Kemenkes dorong pengembangan obat herbal
A
A
A
Sindonews.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendorong pengembangan obat herbal. Lewat program saintifikasi, jamu diyakini bisa disandingkan dengan pengobatan medik.
Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi Agus Purwadianto mengatakan, program saintifikasi jamu bukan ditujukan untuk menggeser peran obat konvensional yang digunakan dunia kedokteran.
"Ini hanya penyeimbang dalam upaya melengkapi pelayanan kesehatan," kata Agus dalam 'Seminar Sehari Terapi Herbal Medik' yang diselenggarakan Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dengan PT Sido Muncul di Jakarta, Kamis (20/2/2014).
Menurut dia, masyarakat Indonesia sudah lama mempercayai jamu untuk mengatasi masalah kesehatan. Karena itu, upaya pemanfaatan jamu tidak bisa dilarang. Sebaliknya, jamu seharusnya bisa dikaji secara ilmiah untuk disandingkan dengan pengobatan medik yang menggunakan obat farmasi.
"Kita tidak sama-sama skeptis dengan jamu. Jangan skeptis dan merasa berkecil hati. Kita lakukan penelitian secara bersama," katanya.
Dia menjelaskan, penggunaan jamu dan obat herbal di Tanah Air sudah berlangsung lama jauh sebelum dunia kedokteran berkembang. Jamu bahkan sudah cukup dikenal dan terbukti dapat mengatasi berbagai masalah kesehatan yang dialami masyarakat. Dengan begitu, jamu bisa dimanfaatkan untuk pelayanan kesehatan, khususnya sebagai obat pendukung dalam sistem pengobatan medik yang dilakukan dokter dan rumah sakit.
Kendati begitu, pemanfaatan jamu dan obat herbal perlu diatur dan diawasi secara ketat, agar tidak memicu terjadi penyalahgunaan yang bisa berakibat fatal bagi kesehatan.
Maka itu, pihaknya diakui telah mencanangkan program saintifikasi jamu. Upaya itu dilakukan guna meneliti kandungan dan khasiat jamu secara ilmiah sesuai prinsip layanan kesehatan. Pemerintah juga melakukan pembinaan sumberdaya manusia bidang jamu.
Presiden Direktur PT Sido Muncul Irwan Hidayat mengatakan, obat herbal telah digunakan secara empirik masyarakat luas yang dikenal dengan sebutan jamu. Karena itu, upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang jamu perlu terus dilakukan pemerintah, akademisi, dunia usaha, dan masyarakat.
"Upaya itu bisa dilakukan dengan saintifikasi jamu dalam hal ini penelitian berbasis pelayanan kesehatan" kata Irwan.
Dia bahkan mengusulkan, obat herbal masuk dalam daftar obat yang digunakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Obat herbal dinilai pantas menjadi pendukung bagi obat medik.
Irwan menyayangkan obat herbal yang telah melewati proses saintifikasi belum bisa masuk dalam daftar obat-obatan yang digunakan dalam program JKN. "Jalan tengahnya menurut saya semua yang diusulkan dokter bisa diklaim di JKN," ucapnya.
Kasubdit Bina Yankestrad Keterampilan Kementerian Kesehatan Yuniati Situmorang mengatakan, terdapat sejumlah tantangan integrasi obat herbal ke dalam program JKN, antara lain menyangkut kesiapan profesi kesehatan, pengembangan sistem pendidikan, ketersediaan sarana dan obat tradisional.
Kendati begitu, pihaknya tengah menyusun daftar herbal yang bisa masuk dalam program JKN. "Itu tantangan pengembangan obat tradisional," kata Yuniati.
Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi Agus Purwadianto mengatakan, program saintifikasi jamu bukan ditujukan untuk menggeser peran obat konvensional yang digunakan dunia kedokteran.
"Ini hanya penyeimbang dalam upaya melengkapi pelayanan kesehatan," kata Agus dalam 'Seminar Sehari Terapi Herbal Medik' yang diselenggarakan Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dengan PT Sido Muncul di Jakarta, Kamis (20/2/2014).
Menurut dia, masyarakat Indonesia sudah lama mempercayai jamu untuk mengatasi masalah kesehatan. Karena itu, upaya pemanfaatan jamu tidak bisa dilarang. Sebaliknya, jamu seharusnya bisa dikaji secara ilmiah untuk disandingkan dengan pengobatan medik yang menggunakan obat farmasi.
"Kita tidak sama-sama skeptis dengan jamu. Jangan skeptis dan merasa berkecil hati. Kita lakukan penelitian secara bersama," katanya.
Dia menjelaskan, penggunaan jamu dan obat herbal di Tanah Air sudah berlangsung lama jauh sebelum dunia kedokteran berkembang. Jamu bahkan sudah cukup dikenal dan terbukti dapat mengatasi berbagai masalah kesehatan yang dialami masyarakat. Dengan begitu, jamu bisa dimanfaatkan untuk pelayanan kesehatan, khususnya sebagai obat pendukung dalam sistem pengobatan medik yang dilakukan dokter dan rumah sakit.
Kendati begitu, pemanfaatan jamu dan obat herbal perlu diatur dan diawasi secara ketat, agar tidak memicu terjadi penyalahgunaan yang bisa berakibat fatal bagi kesehatan.
Maka itu, pihaknya diakui telah mencanangkan program saintifikasi jamu. Upaya itu dilakukan guna meneliti kandungan dan khasiat jamu secara ilmiah sesuai prinsip layanan kesehatan. Pemerintah juga melakukan pembinaan sumberdaya manusia bidang jamu.
Presiden Direktur PT Sido Muncul Irwan Hidayat mengatakan, obat herbal telah digunakan secara empirik masyarakat luas yang dikenal dengan sebutan jamu. Karena itu, upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang jamu perlu terus dilakukan pemerintah, akademisi, dunia usaha, dan masyarakat.
"Upaya itu bisa dilakukan dengan saintifikasi jamu dalam hal ini penelitian berbasis pelayanan kesehatan" kata Irwan.
Dia bahkan mengusulkan, obat herbal masuk dalam daftar obat yang digunakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Obat herbal dinilai pantas menjadi pendukung bagi obat medik.
Irwan menyayangkan obat herbal yang telah melewati proses saintifikasi belum bisa masuk dalam daftar obat-obatan yang digunakan dalam program JKN. "Jalan tengahnya menurut saya semua yang diusulkan dokter bisa diklaim di JKN," ucapnya.
Kasubdit Bina Yankestrad Keterampilan Kementerian Kesehatan Yuniati Situmorang mengatakan, terdapat sejumlah tantangan integrasi obat herbal ke dalam program JKN, antara lain menyangkut kesiapan profesi kesehatan, pengembangan sistem pendidikan, ketersediaan sarana dan obat tradisional.
Kendati begitu, pihaknya tengah menyusun daftar herbal yang bisa masuk dalam program JKN. "Itu tantangan pengembangan obat tradisional," kata Yuniati.
(mhd)