Dunia sastra sedang alami kemunduran

Jum'at, 04 April 2014 - 01:38 WIB
Dunia sastra sedang...
Dunia sastra sedang alami kemunduran
A A A
Sindonews.com - Dunia sastra dan literasi Universitas Gajah Mada (UGM) saat ini dinilai tengah memasuki masa stagnasi bahkan kemunduran. Tak hanya dari sisi kualitas, kuantitas karya sastra di UGM juga sangat menurun.

"Kemunduran dunia sastra dan literasi UGM ditandai dengan absennya tokoh-tokoh yang dipergitungkan secara global," kata Yanto, salah satu pegiat sastra di Kampung UGM, Yogyakarta, Kamis 3 April 2014.

Menurutnya, begitu pula dari sisi kuantitas, karya sastra yang dihasilkan masih sangat minim. Terkadang masih ditemukan karya penulis muda, tetapi tak lebih dari sebuah upaya sporadis individu.

Yanto menuturkan, kehadiran Kampung UGM sendiri selama ini bertujuan ingin mencoba menginisiasi kembali lahirnya karya serta insan sastra UGM.

Kampung UGM merupakan sebuah komunitas penulis muda sastra di UGM. Melalui kesempatan menulis yang diberikan, pihaknya berharap makin banyak muncul sastrawan muda yang berbakat dan mampu mentransfer pemikirannya melalui karya sastra.

"Penulisan kumpulan cerpen Melukis Surga ini sebenarnya masih jauh dari capaian kategori sebuah adi karya. Tapi setidaknya kami ingin menghidupkan spirit bersastra yang sudah sekian lama seakan meredup di kampus UGM," imbuhnya.

Dalam upaya menghidupkan kembali spirit bersastra yang mulai meredup di kalangan kampus, 24 penulis muda yang tergabung dalam Kampung UGM mencoba menghadirikan buku berjudul 'Melukis Surga'. Buku tersebut berisi kisah-kisah kehidupan fiksi, namun kejadian di dalamnya dekat dengan kehidupan masyarakat kita.

Dalam kesempatan yang sama, Dosen Fakultas Ilmu Budaya UGM Prof Faruk MT menuturkan, akademisi atau masyarakat akademik juga merupakan makhluk sosial dan historis yang terikat oleh ruang dan waktu. Hal ini pula yang menuntut seorang akademisi seharusnya mampu hidup dalam dua dunia.

"Kemampuan hidup dua dunia tersebut bertujuan agar kegiatan akademik dari para akademisi ini tidaklah formalistik dan kehilangan nilai kemanusiaannya. Karena sebenarnya mereka hidup dan bekerja di dunia yang tidak benar-benar akademik dan tidak pula berbentuk abstrak," ujarnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0831 seconds (0.1#10.140)