Proses lelang hambat penentuan harga obat
A
A
A
Sindonews.com - Pembuatan e-katalog 2014 terhambat dikarenakan sistem dan proses lelang yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Akibatnya, penggunaan daftar obat untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menggunakan Formularium Nasional (Fornas) dan e-katalog 2013.
Direktur Bina Farmasi dan Alat Kesehatan Kemenkes Bayu Teja Muliawan mengatakan, dalam proses penentuan e-katalog, menggunakan sistem pengadaan dan beberapa jenis obat, ada juga yang menggunakan sistem lelang untuk menentukan harga terbaik.
Hal tersebut sesuai dengan Perpres Nomor 70 Tahun 2012, sudah ditentukan jangka waktu, karena proses pengawasan bukan dilakukan oleh tender. Dalam penentuan tender harga untuk obat yang penyedianya lebih dari dua, diperlukan lelang harga.
Selain itu, penentuan harga nantinya melihat referensi Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO) dan e-katalog 2013. Untuk itu sementara digunakan DPHO dan e-katalog 2013 sambil menunggu e-katalog 2014 selesai, sekira bulan April.
“Kita lihat harga obat di DPHO berapa, e-katalog berapa untuk kita jadikan referensi dan harus ada lelang jika jenis obatnya lebih dari dua untuk melakukan negoisasi,” kata Bayu, di Kantor BPJS, Jakarta, Kamis (27/2/2014).
Menurut dia, perbedaan antara DPHO dan e-katalog hanya pada penggunaan yang dilakukan PT Askes dengan DPHO. Sedangkan daftar obat generik hanya ada pada e-katalog. Sebab itu, Kemenkes bertugas untuk memonitor ketersedian obat di lapangan, serta melakukan seleksi harga obat.
Dalam proses penyediaan obat, pengadaan obat dilakukan oleh Fasiltas Kesehatan (Faskes) dan apotik masing-masing bukan oleh pemerintah. Setelah itu, baru dilakukan pengklaiman kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
“Penggadaan obat dilakukan sendiri oleh Faskes dan apotik, penyedianya dari pabrik itu sendiri dan penyedianya sumber dari BPJS Kesehatan,” tegasnya.
Akibatnya, penggunaan daftar obat untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menggunakan Formularium Nasional (Fornas) dan e-katalog 2013.
Direktur Bina Farmasi dan Alat Kesehatan Kemenkes Bayu Teja Muliawan mengatakan, dalam proses penentuan e-katalog, menggunakan sistem pengadaan dan beberapa jenis obat, ada juga yang menggunakan sistem lelang untuk menentukan harga terbaik.
Hal tersebut sesuai dengan Perpres Nomor 70 Tahun 2012, sudah ditentukan jangka waktu, karena proses pengawasan bukan dilakukan oleh tender. Dalam penentuan tender harga untuk obat yang penyedianya lebih dari dua, diperlukan lelang harga.
Selain itu, penentuan harga nantinya melihat referensi Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO) dan e-katalog 2013. Untuk itu sementara digunakan DPHO dan e-katalog 2013 sambil menunggu e-katalog 2014 selesai, sekira bulan April.
“Kita lihat harga obat di DPHO berapa, e-katalog berapa untuk kita jadikan referensi dan harus ada lelang jika jenis obatnya lebih dari dua untuk melakukan negoisasi,” kata Bayu, di Kantor BPJS, Jakarta, Kamis (27/2/2014).
Menurut dia, perbedaan antara DPHO dan e-katalog hanya pada penggunaan yang dilakukan PT Askes dengan DPHO. Sedangkan daftar obat generik hanya ada pada e-katalog. Sebab itu, Kemenkes bertugas untuk memonitor ketersedian obat di lapangan, serta melakukan seleksi harga obat.
Dalam proses penyediaan obat, pengadaan obat dilakukan oleh Fasiltas Kesehatan (Faskes) dan apotik masing-masing bukan oleh pemerintah. Setelah itu, baru dilakukan pengklaiman kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
“Penggadaan obat dilakukan sendiri oleh Faskes dan apotik, penyedianya dari pabrik itu sendiri dan penyedianya sumber dari BPJS Kesehatan,” tegasnya.
(maf)