Dia mengatakan, kondisi demokrasi Indonesia hari ini sangat berbeda dengan demokrasi 1999. Caleg pemenang bukan lagi ditentukan oleh seberapa hebat dirinya dan partai pengusungnya, tapi karena kehebatan uang.
“Sejauh mana partai atau caleg dapat mengeluarkan amplop di situlah dapat meraih suara. Sudah berapa banyak korban ini? Eva Sundari (politikus PDIP) adalah contohnya, karena sebagai incumbent dia percaya diri dan tidak menggunakan uang,” kata Anggota Komisi III DPR itu kepada wartawan di Jakarta, Kamis (24/4/2014) malam.
Sehingga, lanjutnya, partai yang menang dan meraih suara banyak bukan lagi karena mampu menyerap aspirasi rakyat dengan baik. Tapi lebih karena seberapa banyak partai dapat memberikan sesuatu lewat calegnya kepada para pemilih.
“Buktinya, PDIP hebat, tapi justru banyak kekurangan kursi,” jelasnya.
Menurut dia, partai lama dan telah terbukti kiprahnya justru tidak ikut-ikutan menebar amplop. Yang sangat terlihat masif menebar uang tergolong partai dan caleg-caleg baru yang takut kalah berkompetisi sehat dalam pileg.
“Saya menilai, pemilu sekarang belum benar-benar mengambil amanah rakyat,” ujarnya.
Berdasarkan fakta yang ia temui di lapangan, pemilih yang cenderung goyah karena politik uang adalah pemilih pedesaan, yang tingkat ekonominya menengah ke bawah. Dibandingkan dengan pemilih kota, maka pemilih kota lebih rasional.
“Kalau kota enggak gampang goyah. Mereka ambil uangnya tapi tidak pilih orangnya,” pungkasnya.
(kri)