Jhonny Allen bantah terima THR dari Sekjen ESDM
A
A
A
Sindonews.com - Anggota Komisi VII DPR RI, Jhonny Allen Marbun menepis tudingan Kepala Biro Keuangan Kementerian ESDM Didi Dwi Sutrisno Hadi yang menyatakan bahwa seluruh pimpinan dan anggota Komisi VII DPR RI menerima THR sebesar USD7.500 dan USD2.500 pada saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Begini yang menuding dia, yang nuding ngapain nambah kerja-kerjaan. Sekarang dituding, panggil Didi, kalau benar ke Komisi VII tunjukkin hidungnya jangan asbun (asal bunyi)," tegas Jhonny di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (26/2/2014).
Jhonny berdalih, pada saat pembagian THR dirinya sedang tidak di Indonesia melainkan di Israel. Sehingga diyakini Jhonny tidak mungkin dirinya menerima THR sebesar USD7.500 dan USD2.500 itu.
"Pada saat Lebaran saya tidak di sini, saya keluar negeri ke Israel. Sudah pasti (tidak terima), karena saya tidak di sini, yang bagi siapa di Komisi VII, karena saya enggak di sini enggak mungkin saya dibagi," pungkas Jhonny.
Sebelumnya, Didi Dwi mengungkap ada upeti USD190.000 diperuntukkan bagi hampir keseluruhan unsur Komisi VII DPR mulai dari empat pimpinan, 43 anggota, dan sekretariat.
Awalnya Ketua Majelis Hakim Amin Ismanto menanyakan, beberapa hal yang standar seperti apakah dia mengenal Rudi atau tidak dan mengetahui kasusnya. Dari pertanyaan itulah kemudian meluncur soal uang USD149.000 yang terbagi dalam dua tahap pemberian yakni, USD140.000 dan USD50.000.
Didi menguraikan proses pemberian tahap pertama sebesar USD140.000. Awalnya, pada 28 Mei 2013 sekira pukul 09.00 WIB Didi diundang ke ruangan makan Sekjen Waryono Karyo yang biasa juga digunakan untuk ruangan rapat untuk mempersiapkan rapat di DPR bersama Komisi VII.
Di ruangan besar di dekat ruangan tersebut ada rapat yang diselenggarakan Sekjen bersama jajarannya untuk mempersiapkan asumsi mikro Rancangan APBN Perubahan (RAPBNP).
Waryono menyuruh siapkan dana untuk disampaikan ke Komisi VII DPR. "Saya bilang saya tidak ada uang, uang dari mana," kata Didi di depan majelis hakim.
Waryono kemudian memerintahkan Didi untuk menelpon orang SKK Migas. Didi mengaku tidak punya kapasitas untuk menelpon. Waryono ngotot dan menyuruh Didi memanggil Kabiro Perencanaan Kementerian ESDM Ego Syahrial (sekarang mantan Kabiro). Ego diperintahkan membantu Didi. Tidak berapa lama, Waryono menyuruh Didi segera menelpon Hardiono (pegawai SKK Migas).
Karena Didi tidak punya nomornya, maka Waryono kembali bersikeras mengarahkan Didi menggunakan telepon wireless sekretariat. Di ujung telepon ternyata Hardiono sudah paham maksud Waryono.
"Setelah itu saya kasi telepon wireless itu ke Pak Sekjen. Setelah itu Pak Sekjen keluar (dari ruangnya) dia bilang nanti ada dana dari SKK," imbuhnya.
Tak berselang lama, Hardiono yang pernah menjabat sebagai Wakil Kepala BP Migas yang kini menjadi tenaga ahli SKK Migas itu kemudian membawa bungkusan. Bungkusan itu kata Hardiono 'ini dari SKK Migas'. Bungkusan kemudin diletakkan Didi di meja rapat. Saat itu ada Waryono dan pegawai Setjen Asep Permana. Waryono memerintahkan dibuka.
Tetapi Didi menolak karena bukan tugas pokok dan fungsi (tupoksi)-nya. Kemudian Waryono kembali marah lagi. Ego kembail dipanggil tetapi tidak bisa hadir karena sedang rapat. "Lalu kami (saya) dan Pak Asep hitung. Jumlahnya USD140.000, itu seingat kami (saya)," jelasnya.
Waryono kemudian dengan cekatan menulis di papan tulis kertas dan menyebutkan pembagian-pembagiannya. Untuk empat pimpinan Komisi VII yakni Ketua dan Wakil Ketua diperuntukkan sebesar USD7.500. Untuk 43 anggota Komisi VII masing-masing USD2.500. Sedangkan untuk sekretariatnya sebesar USD2.500.
Uang USD140.000 dari SKK Migas itu ludes. Setelah itu uang dimasukan dalam amplop dengan kode diujungnya, P untuk pimpinan, A untuk anggota, dan S untuk sekretariat. Amplop-amplop lalu dimasukkan ke dalam paper bag.
"Kemudian saya telpon stafnya Ketua Komisi VII Pak Sutan, namanya Pak Iriyanto. Dia datang ke Kantor ESDM dan mengambilnya. Kemudian ada tanda terima dan dia mau tanda tangan. Tanda terima sudah kami serahkan ke penyidik," bebernya.
Baca berita:
Dianggap berbohong, hakim ancam tahan Waryono Karno
"Begini yang menuding dia, yang nuding ngapain nambah kerja-kerjaan. Sekarang dituding, panggil Didi, kalau benar ke Komisi VII tunjukkin hidungnya jangan asbun (asal bunyi)," tegas Jhonny di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (26/2/2014).
Jhonny berdalih, pada saat pembagian THR dirinya sedang tidak di Indonesia melainkan di Israel. Sehingga diyakini Jhonny tidak mungkin dirinya menerima THR sebesar USD7.500 dan USD2.500 itu.
"Pada saat Lebaran saya tidak di sini, saya keluar negeri ke Israel. Sudah pasti (tidak terima), karena saya tidak di sini, yang bagi siapa di Komisi VII, karena saya enggak di sini enggak mungkin saya dibagi," pungkas Jhonny.
Sebelumnya, Didi Dwi mengungkap ada upeti USD190.000 diperuntukkan bagi hampir keseluruhan unsur Komisi VII DPR mulai dari empat pimpinan, 43 anggota, dan sekretariat.
Awalnya Ketua Majelis Hakim Amin Ismanto menanyakan, beberapa hal yang standar seperti apakah dia mengenal Rudi atau tidak dan mengetahui kasusnya. Dari pertanyaan itulah kemudian meluncur soal uang USD149.000 yang terbagi dalam dua tahap pemberian yakni, USD140.000 dan USD50.000.
Didi menguraikan proses pemberian tahap pertama sebesar USD140.000. Awalnya, pada 28 Mei 2013 sekira pukul 09.00 WIB Didi diundang ke ruangan makan Sekjen Waryono Karyo yang biasa juga digunakan untuk ruangan rapat untuk mempersiapkan rapat di DPR bersama Komisi VII.
Di ruangan besar di dekat ruangan tersebut ada rapat yang diselenggarakan Sekjen bersama jajarannya untuk mempersiapkan asumsi mikro Rancangan APBN Perubahan (RAPBNP).
Waryono menyuruh siapkan dana untuk disampaikan ke Komisi VII DPR. "Saya bilang saya tidak ada uang, uang dari mana," kata Didi di depan majelis hakim.
Waryono kemudian memerintahkan Didi untuk menelpon orang SKK Migas. Didi mengaku tidak punya kapasitas untuk menelpon. Waryono ngotot dan menyuruh Didi memanggil Kabiro Perencanaan Kementerian ESDM Ego Syahrial (sekarang mantan Kabiro). Ego diperintahkan membantu Didi. Tidak berapa lama, Waryono menyuruh Didi segera menelpon Hardiono (pegawai SKK Migas).
Karena Didi tidak punya nomornya, maka Waryono kembali bersikeras mengarahkan Didi menggunakan telepon wireless sekretariat. Di ujung telepon ternyata Hardiono sudah paham maksud Waryono.
"Setelah itu saya kasi telepon wireless itu ke Pak Sekjen. Setelah itu Pak Sekjen keluar (dari ruangnya) dia bilang nanti ada dana dari SKK," imbuhnya.
Tak berselang lama, Hardiono yang pernah menjabat sebagai Wakil Kepala BP Migas yang kini menjadi tenaga ahli SKK Migas itu kemudian membawa bungkusan. Bungkusan itu kata Hardiono 'ini dari SKK Migas'. Bungkusan kemudin diletakkan Didi di meja rapat. Saat itu ada Waryono dan pegawai Setjen Asep Permana. Waryono memerintahkan dibuka.
Tetapi Didi menolak karena bukan tugas pokok dan fungsi (tupoksi)-nya. Kemudian Waryono kembali marah lagi. Ego kembail dipanggil tetapi tidak bisa hadir karena sedang rapat. "Lalu kami (saya) dan Pak Asep hitung. Jumlahnya USD140.000, itu seingat kami (saya)," jelasnya.
Waryono kemudian dengan cekatan menulis di papan tulis kertas dan menyebutkan pembagian-pembagiannya. Untuk empat pimpinan Komisi VII yakni Ketua dan Wakil Ketua diperuntukkan sebesar USD7.500. Untuk 43 anggota Komisi VII masing-masing USD2.500. Sedangkan untuk sekretariatnya sebesar USD2.500.
Uang USD140.000 dari SKK Migas itu ludes. Setelah itu uang dimasukan dalam amplop dengan kode diujungnya, P untuk pimpinan, A untuk anggota, dan S untuk sekretariat. Amplop-amplop lalu dimasukkan ke dalam paper bag.
"Kemudian saya telpon stafnya Ketua Komisi VII Pak Sutan, namanya Pak Iriyanto. Dia datang ke Kantor ESDM dan mengambilnya. Kemudian ada tanda terima dan dia mau tanda tangan. Tanda terima sudah kami serahkan ke penyidik," bebernya.
Baca berita:
Dianggap berbohong, hakim ancam tahan Waryono Karno
(kri)