Sigma nilai pidanakan golput aturan sesat
A
A
A
Sindonews.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mempidanakan pihak yang menyatakan golongan putih (golput) dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2014.
Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi (Sigma) Said Salahudin menganggap, pasal dalam aturan KPU terkait ancaman pidana Pemilu 2014 bagi masyarakat yang mengkampanyekan golput, sangat menyesatkan.
"Saya menilai ini aturan menyesatkan. Dari mana asalnya aturan ini (pidanakan golput) akan diberlakukan," kata Said, saat dihubungi Sindonews, Jakarta, Senin (17/2/2014).
Bagi Said, adanya pendapat yang mengatakan bahwa menjadi golput atau mengkampanyekan golput bisa dikenakan pasal pidana pemilu tidak benar dan harus dikritisi.
Sebab dalam ketentuan pidana, suatu perbuatan baru bisa dikenakan sanksi pidana jika perbuatan itu secara tegas diatur dalam pasal pidana UU Pemilu.
"Faktanya, di dalam UU (Undang-undang) Pemilu yang mengatur tentang ketentuan pidana pada Bab XXII, mulai pasal 273 sampai pasal 321, tidak kita temukan adanya ancaman sanksi pidana kepada seseorang yang memilih menjadi golput atau kepada orang yang mengkampanyekan golput," ungkapnya.
Menurut Said, jika rujukan yang dipakai KPU adalah pasal 292 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012, untuk mempidanakan masyarakat adalah salah.
Said menjelaskan, ketentuan itu bukanlah ancaman pidana yang ditujukan kepada orang yang memilih menjadi golput atau mengkampanyekan golput. Melainkan, pasal tersebut ditujukan kepada orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya.
Menganut pasal 292, ada dua logika hukum yang harus dipake KPU. Pertama, pasal tersebut ditujukan kepada penyelenggara pemilu yang tidak memberikan kesempatan masyarakat untuk memberikan hak pilihnya seperti tanpa alasan mencoret pemilih.
Kedua, untuk seorang atasan/majikan yang tidak memberikan kesempatan kepada bawahan/pekerjanya untuk ikut mencoblos pada hari pemungutan suara tanpa alasan yang jelas.
"Selanjutnya (ketiga) kepala presiden, kepala daerah, atau kepala desa, yang menggunakan kekuasaannya menghalangi pemilih untuk menggunakan hak pilihnya. Keempat, seseorang yang menjanjikan atau memberikan materi kepada pemilih agar tidak menggunakan hak pilihnya," tuturnya.
Masih kata Said, jika KPU berlindung dengan menggunakan pasal 308 UU Nomor 8 Tahun 2012 untuk mempidanakan pihak yang mengkampanyekan golput, maka hal itu pun masih dianggap lemah.
Bagiamana tidak, Said beralasan pasal itu hanya mengatur sanksi pidana kepada seseorang yang menggunakan kekerasan, menghalangi pemilih, mengganggu keamanan dan ketertiban di TPS, atau menggagalkan pemungutan suara. Dia khawatir seseorang yang menyampaikan pandangan soal golput bakal terkena sanksi pidana.
"Kalau ada pemilih yang golput atau ada orang yang mengkampanyekan golput tidak bisa dikenakan pasal ini. Jadi, memilih untuk golput atau menyampaikan pandangan tentang golput itu berbeda maknanya dengan perbuatan menghalangi atau membatasi orang untuk menggunakan hak pilih," jelas Said.
Sebelumnya, Ketua KPU Husni Kamil Manik membenarkan adanya sanksi pidana bagi masyarakat yang mengkampanyekan golput. Pidana kampanye golput sendiri menjadi kewenangan aparat kepolisian untuk menindak berdasarkan kajian dan rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi (Sigma) Said Salahudin menganggap, pasal dalam aturan KPU terkait ancaman pidana Pemilu 2014 bagi masyarakat yang mengkampanyekan golput, sangat menyesatkan.
"Saya menilai ini aturan menyesatkan. Dari mana asalnya aturan ini (pidanakan golput) akan diberlakukan," kata Said, saat dihubungi Sindonews, Jakarta, Senin (17/2/2014).
Bagi Said, adanya pendapat yang mengatakan bahwa menjadi golput atau mengkampanyekan golput bisa dikenakan pasal pidana pemilu tidak benar dan harus dikritisi.
Sebab dalam ketentuan pidana, suatu perbuatan baru bisa dikenakan sanksi pidana jika perbuatan itu secara tegas diatur dalam pasal pidana UU Pemilu.
"Faktanya, di dalam UU (Undang-undang) Pemilu yang mengatur tentang ketentuan pidana pada Bab XXII, mulai pasal 273 sampai pasal 321, tidak kita temukan adanya ancaman sanksi pidana kepada seseorang yang memilih menjadi golput atau kepada orang yang mengkampanyekan golput," ungkapnya.
Menurut Said, jika rujukan yang dipakai KPU adalah pasal 292 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012, untuk mempidanakan masyarakat adalah salah.
Said menjelaskan, ketentuan itu bukanlah ancaman pidana yang ditujukan kepada orang yang memilih menjadi golput atau mengkampanyekan golput. Melainkan, pasal tersebut ditujukan kepada orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya.
Menganut pasal 292, ada dua logika hukum yang harus dipake KPU. Pertama, pasal tersebut ditujukan kepada penyelenggara pemilu yang tidak memberikan kesempatan masyarakat untuk memberikan hak pilihnya seperti tanpa alasan mencoret pemilih.
Kedua, untuk seorang atasan/majikan yang tidak memberikan kesempatan kepada bawahan/pekerjanya untuk ikut mencoblos pada hari pemungutan suara tanpa alasan yang jelas.
"Selanjutnya (ketiga) kepala presiden, kepala daerah, atau kepala desa, yang menggunakan kekuasaannya menghalangi pemilih untuk menggunakan hak pilihnya. Keempat, seseorang yang menjanjikan atau memberikan materi kepada pemilih agar tidak menggunakan hak pilihnya," tuturnya.
Masih kata Said, jika KPU berlindung dengan menggunakan pasal 308 UU Nomor 8 Tahun 2012 untuk mempidanakan pihak yang mengkampanyekan golput, maka hal itu pun masih dianggap lemah.
Bagiamana tidak, Said beralasan pasal itu hanya mengatur sanksi pidana kepada seseorang yang menggunakan kekerasan, menghalangi pemilih, mengganggu keamanan dan ketertiban di TPS, atau menggagalkan pemungutan suara. Dia khawatir seseorang yang menyampaikan pandangan soal golput bakal terkena sanksi pidana.
"Kalau ada pemilih yang golput atau ada orang yang mengkampanyekan golput tidak bisa dikenakan pasal ini. Jadi, memilih untuk golput atau menyampaikan pandangan tentang golput itu berbeda maknanya dengan perbuatan menghalangi atau membatasi orang untuk menggunakan hak pilih," jelas Said.
Sebelumnya, Ketua KPU Husni Kamil Manik membenarkan adanya sanksi pidana bagi masyarakat yang mengkampanyekan golput. Pidana kampanye golput sendiri menjadi kewenangan aparat kepolisian untuk menindak berdasarkan kajian dan rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
(maf)