Ketelitian & pengawasan faktor penting hindari plagiat
A
A
A
Sindonews.com - Pengamat Sosial Budaya dari Universitas Indonesia (UI) Devie Rachmawati menilai, kasus plagiat bukan hanya menimpa kalangan intelektual dalam negeri saja.
Bahkan di luar negeri pun pernah terjadi kasus serupa. Dan tetap saja itu dikategorikan kejahatan intelektual yang bisa menurunkan kredibilitas seseorang.
Menurutnya, kasus plagiat juga pernah menimpa tokoh intelektual di luar negeri. Di antaranya terjadi pada intelektual yang sudah menjadi 'selebritis intelektual' yang kemudian karya-karya mereka dikagumi.
Sehingga waktu mereka, kemudian habis untuk berjumpa dengan para 'fans intelektualnya'. Hal ini yang kemudian, membuat mereka mencari staf pendukung, yang dapat membantu mereka untuk terus memproduksi karya.
"Yang kemudian, terjadi pada beberapa kasus misalnya, para selebritis intelektual ini, tidak melakukan proses kontrol terhadap kualitas tulisan (quality control), sehingga sangat dimungkinkan, asisten yang bersangkutan melakukan beberapa kesalahan kutipan misalnya," kata Devie, di Depok, Selasa 18 Februari 2014.
Diingatkan Devie, hal-hal demikian sangat perlu diwaspadai oleh banyak intelektual yang memiliki asisten-asisten karya intelektualnya. Karena pada akhirnya, nama yang bersangkutanlah yang akan tertera dalam karya tersebut.
Sehingga mereka harus sangat cermat meneliti sumber-sumber dari penulisan yang ada, yang sekiranya dapat benar-benar mewakili pemikiran mereka. "Bukan sekadar mengutip karya orang lain dan tidak mencantumkannya dalam karya mereka," ucap dosen Vokasi UI itu.
Mengenai perihal mengutip, sambung dia, merupakan hal lumrah. Hanya saja, jangan pernah lupa menyebutkan kalau memang menyadur dari satu sumber. Dalam penelitian ilmu pengetahuan, mengutip bisa diperbolehkan asalkan dicantumkan dari mana sumber kutipan tersebut.
Karena dalam ilmu pengetahuan sudah tidak ada lagi yang baru. Yang ada hanya memperbarui, bukan menciptakan yang benar-benar baru. "Namanya saja research, artinya re itu mengulang, search itu mencari. Ya research berarti memperbarui atau pembaharuan," katanya menjelaskan.
Dalam kasus yang menimpa Anggito, Devie melihat sebagai hal yang tidak disengaja. Karena dia sangat percaya kaum intelektual seperti Anggito sangat memahami apa yang dibuatnya sangat berkaitan dengan kredibilitas dirinya dan institusi.
Devie melihat, kemungkinan kurang adanya quality control dalam melahirkan karya intelektualnya. "Saya tidak yakin kalau itu dilakukan dengan sengaja. Yang saya lihat, ada semacam kelemahan quality control saja," tegasnya.
Bahkan di luar negeri pun pernah terjadi kasus serupa. Dan tetap saja itu dikategorikan kejahatan intelektual yang bisa menurunkan kredibilitas seseorang.
Menurutnya, kasus plagiat juga pernah menimpa tokoh intelektual di luar negeri. Di antaranya terjadi pada intelektual yang sudah menjadi 'selebritis intelektual' yang kemudian karya-karya mereka dikagumi.
Sehingga waktu mereka, kemudian habis untuk berjumpa dengan para 'fans intelektualnya'. Hal ini yang kemudian, membuat mereka mencari staf pendukung, yang dapat membantu mereka untuk terus memproduksi karya.
"Yang kemudian, terjadi pada beberapa kasus misalnya, para selebritis intelektual ini, tidak melakukan proses kontrol terhadap kualitas tulisan (quality control), sehingga sangat dimungkinkan, asisten yang bersangkutan melakukan beberapa kesalahan kutipan misalnya," kata Devie, di Depok, Selasa 18 Februari 2014.
Diingatkan Devie, hal-hal demikian sangat perlu diwaspadai oleh banyak intelektual yang memiliki asisten-asisten karya intelektualnya. Karena pada akhirnya, nama yang bersangkutanlah yang akan tertera dalam karya tersebut.
Sehingga mereka harus sangat cermat meneliti sumber-sumber dari penulisan yang ada, yang sekiranya dapat benar-benar mewakili pemikiran mereka. "Bukan sekadar mengutip karya orang lain dan tidak mencantumkannya dalam karya mereka," ucap dosen Vokasi UI itu.
Mengenai perihal mengutip, sambung dia, merupakan hal lumrah. Hanya saja, jangan pernah lupa menyebutkan kalau memang menyadur dari satu sumber. Dalam penelitian ilmu pengetahuan, mengutip bisa diperbolehkan asalkan dicantumkan dari mana sumber kutipan tersebut.
Karena dalam ilmu pengetahuan sudah tidak ada lagi yang baru. Yang ada hanya memperbarui, bukan menciptakan yang benar-benar baru. "Namanya saja research, artinya re itu mengulang, search itu mencari. Ya research berarti memperbarui atau pembaharuan," katanya menjelaskan.
Dalam kasus yang menimpa Anggito, Devie melihat sebagai hal yang tidak disengaja. Karena dia sangat percaya kaum intelektual seperti Anggito sangat memahami apa yang dibuatnya sangat berkaitan dengan kredibilitas dirinya dan institusi.
Devie melihat, kemungkinan kurang adanya quality control dalam melahirkan karya intelektualnya. "Saya tidak yakin kalau itu dilakukan dengan sengaja. Yang saya lihat, ada semacam kelemahan quality control saja," tegasnya.
(maf)